Mohon tunggu...
Mateus Hubertus Bheri
Mateus Hubertus Bheri Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Itu Seni

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meneropong Kepiawaian Caleg Pemula dalam Kontestasi Pileg

12 April 2024   19:37 Diperbarui: 12 April 2024   19:43 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang tidak mudah menjadi seorang calon legislatif, apalagi calon pemula yang nota bene rekam jejaknya belum dikenal publik. Belum ada hal baik yang diperbuat oleh Caleg pemula untuk kepentingan orang banyak (budi baik) yang dapat menarik simpatik pemilih untuk mendukung calon tersebut. Rasa-rasanya tidak mudah memang.

Menarik simpatik publik bukanlah perkara mudah bagi seorang caleg pemula. Kerja-kerja politik serta dibarengi strategi jitu untuk meraih dukungan mayoritas pemilih sangat dibutuhkan. Ketika  dalam situasi kegalauan politik, seorang politisi pemula haruslah optimis bahwa sikap yang diambil untuk terjun dalam dunia politik sekaligus Caleg sudahlah tepat.

Optimis itulah yang akan menghantarkan seorang politisi untuk berani berkompetisi dalam arena kontestasi pemilihan legislatif. Karena dengan optimisme yang tinggi akan membangkitkan sebuah keyakinan dan percaya diri dalam diri seorang politisi.

Ketika rasa percaya diri dalam diri seorang politisi sudah terbentuk, sikap politik itu akan sendirinya terbentuk pula dalam diri seorang politisi. Tanpa sikap politik, seorang politisi akan berada dalam dua alam, yang pertama alam nyata dan kedua alam semu (dunia angan-angan).

Bayangkan saja, kalau hal itu dialami oleh seorang politisi, di satu sisi dirinya siap untuk berkompetisi (alam nyata),  di sisi lain akibat dorongan diluar alam bawah sadarnya mengakibatkan rasa percaya diri itu hilang, rasa pesimis akan muncul dan menghantui dirinya sehingga caleg baginya hanyalah angan-angan yang sulit terwujud dan tidak mudah untuk dilalui.

Seorang caleg pemula harus menyadari bahwa berpolitik sejatinya bukan saja untuk  mendapatkan kekuasaan. Kalau seorang politisi terobsesi dengan kekuasaan, niscaya nilai positif dari kata politik itu sendiri akan direduksi menjadi kotor, menjijikan, dan akan dinajiskan oleh manusia sebagai mahkluk politik. Apalagi si politisi itu menggunakan rumus 4+1=5, yang artinya berkuasa selama 5 tahun, 4 tahun menghilang, 1 tahun baru datang.

Kata politik harus dilihat secara komprehensif agar tidak terjebak dalam diskursus politik yang sempit. Preseden buruk tentang politik, membuat gairah publik untuk berbicara tentang politik nyaris hilang. Jangan heran yang setiap kali kontestasi Pileg, yang muncul cuman wajah-wajah lama yang selalu hadir dalam pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu. 

Presiden kedua RI,  B. J Habibie pernah mengatakan "politik bukanlah mencari kekuasaan, namum memastikan kesejahteraan bagi semua rakyat. Politik harus dimaknai sebagai alat perjuangan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah memberikan mandat kepada seorang legislator.

Dengan kekuasaan di tangan, legislator itu harus betul-betul menjadi anjing penggonggong dalam ruang sidang DPR. Ia harus berbicara sekeras-kerasnya dalam ruang sidang demi kepentingan se pemberi mandat, yaitu rakyat itu sendiri. Bukan malah sebaliknya, berbicara untuk koleganya, apalagi keluarga sendiri. 

Penggunaan kekuasaan yang salah oleh seorang legislator itulah yang berdampak munculnya stigma negatif tentang politik. Jangan heran,  mendengarkan kata politik pun seperti barang haram, apalagi memperbincangkan di ruang-ruang publik. Rakyat menjadi alergi terhadap politik. 

Stigma itulah yang merasuki setiap hati dan sanubari sang pemegang kedaulatan tertinggi. Inilah yang makin menyulitkan setiap calon legislatif pemula untuk berkompetisi dalam kontestasi pemilihan legislatif. Selain bertemu dengan pemilih yang bersikap apatis dengan Pemilu. Mereka juga harus berhadapan dengan incumbent yang memiliki modal politik yang sudah mapan.

Berangkat dari realitas ini akan semakin sulit bagi Caleg pemula untuk tampil kepermukaan.  Sepertinya harapan untuk lolos dan terpilih menjadi legislator sangat kecil. Maka  rasa pesimis itu akan muncul, dan akhirnya, ibarat kata belum memasuki medan pertarungan yang sesungguhnya sudah memilih mundur dari gelanggang oleh bakal calon itu.

Mencari Caleg Petarung

Kegagalan bagi seorang caleg pemula untuk lolos menjadi seorang legislator dikarenakan belum mampu memetakan kekuatan basisnya. Caleg pemula harus tahu persis di mana dan berapa dukungan mayoritas pemilih untuk dirinya. Jangan sampai dirinya maju dalam kontestasi Pileg hanya untuk memenuhi kuota bagi partai politik dalam suatu daerah pemilihan (Dapil).

Kekuatan basis dapat diketahui manakalah sang caleg perlu melakukan survey kecil. Survey ini dimaksud untuk mengetahui secara persis, dukungan sementara dari akar rumput kepadanya dan itu menjadi rujukan awal dalam menentukan sikap politik, maju dan menjadi petarung atau keluar dari arena pertarungan.

Dari survey pula, minimalnya sang caleg pemula menerima gambaran, bagaimana dan strategi apa yang harus dilakukan oleh seorang caleg dalam memenangkan hati rakyat. Sang caleg harus pandai mensiasati materi kampanye yang mau disampaikan saat kampanye sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhan masyarakat akar rumput.

Paling tidak, kegundahan, harapan, cita-cita dari masyarakat akar rumput yang selama ini terpendam, minimalnya dengan kehadiran sang caleg dapat memberikan angin segar dan membangkitkan kembali hasrat dalam diri pemilih yang telah sirna. Hasrat yang selama ini terkubur dan tersimpan manis di dalam diri hati rakyat.

Hasrat untuk mendapatkan penghidupan yang layak, hasrat mendapat perhatian pembangunan infrastruktur jalan, hasrat mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai dan biaya sekolah gratis, dan mungkin hasrat bisa mengakses jaringan listrik dan telkomsel karena selama ini desa ataupun wilayah tempat mereka tinggal selalu di anak tirikan.

Semua hasrat itu perlu di jawab dan disampaikan oleh caleg agar mereka keluar dari kemelut kehidupan dengan menghirup udara segar kemerdekaan. Merdeka dari segala kemiskinan, merdeka dari sarana prasarana pendidikan yang serba kekurangan. Merdeka pula dari segala keterbelakangan dalam berbagai informasi.

Sang Caleg minimalnya harus membangkitkan kembali semua mimpi-mimpi itu, agar rakyat tidak larut dalam keputusasaan akibat kondisi sosial yang selalu menjerat mereka untuk sulit bangkit. Itulah pentingnya bagi seorang caleg pemula sebelum turun harus melakukan survey, tidak sekedar mengetahui kekuatan basis dukungan rakyat terhadap dirinya, lebih dari itu, ia mendapat gambaran terhadap persolan yang dihadapi rakyat. Dari itu, dirinya bisa menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Semua cara,  semua strategis harus di pakai oleh seorang Caleg pemula. Ia harus mengerahkan seluruh kemampuan untuk memenangkan kompetisi tersebut. Karena seorang petarung sejati, tak pernah mengenal kata putus asa. Petarung sejati juga tak pernah mundur dari arena pertarungan. Tak ada kata menyerah dalam kamus seorang petarung. 

Petarung sejati menjadikan hambatan itu sebagai kerikil kecil untuk menuju puncak kesuksesan. Bagi seorang petarung, semua tantangan dijadikan berkat dan semua kendala merupakan salib baginya yang di pukul. 

Caleg Pemula Harus Tampil Beda

Fenomena yang sering terjadi, kebanyakan caleg maju dalam kontestasi pileg hanya untuk mencari popularitas dan adapula hanya untuk mencari keberuntungan. Caleg yang mencari popularitas, tentunya tak serius mengikuti kompetisi ini. Bagi dirinya, menjadi seorang caleg itu terlihat keren, berwibawa, dan derajatnya meninggi.

Caleg demikian, pada dasarnya tidak mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Dari sisi kapasitas, kapabilitas, dan kos politik. Baginya itu tidaklah penting. Intinya, namanya masuk dalam bursa calon legislatif dan baliho serta fotonya terpampang di mana-mana itu sudah cukup baginya.

Tidak jauh berbeda dengan caleg yang mencari keberuntungan dengan caleg yang mencari popularitas. Tipe caleg ini kalau misalnya mereka lolos menjadi seorang legislator, tugas utama mereka sebagai seorang legislator mereka abaikan. Yang ada adalah, memakmurkan ekonomi dalam keluarga demi mengembalikan semua biaya politik yang telah dikeluarkan selama masa kampanye.

Buruknya lagi, mereka jarang sekali membicarakan kepentingan rakyat yang telah menghantarkan mereka untuk duduk dikursi empuk sebagai wakil rakyat. Mereka lebih suka memilih diam saat rapat, kendatipun itu berbicara tentang nasib rakyat yang mereka wakili.

Selain dua tipe di atas, adapula tipe caleg yang sebatas memenuhi kuota partai dalam wilayah daerah pemilihan. Adapula caleg "vote geters" (pengambil suara) . Tipe caleg ini sangat di inginkan oleh partai politik karena popularitas sang caleg tidak diragukan lagi. Pasalnya caleg ini sudah memikat hati pemili dan memiliki pendukung ataupun basis massa yang jelas.

Dari sekian tipe caleg di atas, sejatinya yang diperebutkan adalah basis massa rakyat. Suara rakyat adalah penentu bagi seorang caleg untuk duduk diparlemen atau tidak. Mereka harus berusaha untuk merebut hati rakyat agar terpilih menjadi legislator kelak.

Semuanya itu pada hakekatnya butuh strategi dan perencanaan yang matang. Strategi dari setiap caleg harus berbeda. Baik itu incumbent/petahana ataupun caleg pemula. Masing-masing mereka harus ada pembeda, agar mendapat kesan positif dari pemilih.

Sangat rancu apabila caleg pemula memakai trik yang sama dengan incumbent. Kesannya tidak ada hal yang baru, gagasan baru dari caleg pemula. Caleg pemula akan dinilai miskin ide, miskin gagasan,  dan miskin strategi. Mereka juga nilai hanya copy paste strategi orang lain yang tentu menurun pamor si caleg di mata pemilih.

Jalan satu-satunya, caleg pemula harus tampil beda dengan gaya politik baru, biar sederhana tapi berkesan dengan demikian bisa memikat hati pemilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun