Mohon tunggu...
Matta Cinta
Matta Cinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis, musik, dan imajinatif sering diasosiasikan dengan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Keluarga Sandwich yang Menjadi Tantangan Tersendiri untuk Manajemen SDM dan Kesejahteraannya: Bagaimana Tips Mengatasinya?

23 April 2024   19:55 Diperbarui: 24 April 2024   07:23 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita tahu,  generasi sandwich atau sandwich generation merupakan generasi orang dewasa yang harus menjadi penanggung biaya hidup bagi 3 generasi, yaitu orangtuanya (G1), dirinya sendiri (G2), serta anaknya (G3). Permasalahan yang sering terjadi pada keluarga sandwich adalah kondisi ekonomi. Kondisi ini membuat pelaku yang menjadi penanggung hidup merasa terhimpit untuk membiayai generasi diatas dan generasi dibawahnya, baik itu dalam segi sosial maupun ekonomi. Generasi sandwich umumnya sangat rentan untuk mengalami konflik peran, hal ini dapat berdampak pada keberfungsian sosial mereka ataupun pada hubungan keluarga. Konflik tersebut dapat terjadi tentunya berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia yang dimiliki dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, pada keluarga sandwich sangat penting untuk memainkan keberfungsian dan keseimbangan peran, kebahagiaan, kesejahteraan dan daya tahan keluarga yang menjadi peran utamanya.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengelompokkan tahapan kesejahteraan dalam 6 kategori. Keluarga dianggap sebagai Keluarga Prasejahtera apabila tidak mampu memenuhi satu dari enak kebutuhan dasar (basic needs) keluarga. Berikutnya, keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasar telah dikategorikan sebagai keluarga sejahtera, tetapi masih dikelompokkan dalam beberapa tahapan, antara lain Keluarga Sejahtera I yang telah memenuhi 6 aspek kebutuhan dasar, Keluarga Sejahtera II yang memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan psikologis (psychological needs). Pada tahap Keluarga Sejahtera III, keluarga mulai mampu memenuhi kebutuhan perkembangan (developmental needs). Puncak tertinggi dari kesejahteraan adalah Keluarga Sejahtera III Plus yang mampu dicapai ketika keluarga telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya dan berada pada tahap aktualisasi diri. 

Sebuah sistem keluarga berisi individu-individu dengan pola pikir dan kebiasaan berbeda. Maka konsep manajemen sumber daya yang mencakup pengelolaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan sumber daya perlu diperhitungkan. Dalam hal ini, sumber daya yang diawasi adalah keluarga. Sumber daya kolektif tangible-intangible dan manusia-material di dalam keluarga penting untuk diatur dan digunakan sebaik-baiknya. Proses ini meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan dengan maksud mencapai kesejahteraan.

Kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting bagi seorang individu. Penilaian individu terhadap taraf kesejahteraan hidup disebut sebagai kesejahteraan subjektif. Dalam manajemen sumber daya keluarga sandwich, hal ini berkaitan erat dengan kesejahteraan generasi kedua sebagai pencari nafkah utama. Aspek-aspek yang masuk dalam penilaian kesejahteraan subjektif antara lain fleksibilitas jam kerja, tingkat stres individual, kepuasan pendapatan, dan besaran pemasukan yang dikonsumsi pribadi.

Beban tanggungan 3 generasi membuat generasi sandwich patut mempertimbangkan kesiapan menghadapi masa depan dengan berinvestasi dalam bentuk tenaga, waktu, hingga uang. Simpanan yang paling utama bagi orang tua, diri, dan anak ditujukan untuk bidang kesehatan dan pendidikan. Sebagai generasi yang bertanggung jawab, generasi sandwich perlu bijak membagi sumber daya di masa kini dan waspada akan hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan.

Adanya tiga generasi yang bernaung dalam satu atap membuka jalan yang lapang untuk pembagian peran dalam berumah tangga. Keluarga sandwich juga perlu membagi peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga untuk menghindari beban terlalu berat pada satu generasi atau satu gender saja. Oleh karena itu, sebuah struktur keluarga sandwich dapat memperhitungkan keseimbangan peran, pembagian kerja domestik, dukungan sosial, serta tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia.

Sumber daya manusia tidak hanya kaitannya dengan aspek kognitif, tetapi juga kesehatan fisik dan mental. Karena ada tiga generasi dalam satu rumah, maka keluarga sandwich perlu mengelola sumber daya manusianya dengan baik. Dengan berbagi peran sesuai dengan kesepakatan, maka keluarga sudah dapat memaksimalkan sumber daya manusia yang dimilikinya di dalam rumah. Selain itu, untuk menjaga kualitas sumber daya manusia, keluarga sandwich harus bisa mengelola keuangannya dengan baik untuk dialokasikan sebagai biaya pendidikan dan kesehatan. 

Tentunya, dalam menjalankan perannya masing-masing dan dalam memanajemen sumber daya, keluarga sandwich tak lepas dengan yang namanya konflik. Oleh karena itu, keluarga perlu untuk memiliki strategi dalam memanajemen dan mengatasi konflik. Salah satu strategi manajemen konflik adalah menciptakan komunikasi keluarga yang efektif. Komunikasi yang efektif dapat dilakukan dengan membuka diskusi antar anggota keluarga untuk membahas konflik dan hasilnya adalah keputusan bersama terkait solusi dari konflik tersebut.

Berbagai macam konflik dapat terjadi pada situasi terhimpit yang dialami oleh keluarga sandwich. Dengan menanamkan kesadaran pentingnya membagi fungsi peran, tugas, komunikasi yang terbuka dalam keluarga ataupun rumah tangga dapat membantu untuk mengurangi terjadinya percikan-percikan konflik dalam keluarga. Selain itu, penting sekali untuk menetapkan batas-batas yang jelas antar generasi yang berbeda dalam keluarga. Hal tersebut bertujuan untuk membantu menghindari konflik yang timbul akibat ketergantungan yang berlebihan.

Setiap keluarga memiliki dinamika uniknya masing-masing. Apabila penanggung dalam keluarga sandwich tersebut tidak mampu untuk menyelesaikan masalahnya, jangan ragu untuk meminta bantuan oleh orang yang lebih profesional. Bantuan profesional dapat berupa konselor ataupun mediator keluarga yang dapat membantu dalam menyelesaikan konflik yang sulit.

(Ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumberdaya Konsumen, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia yang diampu oleh Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.FSA dan Dr. Irni Rahmayani Johan.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun