Mohon tunggu...
Harun AR
Harun AR Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Saya seorang guru matematika sekolah menengah. Sudah lebih 10 tahun saya mengajar anak-anak. Namun, sampai saat ini merasa pekerjaan ini semakin tergerus oleh profesionalitas tanpa penghormatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasibmu Dikoyak-koyak Gadget

18 April 2024   06:40 Diperbarui: 18 April 2024   06:40 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://unair.ac.id/tips-to-overcome-gadget-addiction-in-children/

Saya pendidik, saya merasakan keresahan dengan intensitas murid-murid memakai HP pintar. Sedikit-sedikit mereka melihat HP, mungkin ada notifikasi. Bahkan ketika jam istirahat dimulai, beberapa siswa melanjutkan bermain game online. Saya merasa yakin selama pembelajaran mereka memikirkan game atau memikirkan notifikasi, bahkan mungkin memikirkan status di medsos.  Saya mencoba searching tentang dampak gadget atau game online di Google Cendikia. Silahkan Anda cari sendiri, hampir semua yang saya baca mengatakan dampak negatif seperti kurang motivasi dan kurang perhatian.

Tahun ini ada wacana yang mampu membantu orang tua ataupun guru dalam menangani maraknya para siswa bermain game online. Pemerintah melalui peraturan presiden dan didukung oleh KPAI untuk segera membatasi penggunaan game online untuk anak. Peraturan ini jelas membantu bagi orang tua yang gaptek atau bersikap bodo amat menyikapi anak bermain Smartphone. Karena kadang anak lebih pinter memainkan HP dari pada orang tua. Bagi orang tua yang mahir mungkin bisa membatasinya dengan menyeting HP aplikasi mana saja yang bisa digunakan untuk anak-anak. Tapi kenyataannya sebagian besar melepas begitu saja penggunaan HP untuk anak-anak. 

Sebagian dari kita pasti bakal berpikir bahwa yang perlu didik adalah orang tua bagaimana mengawasi penggunaan smartphone untuk anak, itu cara yang bijak. Namun, jarang sekali instansi atau apalah itu yang mengadakan penyuluhan ini. Pertanyaannya, "Pernahkah Sekolah tempat anak anda memanggil penyuluhan tentang pedoman HP dari orang tua untuk anak?". Jika pernah mungkin sebagian masalah game adiktif teratasi. Tapi yang harus selalu diingat anak-anak selalu lebih pintar mengakali semisal kita telah proteksi Playstore, katakan pakai kunci agar tidak sembarang dibuka, maka si anak akan mencari lewat media lain lewat Browser. Nah, kita harus lebih update lagi dengan kemungkinan-kemungkinan yang lain.

Game online termasuk permainan yang selalu menarik dan update fitur-fitur terbaru selalu membuat orang penasaran memainkannya, bahkan bisa membuat pemain lupa makan, tidur, dan aktivitas fisik lainnya. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun bisa terjebak ke dalam adiktif game online atau offline. Katakan yang sering kita temui atau dengar para bapak-bapak ketagihan bermain game Slot. Beragam alasan bisa kita gunakan untuk bermain, seperti pelepas kepenatan, mengasah otak, menambah wawasan kosakata bahasa inggris, dll. Namun dari sebagain keuntungan tadi tidak sedikit yang malah teperangkap menjadi kegiatan penyita waktu lebih banyak, karena sudah selayaknya seperti itu yang diinginkan oleh perusahaan pembuat game online. Para pemain terus digiring rasa penasaran dan mereka (pencipta game online) mendapatkan keuntungan secara finansial. 

Bahkan beberapa pekan terakhir, saya mendapatkan artikel tentang otak popcorn untuk menggambarkan bagaimana anak-anak pecandu gadget otak meledak-ledak. Otak mereka mereka meledak ini menggambarkan bagaimana arus informasi  berupa tulisan atau video pendek yang terus berganti-ganti. Kita bisa bayangkan, video-video bagaikan bersifat adiktif yang terus membuat kita scroll terus video. Lebih canggihnya lagi, video yang serupa dengan minat kita selalu disajikan.  Inilah yang menambah betah kita berlama-lama menonton video durasi pendek. Melihat video pendek secara terus menerus membuat otak terbuai untuk melihat lagi konten dan berharap video berikutnya terus menarik. 

Sialnya, kita sebagai pendidik bisa kalah saing dengan tayangan medsos yang selalu lebih menarik karena sifatnya menghibur dengan algoritma yang selalui menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Sebagai guru kita tidak mungkin membuat siswa menarik, bahkan pembelajaran selalu melibatkan pemikiran mendalam. Ini berlawanan dengan rangsangan menyenangkan otak lewat tayangan medsos yang selalu membuat otak meledak-ledak. Oleh sebab itu, berhentilah berharap siswa berpikir lebih dalam atau diskusi rumit tentang pemecahan masalah, otak mereka sudah terlampau jauh merasakan  kejutan-kejutan dan rasa penasaran kepada video atau game.

Tanpa perlu menanyakan lagi atau studi tentang berapa lama mereka bermain gadget dengan membaca. Ini akan sangat jauh sekali berbeda. Otak kita sebetulnya sudah dirancang untuk melakukan imajinasi dan pemecahan masalah, namun proses ini seakan dishortcut oleh gadget. Ketika anda membaca sebuah cerita pendek atau novel maka anda berusaha memproses kalimat menjadi sebuah imajinasi sesuai cerita. Bayangkan juga ketika anda menghadapi sebuah persoalan pemecahan masalah, misal soal matematika, tentu anda perlu memahami soal ini dari bacaan dan tidak sedikit harus mencari-cari beberapa alternatif penyelesaian dan segala trial dan error nya. Ketika ketika membaca cerita lewat buku atau mencari soal dari persoalan, tahap akhirnya kita terhibur dan merasa senang atau bangga ketika mendapatkan solusi dari soal. 

Namun rasa terhibur, kesenangan, rasa bangga untuk sampai pada tahap itu telah dipotong oleh jalur pendek yang ditawarkan gadget. Kebiasaan ini seperti meracuni keseharian kita yang selalu ingin serba cepat dan mudah bosan. Bayangkan ketika siswa disuruh berpikir tak jarang dari mereka langsung bertanya pada google tanpa perlu membaca sumbernya. Atau ketika mengerjakan matematika, seketika otaknya merespon buka google, searching "soal matematika buku... nomor...". Dalam hitungan detik keluar hasil pencarian dan otak kita puas. 

Berapa lama seorang guru dapat bertahan dalam gempuran tayangan gadget dan segala aplikasi yang menarik?. Pertanyaan ini merupakan kegelisahan saya yang sering melihat murid bersikap cuek atau bodo amat kepada pembelajaran. Semenarik apapun pembelajaran selalu membutuhkan pemikiran dan proses yang lama yang bertentangan dengan otak dan perilaku mereka yang terkontaminasi gadget. Sialnya, intensitas belajar siswa pasti lebih sedikit daripada intensitas mereka bermain gadget di rumah. Keadaan ini akan semakin parah karena video-video pendek lebih banyak diproduksi, ribuan aplikasi terus diupdate, ribuan aplikasi game terbaru diproduksi. Persaingan ini sudah tidak sehat. Apalagi penawaran bagi pemain medsos dan game sudah dapat menghasilkan uang lebih besar dari pada profesi lainnya. Tak heran sebagian dari siswa akan berpikir untuk belajar segala hal di sekolah, jika ternyata bikin konten viral atau main game dapat menghasilkan uang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun