Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pariwisata Indonesia yang Menyebalkan!

6 September 2014   21:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:26 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini seseorang mengunggah bon makannya dari sebuah rumah makan di kawasan wisata Anyer, Banten. Angka-angka yang tercantum dalam bom makan itu memang bisa membuat mata mendelik!

Apa yang dialami si pengunggah bon itu pasti bukan kejadian pertama di tempat wisata di Indonesia. Urusan “ketembak” di tempat makan, sudah banyak yang mengalami. Namun demikian, tidak semua tempat di Indonesia begitu. Ada pula tempat-tempat yang masih menghargai kantong orang lain, walau si pembeli tidak mengerti bahasa si penjual.

Kota Solo merupakan destinasi wisata yang masih tergolong memiliki kuliner murah. Paling tidak begitu pengalaman saya selama beberapa kali mengunjungi Solo. Kita tidak perlu ragu untuk memesan makanan di rumah makan di Solo, karena harganya tercantum dengan jelas. Bila kita ragu dengan harga yang tercantum dalam daftar menu, pelayan akan melayani pertanyaan costumer dengan ramah.

Suatu ketika saya menginap di sebuah hotel di Jl. Ahmad Yani Solo. Sekitar jam 10 malam perut terasa lapar. Saya mencoba mencari penjual makanan di dekat hotel. Ada beberapa penjual angkringan, dan warung makan biasa. Saya masuk ke warung makan itu, lalu memesan nasi plus telor, sayur, tempe dan kerupuk. Penjual nasi hanya memberi harga Rp.7 ribu! Saya tercengang dan bertanya beberapa kali untuk memastikan, apakah harganya tidak salah. Si ibu penjual nasi, dengan tenang mengatakan harganya memang segitu. Saya tercenung, hampir menangis. Padahal tempat itu tidak jauh dari deretan hotel-hotel.

Sekali waktu saya dan teman-teman juga pernah makan di warung tengkleng yang cukup terkenal di Solo. Saya sempat melihat Jokowi yang ketika itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI makan di tempat yang sama bersama beberapa orang. Ternyata harga yang tercantum di bon setelah makan, juga tidak mahal-mahal amat. Begitulah Solo.

Namun di beberapa daerah lain, baik di Jawa maupun luar Jawa, Anda harus cermat memilih tempat makan. Jangan sungkan memperhatikan harga dan bertanya kepada pelayan atau penjualnya. Kalau perlu, catat makanan yang dipesan, dan penjualnya langsung diminta untuk menuliskan harganya sebelum pesanan dibuat. Toh bila harganya selangit, kita bisa membatalkan pesanan, lalu pergi. Bila kita makan tanpa bertanya, jangan kaget bila angka-angka yang disodorkan seperti tagihan kartu kredit!

Tersedianya rumah-rumah makan yang baik merupakan aspek penting penunjang dunia kepariwisataan. Banyak wisataan yang ingin simple dalam melakukan kunjungan wisata, selain ingin juga mencicipi kuliner setempat. Akan tetapi jika harganya mencekik leher, pelayan tidak ramah dan kebersihan rumah makan tidak terjaga, wisatawan ogah mampir ke rumah makan tersebut, atau ke destinasi wisatanya sendiri. Berbeda dengan rombongan tur warga yang selalu menyiapkan timbel dari rumah, karena tahu makan di tempat wisata mahal.

Tempat-tempat kuliner di Indonesia memang tumbuh melihat kebutuhan pasar. Pemerintah daerah datau instansi yang mengurus kepariwisataan seakan tidak peduli akan seperti apa tumbuhnya tempat kuliner tersebut. Tidak pernah ada standar yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik dalam soal harga maupun kenyamanan wisatawan.

Nah soal kenyamanan ini juga perlu diperhatikan. Wisatawan – seperti umumnya orang yang sedang makan – selalu ingin menikmati makanan dalam keadaan tenang, santai, dan kalau perlu terhibur. Itulah sebabnya banyak rumah makan yang menyiapkan perangkat musik maupun musik hidup, agar pengunjung betah berlama-lama, dan menikmati makanan yang disajikan.

Akan tetapi di Indonesia, terutama di tempat-tempat kuliner pinggir jalan, bukanan ketenangan yang diperoleh pengunjung, tetapi gangguan yang merusak selera yang sering dialami. Contohnya bila kita menikmati kuliner di Jalan Malioboro Yogyakarta. Ketika kita makan, pengamen datang sambung menyambung bergantian. Baru selesai mengunyah suapan pertama, datang pengamen lain, bergantian dengan pengemis.

Persoalan lain yang muncul di tempat-tempat wisata Indonesia adalah kebersihan. Kebanyakan tempat wisata kotor oleh sampah pengunjung atau fasilitas yang kurang terawat. Tempat peturasan (WC Umum) yang dibutuhkan pengunjung tempat wisata kadang tidak tersedia. Kalau pun tersedia, kondisinya memprihatinkan: jorok dan bau! Masalah tempat peturasan ini tidak pernah ditangani dengan serius oleh pengelola wisata di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun