Bagi saya, arti "rumah tangga" melebihi arti kelurga dalam konteks orang tua dan anak. "Rumah tangga" berarti keluarga di bumi terikat dengan keluarga yang "di atas" atau keluarga yang sudah hidup abadi. "Rumah tangga" dapat dimaknai sebagai keyakinan bahwa mereka yang berpulang masih tinggal menemani keturunannya yang masih hidup dan harapan bahwa mereka yang hidup kelak akan bersatu dengan keluarga besar yang telah hidup abadi. Tentu saja, bagi saya, ini adalah ungkapan yang indah, asli milik bangsa Indonesia.
Bahtera Rumah Tangga
"Bahtera rumah tangga" saya simpulkan sebagai ikatan antara suami dan istri yang mereka yakini sebagai ikatan yang kekal. Suami dan istri tersebut membentuk keluarga dengan harapan akan terus berjanjut sampai mati bahkan tetap ada setelah hidup di dunia berakhir, sehingga ikatan ini sangat suci. Mengapa saya katakan sangat suci? Sebab kesepakatan yang dilakukan tidak semata-mata demi suami-istri tetapi demi sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang lebih besar dapat diartikan sebagai kelangsungan hidup marga atau sukunya dan keselarasannya dengan budaya. Kelangsungan "bahtera rumah tangga" tidak terbatas pada berapa banyaknya anak dan apakah mereka akhirnya mapan, tetapi juga apakah keluarga mereka dapat membentuk kebudayaan yang lebih baik. Membina "bahtera rumah tangga" tidak melulu berpusat pada kesejahteraan duniawi dan pribadi tetapi juga keselamatan jiwa dan sesama.
Negara kita, negara Indonesia, tentu akan menjadi lebih baik jika keluarga menjadi "wadah" yang baik bagi anak-anak. Anak-anak yang baik akan menjadikan negara ini makin baik. Tentu saja, negara kita ini adalah juga bahtera dan keluarga yang baik adalah kayu-kayu penyusunnya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H