Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ruang Publik Impian, Hijau dan Tidak 'Rewel' untuk Kaum Difabel

30 September 2015   04:36 Diperbarui: 30 September 2015   07:32 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasar dari angka yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) terdapat 15% penyandang disabilitas di Indonesia. Dengan demikian terdapat populasi mencapai 36.841, 956 dengan populasi keseluruhan penduduk 245 juta. [WHO, 2012]. Bukan angka yang kecil, kalau kemudian hanya diperlakukan sebagai pesakitan dan dianggap warga negara kelas dua.

Dalam beberapa kasus yang pernah saya temui, baik secara langsung atau cerita-cerita di komunitas disabel, banyak ruang public yang tidak memberikan aksesbilitas yang memadai untuk penderita disabel. Misalnya saja di halte bus. Sekadar tanda saja tidak ada, apalagi ruang untuk mereka. Dan itu terjadi nyaris di semua ranah publik yang ada. Belum kalau kita bicara ruang publik seperti taman kota, transportasi masal, atau wilayah-wilayah yang bersinggungan misalnya area olahraga atau tempat rekreasi. Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki hak yang sama untuk menggunakan fasilitas atau ruang publik yang tersedia sehingga pembangunan fasilitas ruang publik juga haruslah memperhatikan kebutuhan mereka.

Seharusnya dan ini harus dilakukan secara massif, negara harus melakukan langkah-langkah untuk membuat tempat rekreasi dan olahraga, hotel, pantai, atau taman kota, dapat diakses oleh penyandang cacat. Langkah-langkah tersebut harus mencakup dukungan untuk staf  di semua lokasi ruang public itu, termasuk proyek-proyek untuk mengembangkan metode aksesibilitas, dan partisipasi, informasi dan pelatihan program. Otoritas wisata, agen perjalanan, hotel, organisasi sukarela dan orang lain yang terlibat dalam mengorganisir kegiatan rekreasi atau peluang wisata harus menawarkan jasa mereka untuk semua, dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus para penyandang cacat. Pelatihan yang sesuai harus diberikan untuk membantu proses itu.

Saya hanya ingin memberikan satu pemahaman, bahwa ruang publik hijau makin penting, tapi makin beradab dan berkemanusiaan yang sebenar-benarnya, ketika ruang publik itu bisa dinikmati, bisa diakses, bisa dijadikan tepat bertemu atau berkumpul, untuk siapa saja, termasuk khususnya untuk penyandang disabilitas. Membuka mata dan pikiran tentang hal itu, tentu saja selain didukung undang-undang sebagai landasan hukum, juga perlu kampanye yang terus menerus, serentak dan terintegrasi.

[caption caption="Aksesbilitas Kaum Difabel Harus Dikampanyekan Secara Masif [Foto: TribunKaltim]

[/caption]

Saya membayangkan, kelak kota-kota besar di Indonesia, dipenuhi area terbuka taman hijau, dimana semua makhluk berinteraksi tanpa merasa risi. Saya membayangkan, kelak area publik selalu ramah untuk siap saja, termasuk penyandang disabilitas, jadi mereka juga bisa merasa mandiri, nyaman, dan tentu saja diwongke. Area terbuka yang tidak gahar dan sangar. Tidak utopis bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun