Pil pahit yang tidak berperikemanusiaan harus kembali ditelan oleh bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Surabaya dan umat Kristiani pada umumnya. Walau sukar, bangsa Indonesia percaya bahwa masih ada kesempatan merajut perdamaian di bumi pertiwi. Peristiwa meledaknya bom secara beruntutan di depan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro 146, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuna pada hari Minggu 13 Mei 2018 sekitar pukul 07:30 WIB mengakibatkan belasan korban meninggal dunia dan puluhan korban terluka parah.
Kami tidak takut melawan teroris! Seruan untuk bangsa Indonesia bersatu melawan segala aksi terorisme spontan digemakan kembali pascatersiarnya peristiwa biadab di Surabaya. Berbagai elemen masyarakat, tokoh nasional, bahkan tokoh dunia mengutuk aksi teror bom yang terjadi di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur.
Aksi terorisme di Surabaya telah mendapatkan perhatian dunia internasional, termasuk negara adidaya Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan selain bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan, juga disinyalir menjadi bukti kegagalan aparat keamanan dan ketertiban masyarakat.
Peristiwa teror bom ini telah merusak stabilitas dan keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan peristiwa ini menyimpan duka besar sekaligus mengancam umat Kristiani yang mana di sisa hari Minggu ini akan masih melakukan ibadah mingguan pada sore sampai malam hari.
Namun, di tengah kecemasan itu, sebagai contoh, seperti yang dilakukan beberapa anggota yang tergabung dalam Aliansi Jogja Sehati melakukan perbincangan khusus perihal upaya masyarakat dan para tokoh di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menghadirkan perdamaian tanpa diwarnai kekerasan. Kegiatan ini dilakukan di Pendapa Wanaprastha, Minggu, 13 Mei 2018 pukul 19.00 WIB. Dan Aksi Solidaritas, Doa Bersama, dan Orasi Perdamaian terkait tragedi di Surabaya yang dilaksanakan pada Minggu, 13 Mei pukul 19.00-21.00 di Tugu Jogja.
Sudah tidak perlu diragukan lagi, the founding fathers, melalui proses yang kompleks dan permenungan sedemikian rupa telah menemukan nilai-nilai dasar yang sangat hakiki bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kita patut bersyukur dan bersyukur karena di dunia ini hanya Indonesia yang bisa merumuskan nilai-nilai dasar itu, yakni Pancasila.
Namun deretan aksi terorisme selama satu minggu terakhir ini, telah merusak fungsi dan makna Pancasila sebagai orientasi utama dan terutama dalam membangun peradaban kasih. Peristiwa teror seperti ini tidak akan berkesudahan sebelum cita-cita para teroris terwujud. Di sisi lain, bangsa Indonesia bersyukur berkat rahmat Tuhan, upaya para teroris itu sampai detik ini masih dapat direspon dengan keberanian bangsa Indonesia yang bersatu melawan aksi terorisme.
Keberanian itu diwujudnyatakan dengan peningkatan intensitas pembelajaran dan pengamalan Pancasila di kalangan pelajar dan pemuda. Intensitas ini cenderung akan meningkatkan efektivitas metodologi dan daya tarik pembelajaran serta pengamalan Pancasila. Serta akan meningkatkan kedalaman literasi Pancasila di masyarakat Indonesia yang mana hal ini diharapkan akan berakibat pada peningkatan daya pikir dan nalar kritis dalam mencegah dan melawan aksi terorisme serta berbagai upaya pemecah bela persatuan bangsa.
Tingginya kedudukan Pancasila dalam hierarki sistem norma hukum di Indonesia pada satu sisi mengokohkan eksistensinya; namun di sisi lain juga menjadikan sistem nilai etik Pancasila sangat abstrak sehingga memerlukan mekanisme yang sistemik dan struktural untuk mengejawantahkan nilai-nilai etik tersebut dalam dunia empiris.
Beberapa tindakan nyata sebagai karakter budaya kewargaan dalam mengisi kesempatan merajut perdamaian, antara lain menumbuhkan semangat ketuhanan yang welas asih dan toleran dalam kehidupan intra dan antar-agama dengan tidak menempuh cara-cara kekerasan dan pemaksaan keyakinan keagamaan kepada orang lain; mengedepankan moral agama sebagai landasan etika publik dengan menjaga integritas dalam keutuhan kebersihan pikiran, perkataan, dan perbuatan; mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia; serta menunjukkan rasa memiliki dan mencintai Tanah Air dan bersedia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Kesempatan tersebut akan bernilai luhur apabila seluruh elemen masyarakat beserta aparat keamanan dan ketertiban masyarakat dan pemerintah bersatu dalam mencegah dan memberantas aksi terorisme. Umat Katolikpun dapat mengotimalkan kesempatan tersebut dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai orientasi perwujudan peradaban kasih.
Buku ini mencoba menawarkan model pemikiran Pancasila yang berlandaskan peradaban kasih. Semangat kebhinekaan dalam ketunggalan, solidaritas, empati, berbela rasa, adil terhadap kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel menjadikan seluruh umat Katolik, pada khususnya, tersadar untuk menghadirkan Tuhan dalam kesejahteraan bersama.
Di dalam buku ini terdapat berbagai cara praktis bagi siapapun yang berkehendak baik untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan pemikiran Pancasila dan cita-cita kemerdekaan negara Indonesia. Bahkan di dalam buku ini terdapat pembahasan bagaimana setiap Warga Negara Indonesia mewujudkan tanggungjawab politik dalam merajut perdamaian di bumi nusantara.
IDENTITAS BUKU :
Judul Buku      : Mengamalkan Pancasila dalam Terang Iman Katolik
Penulis         : Petrus Danan Widarsana
Penerbit        : Kanisius, 2018
Tebal           : 224 halaman
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI