Kewaspadaan
Meskipun Sulut merupakan wilayah relatif aman dan sulit disulut melalui politik identitas maupun konflik, namun kehidupan masyarakat yang dinamis serta kemajuan teknologi dimana dengan mudah diakses oleh masyarakat, maka kewaspadaan wilayah tetap harus ditingkatkan. Dalam pertemuan-pertemuan yang terjadwal dalam program SSDN Sulut ini diperoleh informasi beberapa hal yang dapat menjadi  ancaman.
Pertama terkait dengan daerah perbatasan, salah satunya dibahas dalam diskusi dengan Pangdam XIII/Merdeka dan Kapolda Sulut, 5 Juli 2022. Wilayah perbatasan laut Indonesia dan Filipina didapati minim pengawasan sehingga rentan terhadap penyelundupan dan terorisme. Wilayah perbatasan laut di Maluku Utara dan Sulut seyogyanya menjadi lintasan tradisional masyarakat perbatasan Indonesia dan Filipina.Â
Nelayan Filipina sering merapat di utara Morotai dan menukar kebutuhan pokok serta hasil laut dengan warga setempat. Hal ini sering dimanfaatkan oleh kelompok teroris. Jika ekonomi perbatasan RI ini tidak dibangun, maka penyelundupan dan terorisme dapat menjadi ancaman. Penambahan apparat milter dan polisi di perbatasan sangat dibutuhkan dan perlu didukung dengan dana memadai untuk hidup di perbatasan.
Sulut adalah provinsi yang berbatasan langsung dengan Filipina, memiliki letak strategis karena berada di bibir Samudera Pasifik sebagai jalur perdagangan dunia.  Ada delapan pulau terdepan yang secara administratif berada di tiga kabupaten. Namun, baru tiga pulau saja yang dijaga oleh Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar yaitu Miangas, Marore dan Marampit. Tingkat kejahatan lintas negara juga cukup besar. Pihak keamanan menangani banyak kasus pelanggaran hukum khususnya pidana narkotika dan perikanan di wilayah perbatasan. Kejahatan ini  melibatkan warga negara lain bahkan juga internasional seperti penjualan senjata, terorisme hingga perdagangan orang. Pulau Marore memiliki pulau kecil yang memungkinkan orang masuk tanpa melapor ke border cross area (BCA).
Persoalan lain yang dibahas dalam diskusi di DPRD Sulut adalah tentang nasib warga keturunan Philipina-Sanger (Pisang) dan Sanger-Philipina (Sapi). Warga tersebut masih belum diakui kewarganegaraannya baik di Indonesia maupun di Filipina, khususnya yang bermukim di Kota Bitung dan Kabupaten Kepulauan Sangihe/Talaud. Terkait dengan orang asing tanpa dokumen ini, terdapat 1490 WNA Filipina tinggal di Sulut. Demikian pula dengan isu Papua yang mewarnai beberapa demo mahasiswa belakangan ini di Manado.
Prioritas
Dengan adanya pengembangan Bitung sebagai kota digital (smart city), maka Pemda perlu bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) RI guna mempersiapkan  akses internet hingga ke wilayah-wilayah perbatasan sebagai yang turut menjaga keamanan wilayah bersamaan dengan penambahan personal keamanan dan kepolisian.Â
Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan serta pendidikan perlu ditingkatkan agar mereka tidak menjadi sasaran penyusupan gerakan teroris atau bentuk kejahatan lain yang terselubung.Â
Peningkatan pendidikan dan lapangan kerja dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan vokasi, industri pariwisata serta pengusaha melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Misalnya program Bank Sampah yang diawali oleh PT Unilever Indonesia. Demikian pula pemberian tunjangan hari raya dan Kesehatan BPJS tak hanya kepada para supir ojol dan satpam, tetapi tak kalah penting kepada para pekerja rumah tangga. Halmana diharapkan dapat memperkecil gerakan perdagangan manusia yang umumnya disebabkan oleh kemiskinan.
Berbagai keindahan alam, kekayaan kuliner serta budaya akan dapat memperkuat pengembangan pariwisata Sulut dalam mengotimalkan era Bonus Demografi. Penyiapan kaum muda untuk terjun di industri pariwisata selain akan memperkuat SDM dan SDA terutama pasca pandemi, juga melalui peningkatan perekonomian daerah akan memperkuat pula pertahanan dan keamanan wilayah. Hal ini sejalan dengan wisata super prioritas yang akan dikembangkan selain di Likupang, Â Minahasa Utara.Â