Mohon tunggu...
Niken Wahyu Utami
Niken Wahyu Utami Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Matematika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan CGP (Modul 1.4 Budaya Positif)

28 Oktober 2022   15:14 Diperbarui: 28 Oktober 2022   15:29 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam dan Bahagia,

Pada minggu ini, di modul 1.4 Budaya Positif, kami diberikan kesempatan mempelajari dan mendapatkan banyak pengalaman mengenai Budaya Positif. Disiplin positif merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah kita sebagai pendidik. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Tujuan kita adalah menciptakan murid yang memiliki disiplin diri sehingga murid bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita. Adapun 5 kebutuhan dasar manusia tersebut yaitu :

  • Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival)
  • Kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging)
  • Kebebasan (freedom)
  • Kesenangan (fun)
  • Penguasaan (power)

Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Selanjutnya apakah keyakinan kelas penting untuk mewujudkan nilai-nilai kebajikan yang melekat pada murid atau mewujudkan Budaya Positif? Keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Sehingga keyakinan kelas ini penting dan akan lebih memotivasi murid untuk mewujudkan Nilai-Nilai Kebajikan Universal.

Kemudian, apa yang kita lakukan jika terdapat suatu ketidak tepatan dengan keyakinan kelas ataupun terdapat suatu permasalahan murid? Apakah hukuman, konsekuensi, ataukah restitusi? Salah satu perbedaan dari hukuman, konsekuensi, dan restitusi antara lain dampak hukuman pada murid dapat berupa marah, merasa bersalah, rendah diri, dan mengasingkan diri. Selanjutnya dampak konsekuensi antara lain kehilangan hak, waktu jeda seorang diri, dan penahanan. Kemudian dampak restitusi adalah murid tidak kehilangan waktu, namun bersemangat untuk memperbaiki diri.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Tiga tahapan restitusi yaitu :

  • Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity), kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan
  • Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehaviour), semua perilaku memiliki alasan
  • Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief), Kita semua memiliki motivasi internal

Bagaimana dengan posisi kontrol sebagai guru terhadap murid? Terdapat lima posisi kontrol kita sebagai guru terhadap murid yaitu :

  • Penghukum
  • Pembuat Rasa Bersalah
  • Teman
  • Pemantau
  • Manajer.

Pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru. Dalam hal ini, motivasi instrinsik didapat sehingga menguatkan watak/ karakter.

            Dari pengetahuan-pengetahuan tersebut saya dapat merasakan dan menerapkan bahwa peran nyata saya dalam menciptakan Budaya Positif di sekolah antara lain :

Membuat keyakinan kelas sesuai dengan keinginan serta kesepakatan murid, sesuai dengan dengan filosofi KHD menuntun segala kodrat yang ada pada murid dan peran Guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran, serta nilai guru penggerak berpihak pada murid.

Menerapkan disiplin positif, sesuai dengan semoboyan "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani"

Posisi kontrol saya pada setiap masalah murid adalah manager.

Bila terjadi permasalahan murid yang berlanjut saya akan mengadakan segitiga restitusi

Selanjutnya terdapat hal menarik dan diluar dugaan saya, yang saya temukan dalam pembahasan ini, yaitu ternyata penghargaan termasuk cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya. Sebagai mana menurut Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995).

Perubahan, Pengalaman, dan Perasaan saya setelah mempelajari modul adalah bahwa keyakinan kelas benar-benar penting. Keyakinan kelas ini dilaksanakan dengan maksimal supaya sebagai langkah awal Budaya Positif dapat terwujud dengan lebih baik. Jika terdapat kurang tepat dari murid dalam Budaya Positif ini, maka dilaksanakanlah Segitiga Restitusi supaya murid menyadari sendiri apa yang kurang tepat dan bagaimana memperbaiki yang kurang tepat tersebut, serta bagaimana langkah untuk lebih baik ke depannya. Saya merasakan mendapatkan banyak pengalaman yang berharga dalam mewujudkan Budaya Positif ini.

Saya merasakan mendapatkan penguatan berkaitan posisi kontrol manager. Sebelum mempelajari modul, saya sudah mulai melaksanakan posisi kontrol sebagai manager. Tetapi hal tersebut masih belum konsisten dan masih khawatir berkaitan dengan waktu. Sehingga saya masih sering melaksanakan posisi kontrol sebagai teman dan pemantau. Setelah mempelajari modul ini, saya akan upayakan konsisten melaksanakan posisi kontrol sebagai manager. 

Karena posisi kontrol ini yang paling tepat untuk sampai mendapatkan motivasi instrinsik sebagai penguat karakter murid. Saya merasakan mendapatkan penguatan berkaitan segitiga restitusi ini. Saya pernah melaksanakan segitiga restitusi ini terutama dalam hal menjadi wali kelas. 

Jika di dalam kelas terdapat permasalahan murid, maka saya melaksanakan langkah-langkah segitiga restitusi ini. Saya berikan waktu dan dampingi murid tersebut untuk sharing,menyadari kesalahannya sendiri, menggali sendiri bagaimana mengatasi permasalahan tersebut, serta bagaimana untuk kebaikan ke depannya. Hanya saja, sebelumnya saya belum mengetahui bahwa langkah-langkah tersebut dinamakan segitiga restitusi. Sehingga setelah mempelajari modul ini, banyak penguatan dan pencerahan yang saya dapatkan.

Selanjutnya hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif adalah bagaimana proses menciptakan budaya positif ini terus diupayakan secara konsisten dan menyeluruh di lingkungan kelas maupun sekolah.

https://youtu.be/wTnWb5ee-ak

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun