Meski modernisasi dan kemajuan teknologi digital merambah ke segala aspek kehidupan masyarakat, Sulut tetap menjaga tradisi kebersamaan dan gotong royong. Prinsip Mapalus yang semula diimplementasikan terbatas pada peristiwa keagamaan atau perayaan seperti pernikahan, kedukaan, bertani dan pembangunan rumah panggung, sesuai perkembangan jaman diberlakukan lebih luas lagi pada aspek-aspek ekonomi, politik dan pertahanan keamanan wilayah.  Mapalus menjadi sebuah kekuatan yang menyatukan unsur sumber daya manusia dan kekayaan alam karena terorganisasi melalui kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 50 orang di masyarakat akar rumput. Di dalamnya ada kesepakatan aturan dan kewajiban kerja  Hal ini yang kemudian menjadikan konflik-konflik dalam masyarakat dapat diminimalisir.
5 Asas
Walaupun budaya Mapalus berasal dari suku Minahasa tetapi dilakukan juga oleh seluruh warga. Suku Minahasa yang adalah suku terbesar di Sulut, merupakan perpaduan sub-etnis Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Tombulu, Tondano, Tonsawang, Tonsea, dan Tontemboan. Wilayah-wilayah tempat bermukim mayoritas orang Minahasa Raya adalah Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Manado, dan Kota Tomohon.Â
Sebagaimana dasar negara Pancasila yang memiliki lima asas, budaya Mapaluspun terdiri dari lima asas, yakni : Asas religius; Â Asas kekeluargaan; Asas musyawarah dan mufakat; Asas kerja bersama; dan Asas persatuan dan kesatuan. Dapat dipahami disini Mapalus dan Pancasila memiliki keselarasan dalam nilai-nilai luhur yaitu mengedepankan nilai ketuhanan, kekeluargaan, musyawarah mufakat, kerjasama, dan persatuan
Dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw diutarakan  gerakan 'Mari jo Bakobong' (Ayo berkebun), dimaksudkan untuk ketahanan pangan daerah. Pemda mengajak warga menggunakan lahan telantar agar menjadi produktif. Pada masa pandemik Covid-19 sektor pertanian dan perkebunan terbukti tetap bertahan. Â
Gerakan Mari jo Bakobong ini antara lain dilakukan melalui penanaman bawang merah dan panen kacang merah, serta penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 dan pemberian perlindungan  asuransi kepada petani. Hingga kini sudah ratusan miliar bantuan kepada petani di daerah ini. Program tersebut membawa semangat untuk memperkuat ketahanan pangan, yang akan berdampak pula pada ketahanan daerah. Pemanfaatan lahan tidur ini akan menghasilkan komoditas yang menjadi kebutuhan konsumsi masyarakat.
Mapalus
Melalui aspek-aspek diatas, dapat dipahami jika masyarakat Sulut tak mudah tergosok oleh isu-isu keagamaan sebagaimana banyak terjadi di wilayah lain seperti DKI Jakarta. Politik Identitas berjalan secara positif di wilayah Nyiur Melambai ini. Politik Identitas merupakan cara berpolitik yang melihat kesamaan dari keberagaman yang ada seperti agama, etnis, golongan.Â
Dalam kaitan dengan dunia politik, politik identitas digunakan untuk memperoleh suara dalam pemilihan umum atau daerah dan karenanya seringkali menimbulkan konflik, karena aspek agama dan suku merupakan sesuatu yang sensitif namun efektif untuk menyulut pertentangan. Menurut Agnes Hiller, Politik identitas adalah konsep dan gerakan politik yang berfokus pada perbedaan. Secara positif, politik identitas memberi ruang bagi keterbukaan, kebebasan ide yang dapat memenuhi kepentingan yang ada. Perbedaan- perbedaan tersebut didasarkan atas isu gender, etnis, fisiologis, agama dan bahasa.
Budaya Mapalus ini memiliki kekuatan meredam konflik  karena bekerja mulai dari akar rumput yakni masyarakat desa. Sebagai contoh saat hari raya keagamaan, secara bergantian warga menjaga keamanan. Pada Hari Raya Idulfitri pemuda dan masyarakat non Islam ikut menjaga keamanan mereka yang beribadah di masjid.Â
Demikian sebaliknya, saat hari raya Natal dan perayaan-perayaan lainnya para pemeluk agama yang berbeda termasuk aliran kepercayaan turut menjaga kehikmatan mereka yang beribadah. Kebiasaan saling menjaga ini juga terbawa dalam kehidupan demokrasi yakni pada saat Pilkada atau Pemilu. Hal ini ditegaskan dalam pertemuan dan diskusi PPRA LXIV SSDN Sulut dengan DPRD Sulut dari berbagai partai, bahwa politik identitas justru menjadi perekat antar partai.