"Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri." RA Kartini
Pengarusutamaan Gender (PUG) masih sering menjadi pembicaraan hangat dalam berbagai forum.  Kebijakan PUG di Indonesia diawali dari instruksi presiden  pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Instruksi presiden ini menjadi kebijakan yang berisi strategi dalam mengintegrasikan gender pada program pembangunan nasional (Inpres no. 9 tahun 2000 ).
PUG secara sederhana dimaknai sebagai suatu proses yang menjamin perempuan dan laki-laki memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap aspek sumber daya, pembangunan, pengambilan keputusan dan program pemerintah. Hal ini merupakan salah satu strategi global dalam mempromosikan kesetaraan gender di berbagai negara di dunia. Â
International Development Studies Concept Paper-21 menyebutkan "Gender bekerja untuk mengatasi hambatan stereotipe dan prasangka sehingga kedua jenis kelamin mampu secara sama-sama berpartisipasi dan mengambil manfaat dari perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan politik dalam masyarakat".
Menengok ke belakang, kesetaraan gender (gender equality) merupakan  mandat yang telah disepakati oleh setiap negara terhadap Aksi Beijing Platform 1995. Konferensi Perempuan Sedunia di Beijing, Cina ini memuat seperangkat ketentuan tentang pemberdayaan dan penegakan hak-hak perempuan.  Platform Aksi Beijing juga mensyaratkan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan melalui penerapan CEDAW (Committee on the Elimination of Discrimination Against Women) sebagai instrumen internasional utama yang mengatur penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Melalui berbagai liputan dan laporan dari lembaga-lembaga terkait, sangat disadari bahwa hingga saat ini masih sering terjadi ketidakadilan gender yang dialami perempuan baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Padahal salah satu tujuan pembangunan manusia (human development) di Indonesia adalah untuk mencapai Kesetaraan Gender  dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan (Bappenas, 2010).
Merujuk pada Tujuan ke 5 Pembangunan Berkelanjutan (SGDs-Sustainable Delvelopment Goals), bahwa Keseteraan gender akan memperkuat kemampuan Negara untuk mengurangi kemiskinan dan memerintah secara efektif. Dengan demikian memromosikan kesetaraan gender adalah bagian dari strategi pembangunan dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup.
Stereotype
      Lies Marcoes Natsir, Direktur Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) dalam sebuah webinar nasional yang diselenggarakan oleh DPP Wanita Katolik RI dalam rangka memperingati Hari Kartini, 30 April 2022 mengemukakan Gender Concept dalam Mempromosikan Partisipasi Perempuan. Lies yang menjadi pelatih dan konsultan di bidang hak-hak perempuan dan Islam menyebutkan stereotype yang berkembang dalam masyarakat menyangkut pada peran ganda seorang perempuan, kekerasan yang masih terus menimpa  dan pemiskinan. Ketiga aspek tersebut merupakan bentuk diskriminasi berbasis gender. Â
      Menurut Lies yang adalah pakar gender di The Asia Foundation (2002-2013), ada tiga fungsi gender yakni pertama sebagai Alat Periksa yang membedakan lelaki dan perempuan. Fungsi ini masuk dalam kategori sosial yakni membedakan kaum lelaki dan perempuan menurut fisik atau biologisnya. "Jika perbedaan hanya melihat dari sisi ini, maka manusia tak bedanya dengan binatang ada jantan ada betina. Untungnya dalam perkembangan ilmu, hadirlah konsep PUG," jelasnya. Kedua, sebagai Alat Analisis yang dalam ilmu-ilmu Sosial digunakan untuk memeriksa adanya kesenjangan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol antara lelaki dan perempuan. Ketiga, Alat Advokasi sebagai cara untuk dapat mengubah atau mengatasi kesenjangan gender.
      Sebagai seorang konsultan senior, Lies telah menerbitkan berbagai karya di bidang pencegahan perkawinan dan fundamentalisme menyangkut Kesaksian Para Pengabdi dan Inspirasi Jihad Kaum Jihadis.  Selanjutnya, pada Februari 2021, ia menerbitkan buku terbarunya, Merebut Tafsir  yang merupakan kumpulan esai tentang gender, Islam, dan pemberdayaan  serta Membaca Perempuan dalam Gerakan Radikal (Afkaruna, 2022). Â
Â
PUG dalam Gereja Katolik
      Romo Paulus Christian Siswantoko meninjau PUG dari sudut pandang Gereja yang Berperspektif  Gender Equality. Utamanya adalah memahami Bunda Maria yang berperan aktif dalam pewartaan kasih Allah. "Maria sebagai perempuan memiliki peran yang sangat luar biasa dalam karya penyelamatan Allah" jelasnya. Melalui dogma Maria, gereja Katolik meletakkan penghormatan tertingi bagi Maria sebagai Bunda, jalan penebusan serta mediator segala rahmat.  Romo Siswantoko yang menjabat sebagai sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menekankan bahwa perempuan adalah istimewa. Dalam peribadatan pun laki-laki dan perempuan duduk bersama dan memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam liturgi seperti menjadi misdinar, lektor, prodiakon. Demikian pula, dalam organisasi, mereka mempunyai peran yang sama apakah menjadi Ketua Lingkungan, Ketua Wilayah, atau Dewan Paroki.
