Mohon tunggu...
Gilang Mahadika
Gilang Mahadika Mohon Tunggu... Penulis - Social researcher

Graduate Fellow ARI-NUS (Asia Research Institute, National University of Singapore), AGSF (Asian Graduate Students Forum) 2021| Anthropology | Interested in Southeast Asian Studies

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Terjerumus dalam Kelas Pekerja Prekariat" Tantangan Buruh di Era Ketidakstabilan Pekerjaan

1 Mei 2020   21:51 Diperbarui: 1 Mei 2020   22:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja Mudah Terjatuh ke Dalam Kondisi Rentan

Kita memasuki fase baru di mana buruh bukan lagi mengenai perjuangan akan hak-hak mereka, seperti memeroleh keamanan dan jaminan sosial atas pekerjan mereka.

Namun, buruh saat ini tengah menghadapi persoalan baru, yakni kecenderungan jatuh menjadi kelas pekerja prekariat (precariat), dalam artian menjadi pekerja yang rentan, memeroleh pekerjaan yang tidak tentu, ketidakstabilan upah, ketidakamanan pekerjaan, dan dituntut adanya fleksibilitas kemampuan pekerja dalam pasar tenaga kerja.

Pekerja prekariat tidak seperti pekerja atau buruh yang berada dalam kelas proletar seperti yang digambarkan dalam relasi masyarakat kelas, borjuis dan proletar. Proletarian adalah mereka yang masih memeroleh pekerjaan tetap dan stabil, jaminan pekerjaan jangka panjang, jam kerja yang tetap, dan adanya persetujuan kolektif serta memiliki sifat berserikat.

Meskipun masih ada perlu perbaikan dari beberapa aspek, seperti buruh perempuan yang tidak dapat disamakan dengan buruh laki-laki.

Mereka yang jatuh ke dalam prekariat terkadang tidak mengetahui pegawainya satu dengan yang lain atau berapa banyak pekerja di dalam suatu usaha, bahkan mereka tidak tahu apakah mereka akan dapat bekerja kembali di masa depan. Para prekariat tidak dapat memprediksi upah atau status dan manfaat yang seharusnya mereka peroleh.

Kita mengambil kasus prekariat seperti yang terjadi di Italia, khususnya kota Prato, di mana para pekerjanya hampir keseluruhan adalah orang lokal Italia, hingga pada tahun 1989, sekelompok pekerja dari Cina berumur 38 tahun hadir dan mengembangkan perusahaan garmen seperti yang sudah ada di Prato.

Hingga puncaknya, pada tahun 2008, terdapat sekitar 4,200 perusahaan cina di Prato dan 45,000 pekerja Cina yang memproduksi garmen setiap harinya, cukup untuk menyediakan kain bagi dunia. Hal ini yang yang membuat adanya penurunan pekerja lokal Itali sendiri dan mereka cenderung jatuh ke dalam keadaan yang rentan (precarious jobs).

Orang lokal Itali sendiri menjadi kehilangan peran proletariannya, dibiarkan saling berebut demi mendapatkan pekerjaan prekariat atau tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali (Standing, 2011: 5).

Terlepas dari adanya sentimen anti imigran, kita tahu bahwa di sini buruh atau pekerja dituntut untuk fleksibel dalam menyesuaikan keadaan pasar, atau dapat mengikuti mekanisme permintaan dan penawaran.

Tuntutan yang diajukan oleh paham neoliberal inilah agar tiap negara diharuskan untuk menciptakan "fleksibilitas pasar tenaga kerja" (labour market flexibility).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun