Kata 'Budi' seringkali didengar dalam interaksi setiap individu, baik itu kelompok kecil di masyarakat, kelas menengah, bahkan kelas atas (penguasa). Biasanya kata 'Budi' muncul manakala dalam percakapan tersebut seseorang ingin memberikan label positif pada seseorang yang dikaguminya.
Secara etimologi kata 'Budi' sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu "Bodhi" atau "Budhi" yang berarti akal, kesadaran, dan keterbukaan jiwa. Budi juga mengandung arti alat batin yang merupakan perpaduan antara akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.
Dari pengertian tersebut, dapat kita simpulkan kata 'Budi' selalu berhubungan dengan hati. Jiwa yang paling dalam yang melekat pada diri seseorang. Budi juga berhubungan moralitas seseorang.
Meskipun memiliki makna ganda, terminologi 'Budi' akan semakin luas pemaknaannya apabila di padankan dengan kata 'Luhur' sehingga menjadi 'Budi Luhur'. Dua kosakata ini pada hakekatnya berkaitan entitas manusia sebagai makhluk berakal budi, berakhlak, dan bermoral.
Dalam kehidupan sehari-hari, entitas manusia dinilai paling tinggi derajatnya dari pada ciptaan Tuhan yang lainnya. Kodifikasi manusia ini terletak pada akal dan rasa, tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Aristoteles (384-322 SM), filsuf asal yunani pernah mengatakan manusia adalah binatang berakal. Dari akal manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, menganalisis, dan menguraikan apa yang dipikir. Tanpa akal manusia tak jauh berbeda seperti binatang, sama-sama memiliki nafsu.
Perilaku dan tindakan manusia akan dinilai. Apakah sesuai etika dan moral, nilai peradaban manusia yang selalu di junjung tinggi atau tidak? Apabila kaidah-kaidah ataupun nilai etika dan moral dilanggar, maka manusia dicap sebagai makhluk binatang yang tak berakal dan berbudi luhur.
Predikat manusia sebagai ciptaan Tuhan paling mulia setidaknya mengangkat derajat dan martabat manusia. Yang menjadi pertanyaan apakah manusia sanggup menjaganya?
Fenomena yang terjadi, manusia selalu terjebak dalam perangkap yang dibuatnya sendiri. Jabatan, kekuasaan serta kegemerlapan yang disajikan dunia telah menjerumuskannya ke dalam lubang kehinaan.
Mengguritanya kasus korupsi merupakan salah contoh, merosot nilai etika dan moral yang dilakukan oleh manusia (penguasa). Gaya hidup glamor telah membutakan mata dan hati mereka sehingga tak heran, uang milik rakyat pun ikut dirampok demi memuaskan nafsu serakah mereka.