      Lulusan S2 Academia Alfonsiana, Universitas Lateranensis, Roma ini menegaskan bahwa gereja juga mendorong kaum perempuan untuk terlibat dalam kehidupan sosial politk dan jabatan-jabatan publik seperti DPR, DPD, komisi-komisi dan Lembaga negara lainnya. "PUG seyoyganya diimplementasikan mulai dari dalam keluarga yaitu bagaimana relasi dibangun antar anggota keluarga dengan menerapkan hubungan yang adil gender,"contohnya. Dikemukakan, dalam dunia pendidikan perlu memberi pemahaman yang tepat tentang gender sehingga mampu membentuk konstruksi sosial yang benar juga terhadap peran laki-laki dan perempuan. Terkait tata organisasi dalam gereja, Romo Siswantoko menyatakan bahwa gereja senantiasa didorong untuk menerapkan relasi adil gender, sehingga umatpun diharapkan mampu menjadi duta-duta mengarusutamaan gender baik dalam internal gereja maupun masyarakat.
Â
PUG dan Organisasi
      Gender perlu mendapat perhatian karena dalam kebijakan tentang ilmu pengetahuan pun gender belum dimasukkan sebagai sebuah kebutuhan. Di sisi lain, hal ini merupakan strategi untuk menciptakan  masyarakat yang berkeadilan gender. Sebagai sebuah Organisasi Masyarakat bertaraf nasional, Wanita Katolik RI sangat perlu menurunkan konsep-konsep kesetaraan gender dalam praktik berorganisasi maupun bermasyarakat, sehingga bukan sekedar menjadi wacana. Pelaksanaan pengarusutamaan gender ditujukan agar terselenggaranya perencanaan,  pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan organisasi dan program mulai dari ranting hingga Pengurus Pusat.
      Justina Rostiawati, Ketua Presidium DPP Wanita Katolik RI  yang juga Komisioner Komnas Perempuan periode 2010-2014 memaparkan kiat-kiat praktis dalam membumikan PUG pada praktik berorganisasi. Ia menegaskan manfaat PUG adalah memperoleh akses kepada sumber daya pembangunan, berpartisipasi dalam seluruh proses pembangunan dan pengambilan keputusan, memiliki kontrol serta memperoleh hasil dari pembangunan. "Komitmen Wanita Katolik RI terhadap PUG jelas dan tertuang dalam Mukadimah AD-ART tahun 2018," jelasnya. Justina yang memiliki pengalaman kuat di bidang penelitian terutama isu perempuan dan gender serta hak asasi manusia dan pendidikan ini, menggarisbawahi pernyataannya melalui kebijakan dan program. Pertama terkait analisis situasi dan kondisi dalam wilayah kerja berbasis data. Selanjutnya menyusun program Kongres/Konferda/Konfercab berdasarkan data serta analisis sikon. "Dalam pelaksanaannya melakukan monev pada setiap kegiatan yang telah disusun dengan melibatkan multi stakeholders (kemitraan)."
      Kaderisasi merupakan aspek penting yang juga ditekankan oleh Justina yaitu menyiapkan anggota menjadi kader yang dapat ditempatkan dalam jabatan penyelenggara negara. "Wanita Katolik boleh menjadi anggota partai yang visi dan misinya selaras dengan organisasi. Namun, tidak dibenarkan menggunakan atau mengintegrasikan identitas partai politik ke dalam kegiatan organisasi," jelasnya. Sejalan dengan apa yang disampaikan Romo Siswantoko, pendiri Lembaga Pemberdayaan Komunitas Basis dan anggota Sekretariat Jaringan Mitra Perempuan ini mengingatkan bahwa pendidikan karakter bangsa dimulai sejak dini yaitu dalam keluarga. Program yang dikembangkan organisasi sehubungan dengan sensivitas gender adalah meningkatkan kapasitas, keterampilan perempuan serta meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menghapus kekerasan (KDRT).
     "Tak kalah penting adalah Melek Digital guna meningkatkan keterampilan IT dan membuka akses informasi yang lebih luas terhadap perkembangan jaman. Kemudian juga pendidikan politik perempuan yang mampu menyadari dan menyuarakan masalah keseharian. Beberapa Gerakan yang telah dan sedang dikembangkan Wanita Katolik RI mencakup Gerakan lingkungan hidup (daur ulang), ketahanan dan kedaulatan pangan yakni menanam sayur dan mengelola pangan keluarga dan komunitas, membangun Kampung Bineka dengan mengolah laham kosong lingkungan bersama komunitas lintas suku/agama, Lintas Mentari dan Gerakan dari Ibu untuk Indonesia khususnya dalam merespons pandemi Covid 19. ***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H