Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Kedua)

25 Juli 2021   01:52 Diperbarui: 25 Juli 2021   02:11 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepemimpinan bukan hanya kemampuan manajerial dan memengaruhi orang lain, tetapi keberanian untuk meluruskan yang tidak selaras, mencerahkan dimana ada kekaburan.  (Mathilda AMW Birowo)

Pada Bagian pertama telah saya kemukakan hasil penelitian tentang kepemimpnan perempuan pada organisasi-organisasi perempuan di Australia dan Indonesia. Tulisan terdahulu mengulas tentang bagaimana organisasi-organisasi perempuan yang bernaung di Queen Victoria Women's Center, Melbourne melakukan karya pelayanan mereka secara spesifik dari dan untuk perempuan. Masalah-masalah yang mereka tangani terkait dengan memberi peluang dan bimbingan bagi mereka yang mencari kerja, mendampingi korban kekerasan, kaum migran dan juga mempersiapkan perempuan masuk dalam parlemen. Dalam tulisan kedua ini, kita akan mengenal lebih jauh kiprah organisasi-organisasi perempuan di Australia terkait dengan isu-isu seputar kepercayaan dan ibu tunggal beserta anak-anaknya.

INKLUSIFITAS ORGANISASI DAN KOMUNITAS

The Australian Muslim Women's Centre for Human Rights (AMWCHR) - Pusat Hak-Hak Asasi Wanita Muslim Australia adalah sebuah organisasi yang beranggotakan wanita Muslim yang bekerja untuk memajukan hak dan status wanita muslim. Komunitas Muslim Australia ditandai dengan  keberagaman dan kerancuan tidak ada visi yang menentukan tentang Islam atau apa artinya menjadi muslim. AMWCHR adalah organisasi non-religius yang mencerminkan keragaman budaya, bahasa, dan sektarian dalam komunitas muslim. AMWCHR bekerja untuk menantang hierarki budaya atau sistem monopoli atau pengecualian yang berakibat pada berkurangnya hak dan status perempuan muslim. Kerangka kerja pemahaman organisasi adalah gerakan perempuan muslim internasional untuk kualitas dan martabat, tetapi tindakan dan perhatiannya difokuskan pada komunitas lokal di Australia. Hal-hal tersebut memperkuat apa yang dikemukakan oleh Amanda Sinclar dalam Women within Diversity: Risk and Possibilities bahwa beberapa  manfaat khusus dari sebuah pendekatan yang lebih luas dapat melihat dimensi keanekaragaman lebih dari sekedar fokus gender.

Tasneem Chopra sebagai ketua  AMWCHR menjelaskan area kerja mereka adalah mendukung perempuan muslim yang mengalami kekerasan domestik, pernikahan dini yang dipaksakan, ketunawismaan dan pengungsi, yang jumlahnya setengah dari komunitas muslim di Melbourne. Komunitas muslim memiliki banyak isu seperti perceraian, budaya patriarki, seksisme, dan rasisme. Demikian juga Islamofobia sangat buruk di Australia. Rasisme dan seksisme dilihat AMWCHR dalam kerangka interseksionalitas sebagaimana dua organisasi lainnya. Tasneem telah terlibat sebagai dewan sejak didirikan lebih dari 19 tahun yang lalu.

Interseksi adalah pertemuan keanggotaan dari dua suku bangsa atau lebih pada  kelompok-kelompok sosial dalam suatu masyarakat yang majemuk. Interseksionalitas merupakan pendekatan yang dijalankan oleh organisasi-organisasi perempuan ini karena mereka memahami bahwa isu kesetaraan dan ketidakadilan gender sangat terkait dengan politik, sosial budaya, dan ekonomi. Ini menjadi pelajaran penting bagi organisasi perempuan di Indonesia termasuk yang berlatar belakang  agama untuk mengkaji isu secara interseksional sehingga isu terurai dari semua aspek dan penanganannya dari semua level baik individu, organisasi hingga  kebijakan negara.

Sebuah lembaga di Australia bernama Council Single Mothers & Their Children (CSMC) yang dididirikan 20 tahun lalu, merespon dengan baik situasi yang dialami ibu tunggal. Lembaga yang dipimpin oleh Jenny Davidson ini berkomitmen untuk memberdayakan ibu tunggal agar mereka mampu melakukan perubahan akan kehidupannya sendiri. Di Australia (menurut data saat penelitian dilakukan) terdapat 255 ribu atau sekitar 13 persen perempuan menjadi ibu tunggal dengan banyak sebab, baik karena tidak menikah, bercerai, suami meninggal atau sebab lainya. CSMC merupakan Dewan Ibu Tunggal dan Anak-anak mereka yang memberikan dukungan, informasi, dan rujukan terutama melalui Saluran Dukungan Telepon.  Jenny adalah pemimpin berbasis nilai dengan pengalaman enam belas tahun di sektor nirlaba. Jenny telah memegang beragam peran manajemen di organisasi wanita, orang muda, dan kesehatan di Australia, dengan fokus pada hak-hak wanita. Jenny memegang gelar MBA dari Melbourne Business School dan bersemangat tentang pertumbuhan kesetaraan dan menciptakan peluang bagi orang lain untuk berkembang

Beberapa persoalan yang dihadapi ibu tunggal adalah kesulitan keuangan, KDRT, perumahan dan pembiayaan pendidikan anak. Penghasilan ibu tunggal di Australia lebih rendah bila dibanding dengan keluarga utuh. Sebagai perbandingan, dalam dua minggu, ibu tunggal hanya menghasilkan 661 dolar, sementara keluarga utuh sebesar 1844 dolar. Jumlah tersebut tidak mencukupi untuk makan, pendidikan anak dan tempat tinggal yang layak di Australia, sementara tunjangan kemiskinan dari negara belum naik dalam 20 tahun terakhir.

CSMC memberikan informasi mengenai hasil penelitian, perkembangan ekonomi, pendidikan anak melalui brosur, leaflet, bulletin dan media online dalam lima Bahasa untuk memastikan informasi tersebut bisa dibaca oleh semua ibu tunggal, terutama perempuan imigran yang tidak mampu berbahasa Inggris dengan baik. Meskipun selalu mendampingi kehidupan ibu tunggal, ada juga masalah yang terus menerus dihadapi perempuan dalam membesarkan anak.

Beberapa tahun lalu, di Australia, jika terjadi KDRT, polisi hanya menganggap sebagai masalah rumah tangga, tidak peduli seberapa parah luka fisik dan psikis yang dialami oleh perempuan. Begitu pula yang dilakukan oleh media, perempuan selalu berada dalam posisi yang dirugikan. Apalagi jika perempuan yang menjadi korban tersebut tidak memiliki cukup kemampuan untuk berbicara dengan polisi maupun media. Menghadapi situasi demikian, sebuah lembaga bernama Domestic Violence Victoria yang dipimpin oleh Fiona McCormack, melakukan penguatan kemampuan perempuan dalam berbicara dengan media agar bisa memastikan kasus yang mereka hadapi adalah isu penting. Hal ini mendesak dilakukan karena sebenarnya media bisa menjadi alat edukasi kepada masyarakat guna  meningkatkan kepedulian pada kasus-kasus KDRT. Sehingga sangat penting mendidik media agar menyampaikan fakta dengan benar dan berpihak pada kepentingan perempuan. Lembaga ini juga berusaha memastikan media mudah mengakses informasi KDRT untuk menjadi bahan pemberitaan mereka. Lembaga ini sekaligus memiliki jaringan ahli yang mampu menjelaskan kasus KDRT dari berbagai sudut pandang.

Fiona adalah CEO Kekerasan dalam Rumah Tangga Victoria dimana yang menjadi sorotan atas pekerjaannya antara lain mempresentasikan tentang kekerasan rumah tangga  di China dan Vietnam bersama  Komisi Hak Asasi Manusia. Mereka menghadirkan Pelapor Khusus PBB tentang  konvensi kekerasan keluarga, dan bertindak sebagai saksi ahli untuk pemeriksaan penahanan kolonial dan Komisi Kerajaan dalam Kekerasan Keluarga. Ia juga  mengajukan kepada Komisi PBB tentang Status Paralel LSM Perempuan dan  tanggapan terhadap kekerasan pada perempuan.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Victoria (Domestic Violence Victoria - DV Vic) adalah badan puncak untuk layanan kekerasan keluarga khusus  untuk wanita dan anak-anak. Ini adalah organisasi non-pemerintah yang independen. Tujuan mereka agar perempuan dan anak-anak dapat menjalani kehidupan yang dipenuhi bebas dari rasa takut dan kekerasan. Mereka yang terlibat dalam gerakan organisasi ini didukung oleh pengalaman perempuan dan anak-anak yang terkena dampak kekerasan keluarga. DV Vic berkomitmen pada nilai-nilai inti kesetaraan, integritas dan rasa hormat. Nilai-nilai ini tercermin dalam cara kerja dan keterlibatan dengan orang lain termasuk anggota, kolega, dan pemerintah. Dalam melakukan pelayanannya, DV Vic bekerja atas nama anggota  yang mereka wakili yaitu lebih dari 80 organisasi di seluruh negara bagian.

Praktik Inklusif 

Saya dan 25 perwakilan dari berbagai organisasi perempuan di Indonesia sempat menghadiri acara di Darebin Art & Entertainment Centre. Di sana kami menyaksikan warga Darebin yang beragama Hindu menyelenggarakan Festival Ganesh Chaturthi di gedung tempat bertemunya warga Darebin dari berbagai latar belakang agama dan etnis. Satu patung Ganesha tegak berdiri dan dikelilingi oleh sesajen dari bunga dan sayuran. Beberapa gadis berdandan khas India, siap menari memeriahkan Hari Suci untuk menghormati Dewa Ganesha yang juga dikenal sebagai Penghapus Hambatan.

Doc by Pelita/Darebin
Doc by Pelita/Darebin

Setelah mengikuti perayaan Ganesha Chaturthi, peserta mengikuti acara dialog lintas agama yang difasilitasi oleh Dewan Lintas Iman Darebin dan dihadiri oleh Lina Messina, Wakil Walikota Darebin. Perwakilan dari berbagai agama hadir antara lain Ruth dari Yahudi, Abdul Aziz dari Islam, Julie dari Katolik, Sue dari Bahai dan Singh dari Sikh. Para anggota Dewan ini mengajukan diri secara sukarela untuk "berbakti" demi mewujudkan keharmonisan masyarakatdi Darebin yang sangat plural.

Kota Darebin dihuni  lebih dari 150 ribu orang dari berbagai bangsa, bahasa dan agama. Penganut agama terbanyak di Darebin adalah Katolik Roma, menyusul Islam, Hindu, Buddha dan Zoroaster.  Dewan Lintas Iman Darebin didirikan untuk membantu masyarakat memahami perbedaan serta menyelenggarakan berbagai event bersama-sama. Salah satunya dengan mengangkat "Interfaith Development Officer" yang fokus bekerja membangun ruang-ruang dialog diantara berbagai agama. Menurut Interfaith Development Officer Kota Darebin, Abdul Aziz,tiga tahun lalu di Darebin pernah diadakan diskusi panel tentang iman dan seksualitas serta bagaimana pandangan agama-agama tentang isu ini. Dewan juga mendukung penyelenggaraan perayaan-perayaan internasional seperti peringatan hari hak azasi manusia, hari perdamaian dan Interfaith Harmony Week.

Poin penting lainnya dari sesi diskusi adalah pemerintah Australia tidak mengeluarkan regulasi khusus tentang pengelolaan agama dalam masyarakat, akan tetapi pemerintah mendukung sekolah-sekolah berbasis agama. Tentang umat Islam di Australia, Abdul Aziz menjelaskan bahwa ada 6% umat Islam di Darebin. Sementara di Australia, umat Islam berjumlah 2.5% dari seluruh penduduk, yang datang dari 60 negara seperti Lebanon, Turki, AfrikaTimur, Bosnia, Kosovo, Afrika Utara dan Asia Tenggara.

Ada dua hal yang cukup spesial di Darebin. Pertama, Dewan Imam dan Mufti di Australia berada di Darebin, mereka bekerja bahu membahu. Kedua, hanya 100 meter dari tempat acara pertemuan (Darebin Art & Entertainment Centre), terdapat "Monumen Keberagaman". Monumen itu merupakan sebuah tempat pertemuan dimana setiap tahun masyarakat dari berbagai kultur, bangsa, dan agama berjumpa untuk memperkuat komitmen mewujudkan koeksistensi damai.

Darebin juga memiliki masjid terbanyak di daerah Victoria. Di titik inilah keberadaan Dewan menjadi sangat krusial. Menurut Ruth, nilai-nilai keberagaman dan toleransi tidak secara spesifik diajarkan di sekolah, akan tetapi pihak sekolah diminta untuk mengajarkan anak-anak bahwa semua orang adalah setara. Setiap tahun sekolah-sekolah juga merayakan "Hari Internasional"dimana setiap siswa memakai pakaian tradisional dan membawa makanan khas dari negara masing-masing untuk saling berbagi dengan teman-temannya. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa setiap kultur dan agama harus diperkenalkan, meskipun mereka semua adalah warga negara Australia. Dewan Kota Darebin mendukung dan membantu para siswa untuk mengunjungi berbagai tempat ibadah. Karena diyakini bahwa nilai-nilai harmoni, kedamaian dan toleransi antar agama harus ditanamkan sejak dini.

Ms. Julie dari komunitas Katolik berbagi pengalaman tentang program di sekolah dimana hampir semua muridnya adalah Protestan, kulit putih Anglo-Saxon (WASP). Sebagai guru di sekolah tersebut, Julie membuat program ekskursi bagi 200 murid yang berusia 15 tahun, yang dibagi dalam 4 kelompok (50 orang). Masing-masing kelompok mengunjungi masjid, Gurdwara (kuil Sikh), Kuil Buddha, Kuil Hindu dan Kuil Taoist.  Mereka menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada para guru, khususnya kunjungan ke kuil yang buka sepanjang hari dan orang datang bergantian untuk beribadah. Program ini sangat baik untuk dilanjutkan dan direplikasi di sekolah-sekolah lain. Menurut Julie, anak-anak muda sangat terbuka untuk menghormati dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mengenal agama-agama lain.

Bersambung -- Bagian Ketiga dari hasil penelitian ini akan mengutarakan tentang Organisasi dan kiprah perempuan dalam dunia politik serta bagaimana mereka dipersiapkan untuk menghadapi media.

Acuan Utama:

tangkapan layar
tangkapan layar

Materi pendukung:

Birowo, Mathilda A.M.W. (2016).  Mengembangkan Kompetensi Etis di Lingkungan Kita. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

__________ dan Indah Soekotjo (2015) Brand Yourself . Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Dirk Van Dierendnock , Kathleen Patterson, 2010. Servant Leadership Developments in Theory and Research. Palgrave Macmillan.

Grundy, S dan Kemmis, S (1981). Educational Action Research in Australia: the state of the Art (an overview). Dalam the Action Research Reader. Geelong, Victoria, Deakin University

Neuschel, Robert P (2005). The Servant Leader: Unleashing the Power of Your People. Illinois: Northwestern University Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun