Mohon tunggu...
Mateus Hubertus Bheri
Mateus Hubertus Bheri Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Itu Seni

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Itu Menghidupkan yang Sudah Mati

9 Februari 2020   12:04 Diperbarui: 9 Februari 2020   20:39 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tulisan saya kali lalu, saya mencoba untuk menulis dengan judul "menulis adalah ekspresi jiwa". Walaupun dalam bahasa yang sederhana, ulasan dalam tulisan tersebut dapat memberikan inspirasi bagi pembaca yang suka menulis.

Namun kali ini saya mencoba mengulasnya kembali tema tentang "menulis" tapi dengan judul yang berbeda. Bagi saya, menulis itu bukan sekedar hobi ataupun agar terlihat keren dengan menggunakan bahasa-bahasa yang estotik, sehingga mengundang gaira para pembaca.

Menurut saya, menulis adalah bagaimana kita "menghidupkan yang sudah mati" agar yang sudah lama mati itu menjadi hidup. Orang pasti bertanya, mana mungkin yang sudah mati bisa dihidupkan kembali? 

Seringkali pembaca, ilmuwan, profesor, para ahli, karena aktivitasnya padat, mereka lupa untuk menulis. Sehingga karir, temuan, ataupun teori yang dicetusnya akan hilang pada suatu masa.

Tentunya bilamana itu terjadi, sang profesor, ilmuwan tersebut hanya dikenang pada masanya, sesudahnya namanya  akan hilang pada abad berikutnya. Sungguh disayangkan kalau pemikirannya, dan temuannya yang bermanfaat untuk generasi berikutnya, juga ikut hilang.

Terdorong atas hasrat itu, agar buah pemikiran dari seorang ilmuwan tetap eksis, langkah tepatnya adalah dengan cara menulis. Karena dengan menulis bisa "menghidupkan yang sudah mati"

Dalam tulisan kali lalu, saya juga telah membahas dalam judul yang sama tentang "menulis itu seni". Bagi saya bilamana itu seni, rasa suka itu pastinya selalu ada. Maka, si penulis harus memiliki rasa suka dalam menulis, karena dari rasa suka itulah akan "melahirkan seni".

Misalnya, seorang pelukis tidak akan melahirkan sebuah lukisan yang baik, apabila tidak didasari dengan rasa suka untuk melukis. Sebab dari suka itulah kemudian, Ia selalu mencoba dan terus mencoba, sehingga mampu melahirkan sebuah lukisan yang baik dan indah dipandang mata.

Contoh di atas sama persisnya dengan "menulis". Awalnya karena didasari atas rasa suka, lalu mencoba, walaupun karya tulis yang dihasilkannya belum sempurna, tapi karena didorong oleh rasa suka, pada masa tertentu akan banyak karya-karya tulis yang dbuatnya.

Memulai untuk menulis itu penting, apabila menunggu dan selalu berpikir nanti, itu tidak baik. Menulis itu tidak selamanya harus dihalaman resmi, misalnya majalah, koran, tabloid, ataupun jenis lainnya. Mulailah menulis dibuku harian pribadi, atupun diblog pribadi. 

Perasaan suka seseorang akan menulis itu hilang, bilamana Ia terlalu berpikir rumit dan ruwet darimana memulai untuk menulis. Lalu seperti apa, diksi yang tepat digunakan dalam karya tulis, agar menghasilkan kalimat yang baik dan baku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun