Mohon tunggu...
Matheus Randy Prabowo
Matheus Randy Prabowo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Karyawan swasta

Lulus S1 selama 6 tahun

Selanjutnya

Tutup

Home Pilihan

Berkebun Dimulai dari Memanen

24 Februari 2024   04:15 Diperbarui: 24 Februari 2024   04:23 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika saya memulai untuk berkebun, saya memikirkan sebuah pertanyaan. Mungkin semua orang memikirkan ini. Saya harus mulai dari mana? Atau membeli media tanam? Atau membeli bibit? Atau mulai menebar biji-bijian yang kita punya. Tentu saja saya memulainya dengan serampangan dan kurang sistematis. Yang penting coba.

Setelah saya merenung beberapa lama dan membaca serta menonton beberapa hal di Youtube, saya mendekat pada suatu kesimpulan. Berkebun dimulai dengan panen. Kok bisa? Berkebun saja belum kok sudah panen. Bolehlah saya menguraikannya sedikit.

Pertama, untuk menanam, kita membutuhkan tanah yang baik. Jadi kenalilah tanahnya dulu. Di sini perlu beberapa SKS untuk membaca ilmu tanah. Bisa juga menimba dari kearifan lokal tentang tanah "seperti ini" bisa dibuat menanam apa. Setelah mengenal jenis tanah kita, kita akan mempertimbangkan beberapa hal. Apakah kita menyesuaikan tanaman yang akan kita tanam? Apakah tanah itu perlu diperbaiki? Apakah kita memutuskan untuk menanam di media non tanah pada akhirnya? Seperti hidroponik atau akuaponik?

Hal-hal akan lebih rumit ketika kita menanam di lahan langsung atau konvensional. Ketika kita memutuskan untuk menanam di polybag, kita biasanya jatuh pada formula kompos yang dicampur dengan arang sekam dan cocopeat. Kombinasi ini bisa kita cari sendiri di internet. Intinya, tanah harus subur dan porositasnya baik. Kesuburan hampir pasti memberikan sumbangsih baik bagi tanaman. Porositas atau kerenggangan atau kegemburan ini ditujukan untuk membuat tanaman kita tidak terendam air. Tanah yang berpori drainasenya baik. Sehingga air bagi tanaman cukup.

Masalahnya apa iya saya harus memulai dengan media tanam seperti sekam, kompos, pupuk kandang, arang, atau serbuk kelapa? Apa tidak bisa perkebunan dimulai murah? Di sinilah kita memanen. Kita memanen sampah rumah tangga kita. Kesampingkan dulu sampah-sampah yang tidak bisa diurai seperti plastik. Juga kesampingkan dulu opsi daur ulang. Kita fokus pada sampah dapur.

Sampah dapur yang saya maksud adalah sisa potongan sayur atau buah atau bumbu yang belum dimasak. Juga bukan sisa hewan. Jadi sisa tanaman saja. Sisa makanan seperti tulang ayam dan tulang ikan biasanya saya serahkan kepada bekicot, kadal, dan hewan-hewan lain di sekitar rumah.

Kulit bawang, tangkai kangkung, daun-daun busuk, dan kulit buah-buahan inilah yang kita jadikan kompos. Jika punya dana lebih bisa beli bor biopori. Tetapi sebenernya jika sisa-sisa dapur ini dikumpulkan pada wadah yang terbuka dan lembab, dia akan menjadi kompos. Sebaiknya sih, membaca dulu bagaimana membuat kompos yang baik. Seperti: udara harus bisa keluar masuk, tidak bolah basah kuyup tetapi juga tidak kering, material hijau dan coklatnya harus seimbang, dan sebagainya.

Sampah-sampah ini bisa dikumpulkan di polybag atau apapun yang memenuhi syarat. Kalau saya, menggali lubang di tanah dan saya campurkan semua ke dalamnya. Tidak lama, hewan-hewan kecil akan berpesta di sana. Sampah-sampah ini akan membusuk dan meninggalkan sisa-sisa. Jangan lupa diaduk seminggu sekali.

Sejujurnya, proses pengkomposan yang saya lakukan juga tidak sempurna, bahkan masih agak asal-asalan. Kompos yang baik biasanya hangat, karena proses peruraian oleh mikroba di dalam sana bersifat melepas panas. Kompos yang baik juga tidak berbau busuk. Saya sendiri masih perlu lebih serius dalam membuat kompos. Meskpun demikian, pada akhirnya saya bisa membuat tanah yang lebih gembur.

Dengan mengubah atau mengolah sampah dapur ini, ada beberapa keuntungan. Pertama, setidaknya saya sudah mengurangi sampah yang pergi ke tempat pembuangan akhir. Saya rasa jika semua rumah tangga mengolah sampah dapurnya masing-masing, tidak perlu lagi ada kebakaran di tempat penimbunan sampah. Kedua, saya bisa menekan keinginan dan kebutuhan untuk membeli media tanam. Namun, ketika tanaman kita sudah banyak apakah sampah dapur tetap dapat mencukupi kebutuhan kompos kita?

Bisa iya dan bisa tidak. Bisa menjadi tidak cukup kalau tanaman kita sudah begitu banyaknya. Apalagi kalau kita menanam banyak tanaman langsung dalam satu masa. Tetapi untungnya, tanaman kita toh dapat mati. Setidaknya daun-daunnya gugur. Jasad mati tanaman kebun tentu saja jangan dibuang. Harus diputar lagi menjadi kompos. Terkumpulnya jasad mati tumbuhan itu menjadi kunci keberlanjutan kita. Jika kita kembalikan pada proses alaminya, yaitu pembusukan, tentu kompos kita akan selalu cukup.

Sampah dapur yang kita jadikan kompos untuk menanam membuat kita memiliki lebih banyak tanaman yang kelak akan mati dan menjadi kompos baru. Menang banyak kan? Padahal baru "memanen" sampah.

Keberlanjutan bisa kita tingkatkan dengan "memanen" hal-hal lain. Memanen air hujan untuk bertahan di kala kemarau. Memanen biji-biji tanaman dan dikeringkan untuk cadangan benih di masa depan. Memanen sisa makan kita untuk pakan ayam, yang kotorannya kelak dapat disatukan dengan kompos. Terima kasih sudah memanen waktu saudara dan saudari sekalian untuk membaca artikel ini. Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun