Akhir-akhir ini seringkali over-stressed, gelisah, ditambah lagi sering periksa ke dokter karena penyakit kronis yang diidap, merasa pekerjaan yang dilakukan sangat membosankan, menoleh tabungan juga sedikit atau bahkan tidak ada, ditambah kredit yang harus dijalani dengan tabah hingga beberapa tahun ke depan.Â
Televisi juga terkadang sengaja dinyalakan, bukan maksud ingin menonton tayangan yang ada, melainkan hanya agar tidak terasa sepi saja di rumah, sembari memainkan gadgets seolah agar ada yang menemani.Â
Merasa waktu yang sangat sedikit untuk berlibur karena tuntutan karir, ditambah weekends yang selalu diisi dengan hiburan yang seringkali tidak menghibur juga.
Hal seperti ini sangatlah umum dialami oleh orang modern saat ini, dan hal itu dianggap wajar saja, tidak ada masalah, dan artinya kita telah berhasil menggapai impian kita menjadi kenyataan.Â
Segala kerja keras dari patuh terhadap jenjang pendidikan bertahun-tahun semua terbayarkan. Namun, terkadang, yang jadi masalah adalah kita tidak merasa diri kita sehat atau bahagia.Â
Padahal sudah diberkahi dengan kelimpahan materi, namun tetap merasa takut dan tidak bahagia, seperti ada sesuatu yang kurang apabila belum membeli barang baru. Barangkali, gaya hidup lah yang menguras kehidupan dan energimu. Terkadang gaya hidup juga dapat membunuhmu menjadi manusia yang hidup tak bernyawa, sulit untuk benar-benar merasakan hidup dan berakhir kesepian.
Seolah-olah gaya hidup memenjarakan, memaksakan kita untuk terus-menerus secara konstan mencari barang-barang, produk-produk yang indah, memandang billboard iklan yang rasanya ingin membeli produknya, lalu pergi ke mall bersama orang-orang yang sepemikiran dengan kita. Segala hal ini adalah tujuan akhir yang kita inginkan bukan?Â
Menjadi impian bagi orang modern seperti kita ini, hingga definisi sukses bagi budaya kita sekarang---memeroleh gelar pendidikan, dapat pekerjaan layak, memiliki keluarga yang sejahtera, konsumerisme, dan tentunya hingar-bingar penggunaan kredit.
Pada awalnya, kalo dilihat kita memang berharap dan berusaha agar memeroleh nilai yang bagus agar diterima oleh universitas yang cukup mahal, sehingga dapat memeroleh karir pekerjaan yang sangat baik, di mana pada akhirnya hidup bahagia.Â
Itu yang ingin menjadi tujuan kita, tapi tetap merasa seperti ada yang kurang apabila belum mengikuti trend saat ini, entah membeli barang yang menjadi perbincangan saat ini, mengikuti gaya hidup nongkrong di kedai kopi bintang satu sampai lima. Kita baru merasa hidup apabila telah mengkonsumsi barang tertentu. Apa benar jadinya statement, "aku belanja, maka aku ada."
Kita seolah-olah dibawa ke suatu tempat yang persuasif, sangat menarik, dorongan-dorongan agar mengamini apa yang baru saja dibeli membawa kita kepada kebahagiaan, keamanan-kenyamanan, dan bahkan ke tingkat yang lebih dalam, keabadian.Â
Ilusi mindset ini terus-menerus menggiring kita untuk mengejar kesenangan yang hampa seperti gadget terbaru yang mengkilap-merona dengan fitur-fitur magisnya, sepatu yang dijual dengan edisi terbatas, dan beberapa tas yang menggiurkan.Â
Korporasi pada akhirnya berhasil membuat orang membeli barang yang belum saatnya atau tidak dibutuhkan dengan menghubungkan barang kepada keinginan kita yang tidak disadari.
Erich Fromm, filsuf eksistensialis pun sempat menyinggung bahwa, "mimpi menjadi manusia yang mandiri dan menjadi pemimpin untuk diri kita sendiri pada akhirnya hanya hancur mengikuti roda gigi penggerak mesin birokrasi, dengan pikiran, perasan, dan cita rasa diri kita dimanipulasi oleh pemerintah dan industri, serta komunikasi massa yang mereka atur.
Sebagaimana Sigmund Freud mengatakan dalam bukunya Civilization and Its Discontent (1930), sangat mustahil untuk menghindar dari orang-orang yang pada umumnya menggunakan standar dan ukuran kehidupan yang salah, bahwa mereka mencari kekuasaan, kesuksesan, dan kekayaan bagi diri mereka sendiri dan mengagumi mereka di hadapan orang lain, dan mereka akhirnya merendahkan apa yang menjadi nilai kehidupan yang sebenarnya. Lalu, apa nilai kehidupan yang sebenarnya itu?
Kita hanya tahu yang pasti bahwa persoalan duniawai akan selalu muncul. Â Namun, kita dapat bercermin sesuai dengan versi kita sendiri sebagai masyarakat modern seperti apa yang dapat mengisi kebahagiaan dan ketenangan dalam diri kita selagi menjalani hidup.Â
Barangkali sederhananya seperti melihat anak yang baru saja bangun pagi dan bahagia saat pergi sekolah sudah menjadi suatu kebahagiaan tersendiri. Lalu, bagaimana kebahagiaan menurut versi kalian sendiri?
Peace on earth.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H