Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Riskan, Penggunaan Batubara Untuk Pembangkit Listrik

15 Maret 2015   15:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Selama ini limapuluh persen energy yang digunakan untuk menggerakan pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batubara. Hal itu sangat riskan, karena akan berbahaya bagi industry kelistrikan Indonesia di masa depan, mengingat 80 persen batubara Indonesia selama ini diekspor.

Demikiaan antara lain poin yang mengemuka dalam Diskusi Energi Kita yang berlangsung di Jakarta, Minggu (15/3) siang, dengan narasumber Dirjen Ketenagalistrikan Ir Jarman MSc, Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian, Direktur Eksekutif IERS Fabby Tumiwa dan Presiden Direktur Sewatama Grup N Hasto Kristiyono. Diskusi yang dipandu oleh Maulana Isnarto dari RRI Pro 3 ini diselenggarakan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Institut Komunikasi Nasional (IKN), Radio Republik Indonesia, Merdeka.Com dan  Sewatama Grup.

Menurut Fabby Tumiwa, selama ini 80 persen batubara 50 persen gas  Indonesia diekspor ke luar negeri. Dan investasi tambang batubara terus dibuka. Bila kelak pemerintah akan mewujudkan pembangkit  listrik sebanyak 35.000 kwh, maka akan sangat riskan menyediakan batubara maupun gas untuk energinya pembangkit listrik itu. “Kalau swasta didorong untuk menjual batubaranya ke PLN, berapa harganya? Apakah harga yang diinginkan pemerintah bisa memberi keuntungan buat investor?” kata Tumiwa.

Senada dengan Fabby, Anggota Komisi VII Ramson Siagian juga mengkhawatirkan pasokan energy bila pembangkit listrik 35 ribu kwh yang dicanangkan pemerintah terwujud. “Pertanyaannya, nanti stelah pembangkit listrik diwujudkan, ada tidak batubara di dunia?” tanya Ramson.

Tarif Dasar Listrik

Menyinggung kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang belakangan ini diributkan, Dirjen Ketenagalistrikan Ir Jarman MSc mengatakan tahun ini tidak ada kenaikan TDL. “Tahun ini tidak ada kenaikan TDL, karena setiap kenaikan TDL harus persetujuan DPR,” kata Jarman,”kalau pun ada penambahan pembayaran masyarakat, sebenarnya itu bukan kenaikan, melainkan penyesuaian tarif saja, karena ada subsisi selama ini.”

Jarman menambahkan, sesuai UU Energi, harga energy di Indonesia disesuaikan dengan harga keekonomiannya. Selama ini harga TDL masih disubsidi, dan subsidi itu yang dikurangi. “Tapi bila melihat kondisi saat ini, paling cepat baru bulan Mei nanti disesuaikan,” jelas Jarman.

Terkait pemakaian energy di Indonesia, Presiden Direktur Sewatama Grup N Hasto Kristiyono mengatakan sebagai pemain dalam industry listrik, pihaknya hanya mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan energy secara bijak. “Kami hanya melihat dari sisi permintaannya saja. Setelah kenaikan harga listrik yang sifatnya keniscayaan, langkah berikutnya adalah,Riskan, Ketergantungan Pembangkit Listrik Pada Batubara

Selama ini limapuluh persen energy yang digunakan untuk menggerakan pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batubara. Hal itu sangat riskan, karena akan berbahaya bagi industry kelistrikan Indonesia di masa depan, mengingat 80 persen batubara Indonesia selama ini diekspor.

Demikiaan antara lain poin yang mengemuka dalam Diskusi Energi Kita yang berlangsung di Jakarta, Minggu (15/3) siang, dengan narasumber Dirjen Ketenagalistrikan Ir Jarman MSc, Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian, Direktur Eksekutif IERS Fabby Tumiwa dan Presiden Direktur Sewatama Grup N Hasto Kristiyono. Diskusi yang dipandu oleh Maulana Isnarto dari RRI Pro 3 ini diselenggarakan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Institut Komunikasi Nasional (IKN), Radio Republik Indonesia, Merdeka.Com dan  Sewatama Grup.

Menurut Fabby Tumiwa, selama ini 80 persen batubara 50 persen gas  Indonesia diekspor ke luar negeri. Dan investasi tambang batubara terus dibuka. Bila kelak pemerintah akan mewujudkan pembangkit  listrik sebanyak 35.000 kwh, maka akan sangat riskan menyediakan batubara maupun gas untuk energinya pembangkit listrik itu. “Kalau swasta didorong untuk menjual batubaranya ke PLN, berapa harganya? Apakah harga yang diinginkan pemerintah bisa memberi keuntungan buat investor?” kata Tumiwa.

Senada dengan Fabby, Anggota Komisi VII Ramson Siagian juga mengkhawatirkan pasokan energy bila pembangkit listrik 35 ribu kwh yang dicanangkan pemerintah terwujud. “Pertanyaannya, nanti stelah pembangkit listrik diwujudkan, ada tidak batubara di dunia?” tanya Ramson.

Tarif Dasar Listrik

Menyinggung kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang belakangan ini diributkan, Dirjen Ketenagalistrikan Ir Jarman MSc mengatakan tahun ini tidak ada kenaikan TDL. “Tahun ini tidak ada kenaikan TDL, karena setiap kenaikan TDL harus persetujuan DPR,” kata Jarman,”kalau pun ada penambahan pembayaran masyarakat, sebenarnya itu bukan kenaikan, melainkan penyesuaian tarif saja, karena ada subsisi selama ini.”

Jarman menambahkan, sesuai UU Energi, harga energy di Indonesia disesuaikan dengan harga keekonomiannya. Selama ini harga TDL masih disubsidi, dan subsidi itu yang dikurangi. “Tapi bila melihat kondisi saat ini, paling cepat baru bulan Mei nanti disesuaikan,” jelas Jarman.

Terkait pemakaian energy di Indonesia, Presiden Direktur Sewatama Grup N Hasto Kristiyono mengatakan sebagai pemain dalam industry listrik, pihaknya hanya mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan energy secara bijak. “Kami hanya melihat dari sisi permintaannya saja. Setelah kenaikan harga listrik yang sifatnya keniscayaan, langkah berikutnya adalah, kita mengajak masyarakat agar lebih bijaksana menggunakan energy, dengan menggunakan alat-alat yang hemat energy,” kata Hasto. (hermanwijaya61@gmail.com)

kita mengajak masyarakat agar lebih bijaksana menggunakan energy, dengan menggunakan alat-alat yang hemat energy,” kata Hasto. (hermanwijaya61@gmail.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun