Mohon tunggu...
Novianti M
Novianti M Mohon Tunggu... Guru - Guru Mata Pelajaran Matematika

Saya Pemerhati Realistic Math Education. Penulis Buku: CARA ASYIK PENERAPAN MODEL BELAJAR DENGAN MEDIA GOOGLE FORM E-MODUL, Youtube MATH TSURAYYA EDUCATION Instagram https://instagram.com/mulyananovianti?igshid=ZDdkNTZiNTM=

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hikikomori adalah Fenomena yang Sedang Marak di Jepang

2 Mei 2024   23:31 Diperbarui: 2 Mei 2024   23:37 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi AI Generated Hikkikomori 

Hikikomori adalah istilah untuk menggambarkan seseorang yang tidak mau bersosialisasi, menarik diri dari lingkungan, dan berdiam diri di rumah dalam waktu yang lama. Keadaan ini tidak boleh dianggap sepele karena bisa menyebabkan stres, depresi bahkan muncul keinginan untuk bunuh diri.

Fenomena menarik diri tidak mau bermasyarakat ini lebih dikenal dengan istilah hikikomori yang diambil dari bahasa Jepang, karena Fenomena hikikomori tengah menghantui Jepang sekarang ini. Sekitar 1,5 juta penduduk di negara tersebut telah menarik diri dari kehidupan sosial.

Para hikikomori menjalani kehidupan yang tertutup. Sebagian besar dari mereka malah mengunci diri dalam rumah. 

Mereka akan mengisolasi diri dan menarik diri dari lingkungan setidaknya enam bulan sebagai akibat dari beberapa faktor. 

Hal yang perlu mendapat perhatian dari orang tua adalah gejala hikikomori dapat mulai muncul di usia remaja.

Itu sebabnya, saat anda mulai melihat gelagat anak sesuai dengan gejala di atas, jangan dibiarkan. Apalagi kondisi tersebut dapat terus berlangsung hingga usia paruh baya. 

Istilah hikikomori sudah mulai populer sejak tahun 1990-an. Namun, pada tahun 2004, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang membuat kriteria berisi hikomori, yaitu:

- Seseorang dengan gaya hidup yang berpusat di rumahnya

Tidak memiliki ketertarikan atau pun kemauan untuk pergi ke sekolah atau bekerja, anak cenderung mengurung diri di kamar

Isolasi telah berlangsung setidaknya selama enam bulan berturut-turut

Tidak memiliki gangguan mental: seperti skizofrenia, retardasi mental, atau pun lainnya

Tidak memiliki relasi dengan orang lain, misalnya pertemanan

Seringkali mereka mengubah jam tidur (tidur di siang hari, dan bangun di malam hari) untuk menghindari interaksi dengan orang lain

Beberapa pelaku hikikomori menyatakan dapat tetap berinteraksi jika berhubungan dengan orang asing yang tidak mereka kenal

Mereka umumnya mampu keluar rumah, misalnya untuk membeli barang keperluan hidup, walau biasanya dilakukan pada malam hari

Kebanyakan dari mereka juga bergantung secara finansial pada orang tua untuk bertahan hidup

Cara mengatasi anak hikikomori

Anda dapat membawanya berkonsultasi dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan terapi. Anda selaku orang tua harus menyadari bahwa ini bukan kondisi yang dapat sembuh atau berubah dalam waktu yang singkat. Dukungan dari orang-orang terdekat penting untuk melancarkan adaptasi hikikomori menuju kondisi yang lebih normal.

Memang berat menghadapi pertanyaan MENGAPA dan KAPAN di lingkungan sosial basa-basi. Jika sudah lulus kuliah ditanya kapan kerja. Jika sudah kerja ditanya kapan menikah. Jika sudah menikah ditanya kapan punya anak. Makanya pelaku hikikomori masih dapat berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal karena tidak harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan basa-basi di lingkuangan sosial seperti itu. Yang memang tidak bisa ditahan. 

Harus dibangun sikap santai dan tidak usah memperdulikan pertanyaan tersebut, dijawab ringan saja, alhamdulillaah memang belum dan ditutup dengan senyuman. Tapi memang bisa bersikap seperti itu tidaklah mudah, butuh latihan dan konseling. Karena kita tidak bisa mengatur lingkungan kita, yang kita bisa atur adalah bagaimana kita bersikap menghadapi hal kurang nyaman dari luar diri kita.

Dikutip dan diolah dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun