Mohon tunggu...
Matkodak
Matkodak Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Peminat masalah sosial politik, kesenian dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kemenangan Fatin dalam Sorotan Fikih

6 Mei 2013   01:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:03 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEMENANGAN Fatin Shidqia Lubisdalam merebut hati penonton acara X Factor merupakan bentuk kompromi fiqih dan kemenangan Islam moderat dan liberal.

Bagi kaum Islam puritan, Fatin jelas melanggar banyak aturan fiqih. Tapi tak kurang seorang petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya menyerah dan mengirim surat dukungan kepada Fatin dan nasehat-nasehat.

Dalam suratnya itu, salah satu ketua MUI meretui penampilan Fatin namun mengingatkan agar konsisten dengan jilbabnya dan tidak sekali pun melepas jilbabnya walaupun sibuk dalam karir musiknya.

Siswi SMA yang pemalu itu pun menyambut surat itu dengan girang dan meyakinkan publik bahwa ia tidak akan melepas jilbabnya sebagaimana dipesankan oleh sang ulama.

Surat dari  KH A Cholil Ridwan, Ketua MUI Pusat Bidang Seni Budaya  itu mengungkapkan pesan sederhana:  “perempuan boleh nyanyi, boleh manggung, asal tutup aurat...”

MASIH PERDEBATAN

Padahal, di lingkungan penganut Islam puritan, wanita yang menyanyi masih menjadi perdebatan. Ulama telah sepakat, suara laki-laki bukan aurat. Tapi tidak dengan perempuan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa suara perempuan adalah aurat.

Lebih tegas, Imam Al Suddi, Ibnu Manzur, Ibnu Athir berpendapat bahwa suara perempuan adalah aurat jika digunakan untuk bernyanyi, bernasyid atau melunakkan suara di hadapan lelaki yang bukan muhrimnya.

“Hukum mendengar suara penyanyi perempuan bergantung keadaan suaranya. Apabila suaranya digetarkan dan dapat membangkitkan syahwat maka hal itu haram, diharamkan mendengarkannya”, kata Asy Syeikh Ahmad asy Syarbashi, seorang Syeikh di Universitas al Azhar di dalam bukunya "Mereka Bertanya Kepada Anda".

Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Imam Thirmidzi berbunyi, "Akan terjadi (di akhir zaman) penenggelaman bumi, hujan batu, dan pengubahan rupa. Seseorang dari umat Islam (sahabat) yang bertanya, "Kapankah hal itu akan terjadi? Maka beliau menjawab, "Apabila musik dan biduanita telah merajalela dan khamer telah dianggap halal.”

Dalam catatan Ibrahim Salah al-Din al-Houdhud, cendikiawan lain asal Universitas Al-Azhar tentang dibolehkannya muslimah menyanyi, adalah tidak boleh melakukan hal yang melanggar agama, tidak boleh bernyanyi ketika ada tarian dan alkohol dan tidak boleh ada kamera yang merekam.

Masalah lainnya, para ulama mengharamkan ikhtilat, yakni bercampur baurnya laki-laki dan perempuan dalam waktu dan tempat yang sama. Ikhtilat dibolehkan oleh syara’, karena kedaruratannya, dalam arti urgensi adanya pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang sulit dihindari, misalnya dalam jual beli di pasar, aktivitas pendidikan, pengadilan dan pengobatan.

Taqiyuddin an Nabhani menulis, dalam kehidupan umum, menurut hukum asalnya tidak boleh ada interaksi antara pria dan perempuan. Kecuali pada perkara-perkara yang telah dibolehkan syariah, di mana syariah telah membolehkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan suatu aktivitas untuk perempuan; serta pelaksanannya menuntut adanya interaksi dengan pria.

Jelas sekali bahwa lantunan suara Fatin Shidqia Lubis dalam membawakan lagu-lagunya bergetar. Oh ya, sejak mula tampil dia direkam kamera. Setelah masuk final, ada dandanan, make up, busana, dan penari latar yang mendukung penampilannya di panggung .Dan penonton pendukung Fatin - yang kini berjulukan Fatinistic - selalu mengelu-elukan, baik laki-laki dan perempuan. Bercampur baur. Tidak ada kedaruratannya untuk hadir nonton X Factor, di studio ataupun di teve. Nonton boleh, tidak nonton tidak apa-apa.

PURITAN KALAH

Maka dukungan MUI pada Fatin dengan “kebolehanbernyanyi asalkan pakaiannya syar’i” di hadapan orang-orang yang berikhtilat, merupakan kompromi yang tak terhindarkan.

Bukan hanya kompromi fiqih, surat dukungan dari Ketua MUI jelas merupakan kekalahan kelompok militan dalam mempertahankan ajaran Islam puritannya.

Di zaman ketika pelaksanaan Syariah cuma jadi komoditi -- dan alat untuk tawar menawar politik -- kompromi fikih memang makin banyak terjadi. Umat Islam di saat ini menghadapi tantangan yang tak sesederhana sebagaimana di masa lalu. Selalu ada tafsir baru dari ayat-ayat Suci dan Hadist Nabi, dan ada tafsir ulang (re-tafsir) untuk membumikan Islam sesuai  dengan kondisi di mana  umat Islam  hidup.

Singkatnya Islam rahmatan lil alamin harus diperlihatkan dengan aturan yang lebih fleksibel, dan diterima oleh semua kalangan.

Kehidupan di era sekuler, seperti sekarang, agama merupakan wilayah privat dan kehidupan dunia harus nyaman bagi semua orang, semua kalangan. Zaman terus bergerak. Kita tidak bisa menerapkan nilai-nilai agama sebagaimana nenek moyang kita melakukannya, empat belas abad silam.

Sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme lah yang akan menang dan puritanisme akan menjadi momok. Bahkan jadi kenangan.

Sejauh yang dapat kita lihat bersama, negara-negara maju dan beradab sama sekali tidak tertarik dengan aturan Syariah, gagasan hukum pancung, hukum rajam, dan potong tangan. Karena sudah ada penjara, kerja sosial, dan rehabilitasi mental bagi para pelanggar hukum dan pelaku kejahatan.

Apalagi ada yang menggunakan agama untuk menguasai kementrian, nyatut komoditi impor, membela calon kepala daerah yang mau memberi mahar, dan mencuci otak simpatisannya agar lebih bersimpati kepada penderitaan bangsa Palestina - ketimbang penderitaan bangsa sendiri.

Wallahu alam.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun