Mohon tunggu...
Andy Hung
Andy Hung Mohon Tunggu... Marketing Manager, Merchandiser, Mandarin Interpreter -

I love Indonesia I Love Challenges

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tionghoa bukan Tiongkok, Tionghoa bukan Berarti Kaya

22 Desember 2016   16:40 Diperbarui: 23 Desember 2016   00:02 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak kasus Ahok, sepertinya ada sebuah kelompok yang memakai kesempatan ini untuk memecah Indonesia. Beragam isu bermunculan seperti Indonesia diserbu TK Tiongkok, Tiongkok berambisi menguasai Indonesia, lalu urusan Myammar malah menyasar kaum Buddha di Indonesia dan banyak sekali isu yang disebarluaskan oleh oknum yang berkepentingan. Media sosial juga menambah penyebaran isu-isu yang tidak jelas dan tidak benar. Tetapi itulah fungsi media sosial, mereka tidak bisa menseleksi isi dari sebuah artikel, alhasil artikel yang diminati atau dibaca banyak orang akan dimunculkan terus dan artikel tersebut cenderung negatif. 

Sering kali orang keturunan di Indonesia disamakan dengan orang Tionghoa di negara Tiongkok, memang dilihat dari sejarah leluhurnya sama dan berasal dari daratan Tiongkok. Tetapi setelah ratusan tahun mendiami Indonesia, banyak sekali budaya, tradisi, gaya hidup yang sudah berbeda. Apalagi ketika pemerintahan Presiden Soeharto, banyak budaya Tionghoa, nama tionghoa, bahasa dan tradisi yang dilarang. Alhasil sekarang banyak warga keturunan yang tidak mempunyai nama Indonesia, tidak menjalani tradisi seperti sembayang leluhur, merayakan imlek, makan bacang dan tradisi leluhur lainnya. Itu bukan hal yang negatif, karena kita semua sudah menerima kondisi tersebut dan telah menyesuaikan dengan situasi yang sudah ada. 

Banyak sekali orang keturunan yang suka soto, pecel, makan di warteg dan meski secara penampilan atau luar seperti orang TIongkok, tetapi dalamnya Indonesia banget :D. Bahkan orang tionghoa di beberapa daerah sudah menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Sunda, Jawa untuk kehidupan sehari hari. Tidak ada perbedaan yang berarti. Ketika masa presiden Pak Soeharto, orang tionghoa tidak boleh berpolitik dan tidak boleh masuk ke pemerintahan, kepolisian dan angkatan tentara. Tentu harus mencari bidang lain seperti melaut, berdagang dan lainnya, ketika ada beberapa orang TIonghoa yang sukses menjadi konglomerat, malah menciptakan sebuah persepsi bahwa orang tionghoa pasti kaya, padahal belum tentu. Banyak orang Tionghoa seperti keluarga saya dan banyak lagi yang orang tua berkerja sebagai nelayan, penjual mie, buka toko kelontong dan pekerjaan yang umum dan biasa lainnya. 

Saya masih ingat jelas beberapa tahun lalu ketika ibu saya operasi, kita sekeluarga minjam uang sana sini, memakai kartu kredit dan kemudian diangsur (sebelum ada BPJS) betapa berat tekanan finansial yang harus ditanggung, setelah menjalanai proses perawatan yang lama akhirnya Ibu saya meninggal dunia. Lain hal dengan teman saya yang orang Bandung, dimana Bapaknya seorang pensiunan BUMN, ketika Ibundanya operasi yang bahkan lebih besar dengan biaya yang jauh lebih banyak, namun karena ada askes serta ada uang pensiun yang diterima dari perusahaan dulu, tidak perlu membayar apapun, semuanya ditanggung. 

Cerita diatas saya hanya ingin menyadarkan pihak pihak yang tersinggung dengan kesuksesan beberapa orang TIonghoa dan menyebarkan isu-isu kebencian terhadap TIonghoa...kalian harus sadar, itu cuma segelintir dari sekian banyaknya orang Tionghoa di Indonesia, yang melarat juga sangat banyak. Kita semua tahu bahwa untuk masuk ke Pemerintahan sangatlah susah untuk kaum minoritas, dan sebagai orang Tionghoa saya tidak pernah merasa diperlakukan tidak adil, merasa didiskriminasi karena saya sadar diri dan sudah menerimanya. Bisa dibayangkan negara Singapore yang kecil tetapi orang imigrasinya ada dari suku Melayu, Tionghoa dan India. Tetapi di BUMN, Pemerintah, Imigrasi, Kepolisian, TNI, beragam kantor pemerintah kementrian tidak pernah atau jarang sekali ada pegawai dari Orang Tionghoa dan orang TIonghoa tidak pernah komplain ada merasa didiskrimianasi. Jadi, harus banyak bersyukur karena Pemerintah menyediakan banyak lapangan kerja yang sudah ready, di sisi lain kaum minoritas harus berusaha sendiri dari nol bekerja sebagai karyawan atau memulai sebuah usaha yang tentunya pasti lebih susah jalannya dibanding dengan bekerja sebagai PNS yang pekerjaan tetap, bisa kerja sampai puluhan tahun dan bisa mempunyai beragam tunjangan dan pensiun di hari tua. 

Ketika banyak teman saya yang bisa kuliah dari simpanan orang tua ketika bekerja, ada banyak yang bisa kuliah dari pensiunan yang didapatkan orang tua, di keluarga saya dan banyak teman saya yang harus bekerja terlebih dulu. Banyak yang tidak melanjutkan kuliah karena kendala biaya dan dari 6 bersaudara di rumah saya, hanya saya yang kuliah. Sejak lulus SMA dengan umur 18 tahun, melamar sana sini dan bekerja menabung selama 4 tahun saya baru bisa melanjutkan kuliah sendiri. Saya kadang merasa tidak adil, tetapi disisi lain saya bersyukur karena saya bisa bekerja, memberikan nafkah ke orang tua dan bisa kuliah, semua itu saya syukurin dan dijalanin. 

Ingatlah saudaraku, di Tiongkok sendiri punya ribuan masalah yang harus diatasin, miliyaran penduduk yang harus dihidupin, sangat tidak mungkin mereka akan peduli dengan orang-orang Tionghoa yang sudah tersebar dan menetap diseluruh dunia, di Indonesia, Malaysia, Singapore, Jepang, Korea, Afrika, Amerika dan banyak lainnya. Kalau TIongkok mempunyai kepentingan terhadap Indonesia, itu pasti ada setiap negara pasti mempunyai kepentingan terhadap negara lain. Ini sudah zaman "global village" keterbukaan informasi, kita tidak bisa lagi hidup dengan melihat latar belakang seseorang, karena kedepannya kita pasti akan sering bertemu dengan beragam orang dari negara budaya dan suku yang berbeda. 

Tolong kritis dalam menanggapi, mencermati setiap artikel, banyak sekali isu yang sengaja dibuat dengan maksud menciptakan perpecahan, perbedaan dan sekarang sudah terjadi. Saya berharap kita bisa belajar dan bisa lebih kritis dan tidak menerima setiap informasi yang didapat secara bulat-bulat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun