Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bupati Biak Numfor Thomas Ondy: Sang Mutiara Dari Timur

16 Desember 2015   16:29 Diperbarui: 16 Desember 2015   16:47 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bupati Thomas Ondy yang kemudian menanggapi pernyatan pegawai Dinas Kebersihan itu tidak menunjukkan kesan marah atau tersinggung. Dia berjanji akan menaikan gaji para pegawai Dinas Kebersihan, jika anggaran pemerintah mencukupi. Namun tak lupa ia mengingatkan bahwa untuk menangani kebersihan di Biak, siapa pun siap diturunkan, termasuk Satpol PP. Dan itu dilakukan ketika seluruh pegawai Dinas Kebersihan di Biak mogok.

Thomas Ondy menjabat sebagai Bupati Biak Numfor sejak 13 Maret 2014. Sebelumnya dia adalah wakil bupati, dengan bupatinya Drs. Yesaya Sombuk, MSi. Tetapi sang bupati tersandung kasus korupsi, lalu diberhentikan oleh Mendagri. Maka Thomas sebagai wakilnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati menggantikan Yesaya. Sebelum menjadi Wakil Bupati, Thomas menjabat sebagai Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Mamberamo, Papua, dan mengakhiri tugasnya ketika terpilih sebagai Wakil Bupati.

Diangkatnya Thomas Ondy sebagai Bupati Biak Numfor merupakan blessing in disguise bagi Kabupaten yang terletak di atas Pulau Papua itu. Betapa tidak, Thomas ternyata seorang yang memimpin dengan hati dan memiliki visi untuk memanjukan Biak dari ketertinggalannya dibandingkan Kabupaten lain di Indonesia yang lebih maju. Salah satu keputusan yang menarik adalah ketika ia menyatakan bersedia menjadikan Kota Biak sebagai tuan rumah Festival Film Etnik Nusantara (FFEN) pertama. Bupati setuju untuk mendukung penuh segala kegiatan maupun konsekwensi biaya dari penyelenggaraan festival itu.

“Khusus untuk FFEN beberapa bulan lalu kami dihubungi teman2 di Jakarta, bagaimana persiapan di Papua untuk festival semacam ini. Memang kami sadari masih banyak pembuat film di Papua yang masih amatir. Contoh terakhir teman-teman di Merauke ada Epen Cupen. Begitu naik jadi durasi yang luar biasa.Nah setelah kita cerita dengan teman-teman pembuat film amatir di sini, mereka sampaikankepada saya tentang adanya festival. Saya bilang kalau teman-teman ada rencana untuk itu memang ada rencana kita dalam pengembangan pariwisata di Biak, mereka minta apakah dapat dilaksanakan di Biak. Sebagai bupati saya mendukung penuh dan menyediakan dana untuk festival ini,” papar sang bupati ketika berbicara dengan penulis dan beberapa wartawan lain dari Jakarta.

Thomas menambahkan, bahwa kapasitas Biak sebenarnya belum mampu menyelenggarakan (festival film) itu. “Tapi dengan dukungan beberapa teman-teman di Jakarta, kita launching di Jakarta kemudian kita memberi tahu kepada Gubernur, dia bilang laksanakan di Biak. Sebenarnya kami minta di Jayapura, karena fasilitas bangunan dan fasilitas lain lebih baik di Jayapura. Tapi pesan gubernur kepada saya silahkan selenggarakan di Biak. Tapi ini titik awal buat kami bagaimana menggerakan anak-anak Papua supaya terlibat dalam pembuatan film-film.”

Bupati Thomas Ondy melihat film erat kaitannya dengan pariwisata. Oleh karena itu ia merasa perlu mendukung hal-hal yang berkaitan dengan perfilman di Biak. Bahkan dengan yakin ia mengatakan akan membangun gedung berkapasitas 3.000 orang yang bisa dijadikan tempat untuk menyelenggartakan event besar di Biak, termasuk Festival Film Indonesia.

Pariwisata merupakan sektor yang coba dibangkitkan lagi di Biak, setelah cukup lama “terbengkalai”, dan pamor Biak tenggelam dengan mencuatnya Raja Ampat sebagai destinasi unggulan di Papua. Raja Ampat sendiri terletak di Papua Barat.

Sebelum Raja Ampat terkenal, Biak merupakan salah satu tujuan wisata di Papua. Apalagi kota ini memiliki bandara yang bisa didarati pesawat besar. Tak heran jika Bandara Frans Kaisiepo Biak, pernah dijadikan bandara antara penerbangan dari Jakarta menuju Los Angeles dan sebaliknya. Kini penerbangan ke LA tidak lagi melalui Biak. Alhasil Bandara Frans Kaisiepo relative sepi peberbangan, walau diproyeksikan untuk bandara cargo ke depan.

Bandara Frans Kaisiepo Biak merupakan bandara yang legendaris pada Perang Dunia II. Bandara ini pernah dijadikan pangkalan Jepang maupun sekutu. Ketika perang dunia usai, rongsongkan kendaraan perang dan persenjataan tua masih banyak terlihat di sekitar bandara, tetapi kemudian diambil oleh orang-orang untuk dijadikan besi tua. Kini sebagian diamankan oleh Pemerintah Daerah dan dimasukan ke musium. Musium itu bisa dijadikan tujuan wisata bila wisatawan datang ke Biak.

Selain warisan PD II yang ada di musium, masih banyak peninggalan tentang asing yang masih dikuasai oleh masyarakat, antara lain pedang-pedang peninggalan serdadu Jepang maupun piring-piring antik. Di Biak juga terdapat gua Jepang, yakni gua yang pernah digunakan oleh balatentara Jepang di masa PD II untuk pertahanan.

Tujuan wisata menarik lainnya di Biak adalah Pantai Bosnik di Timur Kota Biak dan kepulauan Padaido di Selatan Pulau Biak. Deretan pulau kecil yang sebagaian tidak berpenghuni itu menarik untuk dikunjungi. Salah satu di antaranya adalah Pulau Rasi yang terletak di paling ujung kepulauan. Pulau kecil itu memiliki pasir yang indah dan kaya ikan. Para wisatawan yang hobi menyelam, snorkeling atau memancing bisa menemukan kepuasan di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun