Mohon tunggu...
BeritaUtamaKalbar
BeritaUtamaKalbar Mohon Tunggu... Aktor - Kalbar

Pontianak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asnol Abidi S.Pd: Menyikapi Tabir Memahami Hikmah di Balik Pandemi Covid-19 terhadap Pendidikan Nasional

28 Juli 2020   19:32 Diperbarui: 28 Juli 2020   19:46 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



MENYINGKAP TABIR MEMAHAMI HIKMAH DI BALIK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KEKINIAN PENDIDIKAN NASIONAL.
(sebuah ikhtisar dan kajian mendalam untuk orang tua, sekolah dan institusi-lembaga pemerintah)

Pada saat Pandemi Covid-19 sedang dialami oleh dunia dan negara kita Indonesia, dimana sekolah memberlakukan Belajar dan Pembelajaran di rumah sesuai Surat Edaran Kemendikbud Nomor : 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, demikian pula dengan sistem belajar jarak jauh yang diberlakukan Kemendikti terhadap Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.

Sekolah sebagai lembaga formal harus melaksanakan protokoler pembelajaran yang dilakukan dari rumah oleh peserta didik, dimana guru selaku pendidik memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk belajar di rumah dengan bimbingan dan pengawasan orang tua, sehingga orang tua belajar mengajar dan membimbing anaknya mengerjakan tugas-tugas sekolah. 

Jika kita mau merenungkan sejenak menyingkap tabir dan memahami hikmahnya di balik ini semua, ada banyak manfaat dengan beberapa kesimpulan pemberlakuan belajar dari rumah selama Pandemi adalah sbb  :

1. Orang tua belajar secara langsung merasakan menjadi guru dan mendidik anaknya di rumah;
2. Orang tua menjadi mengerti betapa pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab sekolah yang notabone guru sebagai pendidik;
3. Orang tua merasakan betapa beratnya tugas dan peran guru dalam membentuk kepribadian anak dan mencerdaskan anak bangsa;
4. Peran sinergis antar orang tua dan sekolah serta guru dalam memberlangsungkan pendidikan dan pembelajaran anak dari rumah oleh sekolah;
5. Jika selama ini orang tua hanya menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan kepada sekolah maka ketika orang tua merasakan bagaimana beratnya peran strategis guru dalam mendidik anaknya, sehingga sekolah dan guru menjadi tonggak sejarah yang fundamentalis dan sangatlah penting dalam menciptakan manusia yang bermanfaat dan cerdas dalam belajar.

Karena itu dalam kedudukan, fungsi dan peran strategis serta tanggung jawab orang tua kepada anaknya adalah lebih utama dan terutama yang kemudian dijamin oleh negara dengan melegalkan pendidikan secara formal yakni sekolah, hal ini sesuai dengan konsep dan tujuan  pendidikan nasional sebagaimana tujuan pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dengan tidak mengabaikan pendidikan berkarakter sebagai upaya membentuk kepribadian yang bernilai, bermoral (berakhlak mulia), bermartabat dan berintegritas melalui kebijakan pembangunan nasional di bidang pendidikan yakni telah termaktub dalam UUD 1945 yang kemudian tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas bahwa pendidikan nasional sebagai bagian dari pembaharuan visi, misi dan strategi pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dimana pendidikan nasional memiliki 

"Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah". 

Sejalan dengan itu sebagaimana dimaksud pula tentang tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dengan Tap MPR No. II/MPR/1988 dikatakan: " Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian , berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan trampil serta sehat jasmani dan rohani ".

Rancangan dan pedoman pendidikan nasional kita begitu kompleks bahkan sempurna, namun pada kenyataannya dan faktanya pada saat ini kita dapat menyaksikan juga  merasakankan bahwa pendidikan yang telah dilaksanakan hanya mampu menghasilkan serta menampilkan banyak orang pintar (pandai) tetapi bermasalah dengan hati nuraninya yang mencerminkan sikap, tindakan, prilaku, etika-moral yang nampaknya penampilan dan kinerjanya tidak dapat menampilkan karakter dan jati diri sebagai individu dan  pribadi yang utuh sebagai manusia. 

Pendidikan kita seperti kehilangan konsep dan arah yang belum mampu mengaplikasikan rancangan dan pedoman pendidikan nasional yang berlandaskan filosofi, peradaban-budaya, agama, dan berwawasan kebangsaan. 

Keniscayaan pendidikan kita secara global mengalami deregulasi dan multi dekadensi sehingga di tengah menghadapi peradaban dan tantangan zaman yang selalu berubah keberlangsungan pendidikan kita menjadi kabur, redup bahkan pudar, penampilan jati diri dan karakter sebagai bangsa yang ditempa oleh peradaban dan sejarah seperti tidak membekas, mengambang dan kabur (borderless of character). 

Fenomena dan dilema ini nampak dari berbagai pranata keluarga seperti melemahnya ketahanan keluarga (family tie), yakni membina prilaku pendidikan keluarga sedangkan pranata agama dimana saat ini banyak orang yang fanatismenya tinggi terhadap agama yang dia anut dan selalu berbicara kebenaran tapi tidak dapat menyatukan sikap dan perbuatannya yang selalu menganggap dirinya benar, kadang kesehariannya intoleran terhadap agama lain, pranata ekonomi yang belum stabil, prilaku dan kegiatan pasar, produksi, konsumsi barang dan jasa yang dibutuhkan meliputi keseimbangan dan keadilan sosial dan kemakmuran bersama hanya dinikmati oleh kalangan tertentu, sedangkan pendapatan dan ekonomi masyarakat masih minim dan jauh di bawah rata-rata. 

Pranata politik meliputi segala tindakan atau kebijakan hanya untuk kepentingan kelompok dan golongan dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat-masyarakat, politik tidak lagi berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan berfungsi sebagai pelindung dan penyalur aspirasi, memberikan pembelajaran dinamika politik yang santun dan harmonis, meningkatkan kesadaran berpolitik dan mendewasakan masyarakat dalam berdemokrasi tapi malah berbalik arah dan haluan dan menjurus pada kepentingan kekuasaan, jabatan, untuk kelompok dan koloni dalam pusaran oligarki kekuasaan dan cenderung menjadi power syndrom antar para politisi, elit-tokoh sehingga mengorbankan kedaulatan tertinggi yakni rakyat. Padahal sejatinya politik dan demokrasi itu adalah dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat artinya dari rakyat, untuk memperkuat pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

Mirisnya pendidikan kita saat ini hanya sekedar slogan kebijakan dan pencitraan tanpa memikirkan dampak dan konsekuensi logis yang terburuk terhadap Pertanggungjawaban para pemangku kebijakan dan pembuat keputusan sebab pencanangan wawasan kebangsaan dan jati diri dan pembangunan karakter (character buliding) secara mentalitas telah terabaikan dimana kesannya kita hanya memfokuskan sasaran menguasai Iptek, dan latarbelakang disiplin ilmu sementara ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat sebagai elemen ketahanan nasional kita belum kokoh dan berdiri tegak dalam setiap jiwa raga regenerasi kita.

Kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud saat ini yakni program organisasi penggerak Kemendikbud sedang mengalami kisruh sebab menuai banyak kontroversial publik dan berbagai pihak diantaranya tidak akuntabel dan transparan dalam pemanfaatan dan pengelolaan anggaran akibatnya dikhawatirkan berpeluang tidak tepat sasaran atau salah sasaran bagi sekolah yang notabone sekolah yang urgensial diperbantukan dengan anggaran miliaran rupiah namun tidak efektif dan terkendalinya sistem operasional dan pengelolaannya. Padahal yang sangat urgensial sekali adalah bagaimana anggaran tersebut menyentuh level bawah terutama daerah Terpencil, Tertinggal dan Terluar dengan dasar memperkuat pendidikan karakter dan kompetensi para pengajar atau pendidik sebagai pencerah dan pencerdas anak bangsa.

Karena sangat penting dan utama pendidikan karakter (akhlak) dimulai dari tataran keluarga, sosial-masyarakat sebagai kumpulan daya juang pemikiran, sikap dan perilaku. Imam Al-Ghazali memberikan Fatwa dalam kitab Ihya Ulumuddin yang berarti: "Akhlak adalah sifat yang tertanam/menghujam di dalam jiwa dan dengan sifat itu seseorang akan secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap, tindakan dan perbuatannya.

Nah disinilah fondasi utama bagi seorang individu sebagai pribadi yang berkarakter dan berjati diri.

Jika kita pahami dan analisa bahwa kurikulum yang diberlakukan pemerintah saat ini begitu rumit, ribet bahkan multi dilema yang mempersulit pelaksanaan program belajar dan pembelajaran.

Karena itu urgensial sekali institusi pendidikan dan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan  dapat merumuskan konsep-konsep dan nilai dasar dan komponen kurikulum yang terarah, terukur dan terintegritas dengan pembentukan karakter secara cermat, tepat dan mudah untuk dilaksanakan oleh sekolah dan guru sebagai pendidik anak bangsa. Sebab sungguh benar adanya perkataan Rasulullah SAW  :"Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke Liang Lahat", sebagai asas pendidikan sepanjang hayat (long life education)

Catatan penting dan dapat menginspirasi kita semua baik sebagai orang tua maupun guru selaku pendidik adalah "Kita Sekolah Bukan Untuk Belajar Tapi Untuk Kehidupan". (Non Schole, Sed Vitae Discimus ; Latin : Seneca seorang ahli filsuf dan Pujangga Romawi). Semoga bermanfaat dan berkah untuk kita semua, Aaamiiin. Salam santun-damai untuk kita semua Ungkapnya

Putussibau,  27 Juli 2020 

Asnol Abidin S.Pd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun