Untungnya wanita itu sigap memesankan tiket LRT untuk saya. "Terus tinggal dibayar deh!" jelasnya sembari berjalan menuju gate stasiun.
Saya mengikutinya dari belakang. Sampai di sana, calon penumpang akan langsung dihadang oleh pintu putar yang baru bisa dilewati hanya dengan membayar. Bukan dengan dompet digital, apalagi uang konvensional, Novanda membayarnya dengan kartu elektronik, mirip e-money.Â
Itulah KMT Commuter Pay, sebuah kartu multi trip yang berisikan uang elektronik, diterbitkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia untuk memberikan kemudahan transaksi tiket elektronik Commuterline dengan cepat, praktis dan tanpa anteri.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menjelaskan bahwa KMT ini merupakan kolaborasi antara bank Mandiri dengan PT KAI sebagai implementasi budaya AKHLAK bagi setiap BUMN. "Penggunaan kartu ini juga bisa menjadi alternative untuk mengurangi transaksi dengan uang tunai, biar nggak kelamaan di loket." jelas Novanda.
Menurut Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti, sejak 3 Agustus 2020, KCI (Kereta Commuter Indonesia) menambah jumlah stasiun yang khusus hanya melayani transaksi non tunai dengan KMT. Total saat ini terdapat 8 stasiun khusus transaksi non tunai, dimana tiga stasiun terbaru merupakan stasiun dengan volume pengguna tinggi yaitu Bogor, Cilebut, dan Cikarang.Â
Saya cukup kagum dengan inovasi ini, segera saya membuat KMT ke tempat pelayanan penumpang di sebelah kiri, nampaknya kartu ini sangat cocok untuk saya yang bakal sering-sering keliling Jabodetabek disebabkan hal pekerjaan.
Pukul 17.30, gemuruh langkah kaki kian memenuhi ruangan stasiun Jatimulya. 270 bakal penumpang nampak sudah berdiri di serambi rel kereta. Dari kejauhan terlihat sang primadona menyapa, semua orang patut bahagia, karena RLT dengan tujuan akhir stasiun Dukuh Atas sebentar lagi akan tiba di muka.
Satu lagi yang membuat saya bahagia adalah kehadiran Novanda yang sejak tadi mendampingi saya. "Ini baru primadona" gumam saya saat melihat Novanda berjalan mendekat, lalu duduk di sebelah saya.Â
Singkatnya kami bercerita tentang perjalanan karir masing-masing. Di sela-sela bercerita, samar senyap saya mengamati keadaan di dalam kereta yang sangat mempesona, apalagi dengan kehadiran Novanda di sebelah saya.
Di sini, di dalam kereta modern era Pak Didiek Hartantyo ini, saya mencoba memahami setiap sudut yang selanjutnya akan menjadi topik hangat di feature-feature saya kedepannya: mulai dari tersedianya kursi prioritas untuk para penumpang yang pantas, ruangan yang bersih, nyaman dan luas, hingga berbagai fasilitas di dalamnya yang bisa kita dapatkan secara bebas.
Kereta berhenti. "Tak lama, waktu tunggu RLT di stasiun hanya 4-8 menit saja." Ucap Novanda.  Beberapa penumpang akan mengambil peluang ini untuk pergi ke kamar mandi. Saya sendiri memanfaatkannya untuk meregangkan kaki dan mengambil/menaruh sesuatu di bagasi.