Mohon tunggu...
Matias Rico Adi
Matias Rico Adi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ordinary person

Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sengkuni Mengkripik

8 Desember 2021   10:50 Diperbarui: 8 Desember 2021   11:03 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa berkata-kata aku langsung mengambil handphone itu dari genggaman cik Veni.

"Halo pak, gimana kok gak telpon lewat handhone Kuni?" kata ku dengan penuh kebingungan.

"Begini nak, Bapak paham kita sekarang masih butuh uang untuk bayar utang, tapi kamu gak boleh maksa pelanggan kita untuk bayar segera, karena mereka juga butuh uang Kun, apalagi masa pandemi seperti ini," kata Bapakku.

"Iya pak aku paham kalau masa pandemi seperti ini banyak orang kesulitan, tapi aku gak mengerti maksud bapak kalau aku memaksa pelanggan kita." kata ku.

"Begini nak, gak papa kalau cik Veni masih mengutang, kasian dia masih ada ha-hal yang harus dipenuhi." kata Bapakku

"Gak bisa begitu dong! kita kan juga butuh banyak uang untuk beli kebutuhan, buat menambah usaha bapak, buat bayar utang, buat bayar kuliah Kuni dan sekolah adek-adek, belum lagi buat bayar kuota internet, buat makan juga pak... masak sekarang kita makan cuma tahu tempe." Kata ku dengan nada mulai meninggi.

"Gak papa, nak. Masih banyak orang yang lebih sulit diandingkan dengan kita," celetuk Bapakku.

"Banyak... Tapi Bukan Cik Veni, asal bapak tau... Warung cik Veni ramai pembeli, pastilah dia mampu bayar," kata ku dengan nada marah.

"Aku capek pak harus hidup miskin dan terus dililit utang.. kalau begini terus gimana kita mau kaya..,"  kataku penuh penyesalan.

"Bapak bodoh, bapak gak usah lagi nasihati Sengkuni karena jelas Kuni jauh lebih Pintar dari bapak soal mencari uang. Bapak hanya tamat SMA, jadi Bapak gak tau apa-apa tentang mencari uang. Bapak gak tau apa-apa untuk menghidupi keluarga kita," kataku sambil membanting gelas, sontak semua orang kaget dan memperhatikanku.

Aku matikan telepon, dengan muka memerah dan mengepal tanganku meninju pintu warung. Kubuang keranjang kripik dari jok motor, bungkam dan kecewa dengan bapakku yang bodoh. Aku menaikkan gas motor legendaku  diriingi seruan lagu mp3 yang sangat menggugah hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun