Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Indonesia Dipasung Ketentuan Negeri Sendiri, Lalu Bagaimana Nasibnya?

30 Juni 2016   05:19 Diperbarui: 30 Juni 2016   12:24 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: belajarnyaayu.files.wordpress.com

Sepengetahuan penulis, penekanan 35 persen atau mendekati angkat itu itu beberapa kali disampaikan oleh pemilik jaringan bioskop Twenty One. Dalam pertemuan antara dengan wartawan Pemilik jaringan bioskop Twenty One (Grup 21) pada 3 Agustus 2015 yang hadir dalam acara itu Presiden Direktur Grup 21 Hans Gunadi, Direktur 21 Jimmy Haryanto dan Tri Rudy Anitio serta Corporate Secretary Grup 21 Catherine Keng.

Berikut penjelasan yang sempat direkam dalam pertemuan tersebut, yang merupakan jawaban dari beberapa wartawan yang hadir.

Rudy Anitio:
Kalau film sudah berkurang penontonnya apakah kami turunkan atau tidak, katakankah 10 persen dari kapasitas, itu hanya berlaku untuk film impor. Untuk film nasional hanya kami kurangi jam pertunjukkannya saja. Contohnya “Mencari Hilal”: beberapa hari pertama kosong terus penontonnya, bahkan seingat saya perolehan tertinggi di satu bioskop itu 130 penonton untuk lima pertunjukkan tidak pernah mencapai angka sampai 200. Apa yang kita lakukan? Film “Mencari Hilal” mulai 15 Juli sampai satu minggu film tetap main, dengan harapan akan rebound, dalam arti dari mulut ke mulut ada orang yang suka film ini akan ramai. Dan pada saat ramai penontonnya akan kita tambah jam pertunjukannya.

Kedua apakah ada batasan berapa penonton bioskop untuk film bisa turun. Untuk operasional bioskop, sebenarnya kita butuh 30 % occupancy. Kalau bioskop punya 150 seat, dan sehari 5 kali pertunjukan, berarti kita butuh 30 persen kali 750 seat, atau 225 penonton untuk biaya operasional.

Deretan film Indonesia yang laris. Di antaranya ada Mencari Hilal. Sumber: 21cineplex.com
Deretan film Indonesia yang laris. Di antaranya ada Mencari Hilal. Sumber: 21cineplex.com
Jadi aturan 35 persen yang diusulan Ketua BPI Kemala Atmojo bisa jadi disampaikan setelah mendapat “masukan” dari pihak bioskop. Mengapa jadi 35 persen, karena bioskop kan bukan BUMN. Harus untunglah walau cuma 5 persen. Padahal bioskop juga bisa untung dengan mendapat tambahan pemasukan dari iklan dan jualan popcorn, di samping merangkap jadi importir film. Kalau tidak mana bisa bioskop beranak terus, dan Twenty One menjadi jaringan bioskop terbesar di Indonesia.

Yang mengherankan, mengapa usulan itu datangnya dari Ketua BPI ya? Bukankah BPI harusnya memperjuangkan film Indonesia?

Mudah-mudahan draft Permen itu belum disepakati, masih ada waktu untuk menimbang-nimbang nasib film Indonesia di masa datang. Kalau sudah disepakati, ada dua kemungkinan yang akan terjadi: lahirnya film-film bermutu yang diminati penonton, atau industri perfilman yang kini baru mulai berkembang, akan segera sekarat lagi. 

(hermanwijaya61@gmail.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun