Mohon tunggu...
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA
Matheus Giovanni CTNLP MBTLTA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup adalah kesempatan jadi berkat

Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan. Tuhan ingin kita kembali istimewa. Melayani : Psikoterapi berbasis Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Konseling Anak/Remaja/Keluarga/Pasutri Training/Workshop Neuro-Linguistic Programming, Time Line Therapy, Past Life Regression Therapy, Clinical Hypnotherapy Resensi Buku Call : 085700745872 (WA/Line) Instagram (@matheusgiovanniputragana) Rumah & Kantor : Jalan Cindelaras Gang Randu No 1 RT 07 RW 05 Kepuhsari Krodan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi

28 Juli 2016   20:45 Diperbarui: 31 Juli 2016   03:06 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisaris Besar Polisi Budiharto, S.H. (ujung kiri) menjadi Komisaris Besar Polisi Soetarmono DS, S.E., M.Si. (tengah), dan saya (ujung kanan)

-Materi Sarasehan Dekriminalisasi dan Depenalisasi 2013-

Penanganan masalah Narkotika sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1971, dimana Presiden pada saat itu mengeluarkan kebijakan  melalui Inpres No. 6 Tahun 1971 untuk menangani masalah penyalahgunaan narkoba. Kebijakan ini ditingkatkan pada Tahun 1997 dengan disahkannya UU No. 8 Tahun 1976 tentang Narkotika dan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang masih bernuansa legalistik dengan menempatkan pengguna narkotika sebagai pelaku kejahatan, sehingga perlakuannya bersifat sangat represif dimana pengguna narkotika dipidana penjara.  Paradigma tersebut lambat laun berubah seiring banyaknya temuan hasil penelitian di berbagai negara, yang menunjukkan bahwa pengguna narkotika adalah mereka yang menderita sakit, sehingga penjara dianggap tidak tepat lagi dijadikan treatment bagi mereka.  Belum lagi sejumlah variabel yang menambah deretan masalah khususnya bagi aparatur penegak hukum. 

Di Indonesia, tuntutan terhadap paradigma baru tersebut diikuti dengan revisi Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika, menjadi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan sejumlah kelebihan sisi humanis karena mengamanatkan pidana rehabilitasi bagi Pecandu dan korban penyalahguna narkotika.  Undang-undang ini juga mengedepankan hak asasi warga negara di depan hukum, dengan memberikan kompensasi hukum bagi warga yang melakukan kewajibannya untuk melapor diri atas penyalahgunaan narkotika sebagaimana ketentuan Pasal 128.

Berhadapan dengan humanisme, undang-undang ini tidak mentolerir sama sekali tindak peredaran narkotika, sehingga menekankan hukuman yang keras bagi Bandar, Sindikat dan jaringan Narkotika dengan ancaman hukuman mati.

Ketentuan ini tidak serta merta dapat dioperasionalkan, sejumlah kendala ditemui baik pada level penyidikan, penuntutan, maupun penetapan putusan.  Beberapa ketentuan teknis yang disusun seperti PP No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika,Permenkes No.37 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor, Permenkes 2415 tentang rehabilitasi medisPecandu Penyalah Guna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika,KepmenkesNo.293 Tahun 2013 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor,Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan, SEMA No4 Tahun 2010 dan Nomor 3 Tahun 2011, SEJA Nomor 2 Tahun 2013, dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan rehabilitasi bagi pengguna narkotika.  Namun masih banyak kendala yang harus diselesaikan secara lintas sektoral.

Keprihatinan ini menggugah berbagai institusi termasuk lembaga legislatif, untuk mendorong upaya  bersama dengan mencanangkan Tahun 2014 sebagai Tahun PenyelamatanPengguna Narkoba Pengguna dan Pecandu Narkoba, yang intinya bahwa Pengguna Narkoba lebih baik di rehabilitasi dari pada di penjara. Dan lebih nyata, 7 (tujuh) kementerian dan lembaga yaitu Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BNN, menyatakan komitmen bersama dengan menandatangani Peraturan Bersama pada tanggal 11 Maret 2014. yang secara substansial mengatur pelaksanaan rehabilitasi secara teknis dan terukur melalui mekanisme asesmen.

Dengan diterbitkannya Peraturan Bersama ini diharapkan adanya kesatupaduan lintas aparat penegak hukum dan stakeholder terkait  penanganan pecandu dan menggugah pula kesadaran Masyarakat untuk lebih bijak merespon permasalahan narkotika di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun