Mohon tunggu...
Mateus Hubertus Bheri
Mateus Hubertus Bheri Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Itu Seni

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Budi Luhur Penguasa

2 Januari 2025   12:19 Diperbarui: 2 Januari 2025   12:19 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi ini seakan-akan menjadi warisan dari masa ke masa, dari generasi ke genarasi berikutnya. Artinya siapapun penguasa di jamannya itu, korupsi masih saja terjadi.

Penyakit Penguasa

Jabatan dan kekuasaan memang sangat menggiurkan. Siapapun dia, nafsunya ingin mendapatkan posisi strategis di bidang apapun, baik itu di eksekutif (pemerintah), legislatif, dan yudikatif, atapun yang lainya menjadi dambaan bagi setiap individu.

Hasratnya yang demikian besar, terkadang seseorang lupa daratan bahwa entitasnya sebagai pribadi yang mulia dan dimabukan oleh jabatan, kekuasaan, dan bahkan uang.

Seorang Filsuf asal Inggris, Thomas Hobbes (1588-1679) pernah mengatakan "manusia adalah serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus est). Bagi Hobbes selama masih ada kepentingan manusia akan selalu berkonflik antar sesama, bahkan berlaku kejam tanpa perikemanusian.

Manusia mulai kehilangan jati dirinya. Ia lupa akan dirinya sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki derajat paling tinggi dari segala ciptaan Tuhan. Ia telah diperbudak oleh hawa nafsunya sendiri.

Potret ini seringkali dijumpai dalam pribadi-pribadi penguasa. Yang manakala melakukan malapratik diluar dari manusia sebagai makhluk yang beradab.

Ada beberapa faktor yang menggambarkan penyakit penguasa sebagai berikut:

1. Tamak.

Kecintaan yang terlalu berlebihan akan jabatan, kekuasaan, dan harta benda membuat penguasa lupa akan derajat sebagai manusia mulia. Saking hedonisnya penguasa bahkan ia lupa akan asal usul dan latar belakangnya sendiri.

Ketamakannya telah membuat penguasa buta mata dan buta hati untuk melihat sekitarnya. Mereka tak menghiraukan seruan ataupun tangisan sesamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun