Mereka memang menyumbang, tapi nilainya kecil sekali. “PT Rapi Film pernah meminjam filmnya untuk digitalisasi. Tapi mereka cuma ngasih seratus ribu per judul film. Ya kita tidak bisa ngomong apa-apa, karena memang tidak ada kewajiban untuk memberikan jumlah tertentu,” kata Adi.
Kadang ada juga film yang dipinjam tidak kembali lagi, tanpa alasan yang jelas. Pernah, kata Adi, ada utusan dari PT Karno’s Film (milik Rano Karno) untuk meminjam enam judul film yang mereka titipkan di SI. Tapi film itu sebelumnya sudah diambil oleh Ruby Karno (adik Rano Karno),dan tidak pernah dikembalikan lagi.
Dalam menanggung beban yang demikian berat, Sinematek Indonesia sebenarnya sudah menjerit-jerit. Tetapi banyak yang tidak peduli. Bahkan pemerintah yang selalu gembar-gembor ingin mengembangkan perfilman Indonesia, juga tidak peduli. Mungkin karena SI bukan obyek yang seksi untuk didanai. (herman wijaya/hw16661@yahoo.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H