Mohon tunggu...
GUS Kasdut
GUS Kasdut Mohon Tunggu... Wirausaha -

Klaten

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gus Dur Manusia yang Memuliakan Manusia

9 Agustus 2015   11:35 Diperbarui: 9 Agustus 2015   12:11 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini adalah Kutipan Sedikit Dari Gus Mus Ketika Memberikan Sambutan Pada 1000 Hari Gus Dur.

Setelah mengucap salam pembuka, juga salam hormat pada segenap hadirin yang di antaranya ada KH. Quraish Shihab, KH. Mahfudz MD, KH. Maftuh Basyuni, Akbar Tandjung dan banyak orang-orang penting lainnya; Gus Mus mengalawi ceramah dengan memuji Gus Dur ‘dia tak peduli dipandang jelek oleh orang, tapi yang terpenting dipandang baik oleh Allah.’

Gus Mus kemudian menuturkan, bahwa Gus Dur berulang-ulang memberi pesan: kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang kebetulan ada di Indonesia. Tak seperti Nurdin M. Top yang berani ngebom Indonesia. Dia bukan orang Indonesia. Jadi, kalau ada orang Indonesia mau merusak Indonesia, yo kebangeten.

Warga NU, kata Gus Mus, tak banyak yang mengenal paham-paham seperti yang diketahui Gus Dur. Nasionalis, Marxis, Komunis, dan -is -is lainnya. Jadi ketika warga NU ditanya kenapa cinta Indonesia, jawabnya sederhana: kami cinta Indonesia, karena ini tanah air kami, kami lahir di sini.

Ada banyak bentuk kecintaan. Gus Mus mengurutkan dari level terendah: (tak tercatat bahasa arabnya kecintaan yang tadi beliau ucap, maaf) 1. Kecintaan atas dasar Nahdliyah (mungkin maksudnya kelompok) 2. Islamiyah 3. Wathoniyah (negara) 4. Basyariyah (kemanusiaan)

Lalu apakah kita sudah mampu? Sedang intern kelompok saja masih sering beradu? Inilah bedanya kita dengan Gus Dur. Sebab kecintaan beliau sudah pada level “Basyariyah”.

Gus Mus sempat menyindir soal ‘sertifikasi ‘ulama’. Kata beliau: Andai Pak Quraish dapat wewenang untuk memberi predikat sertifikasi, tentu yang pertama disertifikasi adalah Gus Dur. Kalau baru tiga bulan mengaji lalu ketahuan produser tivi kemudian mendadak jadi ustadz atau kiai, ga perlu dapat sertifikasi.

Gus Mus menuturkan, Gus Dur menyerap banyak ilmu dari mana-mana. Kiai-kiai besar menjadi gurunya. Antara lain KH. Wahab Chasbullah (Tambak Beras), KH. Ali Ma’shum, Mbah Imam dan Mbah Zubair (Sarang), Kyai Chudlori (Tegalrejo). Dan ilmu yang dipelajari pun lengkap mulai nahwu, fiqih, ushul fiqih, falsafat hingga tasawuf.

Ustadz dan Kiai jaman kini,mungkin ngajinya baru sampai bab ghodhob (marah) sudah berhenti buat muncul di tivi. Padahal bab-bab berikutnya masih ada tawadhu, dan sebagainya. Jadi wajar kalau adanya sedikit-sedikit marah. Gus Mus membandingkan.

Mudah untuk menilai ustadz/kiai layak memperoleh sertifikasi atau tidak. Ciri-cirinya gampang, kalau dia kagetan berarti tak pantas. Kagetan yang bagaimana? Lady Gaga mau datang ke Indonesia, kaget terus ribut. Ada film nyeleneh dikit, kaget terus ribut lagi. (penuh sindiran Gus Mus ini...)

Gus Mus menyarankan hadirin, banyaklah belajar dari beliau. Sekarang sudah banyak buku beredar yang menulis tentang Gus Dur. Baik sebagai nasionalis, presiden, pluralis, kiai bahkan sebagai seorang Zahid (yang zuhud, lepas dunia)

Kemudian Gus Mus menekankan pada buku tentang kezuhudan Gus Dur (pengarangnya tak sempat tertulis, lagi2 maaf). Beliau bercerita:

“Dulu Gus Dur gelandangan -saya tahu karena dulu saya juga gelandangan- dari Mesir-Kairo, Jakarta, sampai jadi Presiden. Sering pindah-pindah rumah. Hebatnya lagi, Gus Dur ini tak pernah punya dompet. Masih mending saya punya dompet dua...”, Gus Mus ngendikan.

Gus Mus kemudian berdalil. Ada hal yang lebih baik dari memberi uang. Apakah itu? Memberi utang. Sebab. Ketika kita memberi uang belum tentu yang diberi adalah orang yang butuh. Tapi kalau utang, jelas-jelas yang berhutang adalah orang yang butuh. Lha wong sampai bela-belain utang.

Nah, di sini Gus Mus menceritakan lagi satu kehebatan Gus Dur.

Gus Dur pernah ditipu. Gus Mus yakin bahwa Gus Dur tahu kalau ditipu. Kemudian bertanya: ‘ngerti ditipu koq yo sih mbok wehi?’, tanya Gus Mus. Lalu jawab Gus Dur, mengutip yang dalil di atas: ‘lho, lha wong memberi utang pada yang berutang aja lebih baik, apalagi ini? Saya ngasih sama orang yang sampai bela-belain menipu. Opo ra tambah apik?

Sayang, radio streaming sempat benar-benar mandeg. Tapi kemudian lancar lagi. Banyak pesan yang disampaikan Gus Mus, di antaranya:

  1. Mengikuti cara Gus Dur berzuhud itu terlalu berat. Kita ini orang-orang yang cinta dunia jadi sangat sulit untuk kemudian menjadi zuhud. Kalau mau mengikuti jejaknya, minimal hiduplah sederhana. Madyo. Dalam apapun termasuk dalam beragama.
  2. Jangan hanya 'bersemangat' mencintai Allah, tapi berusahalah mengenal Allah. Mengaku-aku cinta tapi bikin rusuh di mana-mana, padahal Allah itu Ar-rahman, Ar-rahiim, Al-Lathiif
  3. Muliakanlah sesamamu. ‘wa laqod karromnaa bani aadama’, sungguh Kami (Allah) memuliakan bani adam. Bani Adam yaitumanusia, apapun bentuknya. Maka jika kita mengaku cinta Allah, muliakanlah manusia.

wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh...”, Gus Mus lalu menutup ceramah setelah memberi nasehat.

Ada cerita-cerita lain yang diselipkan dalam tiap nasehat tadi.

  1. Menceritakan salah seorang utusan yang hendak membongkar mihrab masjid, sebab dianggap tidak sesuai dengan kiblat semestinya. Gus Mus ngendikan: Lha koq repot, kalau masalah arah kan bisa kita yang memiringkan sajadahnya. –mencontohkan sederhana dalam beragama-
  2. FPI-an dan orang-orang yang malah mengajak Allah untuk berkampanye. Kebangeten, kata Gus Mus. –contoh mengenal Allah-
  3. Saat Gus Dur lengser, sudah banyak pemuda menghimpun pasukan untuk ‘memprotes’ pelengseran beliau. Andai saja beliau memberi perintah: berangkat!. Mungkin hancurlah Jakarta. Sebab jumlahnya berlipat-lipat dari FPI yang sudah bisa merusak sana-sini. Tapi Gus Dur menolak. Sebab apa? Sebab beliau cinta Indonesia.

Damai Selalu Negeri Ini Dengan cinta Dan Kasih Sayang antar Sesama Tanpa Membedakan Ras Suku Dan Yang Tepenting Tanpa PAndang Bulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun