Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Yang Tak Ada Di Buku Sejarah [Cerita Ringan "Pertempuran Lima Hari di Semarang"]

7 November 2013   02:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:30 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya merasa beruntung punya ayah yang sampai sekarang [puji Tuhan] masih sehat, menembus usia 90 tahun. Tak cuma sehat saja, tapi ayah saya punya banyak cerita soal perang, pergerakan pemuda tahun 40-60an, hingga pernik-pernik kecil tentang revolusi, yang tidak bakal ada di buku sejarah manapun.

SALAH SATU yang ingin saya bagikan adalah kisah pembangunan bunker dan pertahanan udara yang dilakukan tentara Jepang di Semarang. Ini ada kaitannya dengan kisah heroik ‘Pertempuran Lima Hari’ di Semarang, Oktober 1945. Seperti yang tercatat di buku-buku sejarah, Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang.

Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi [bedakan dengan Peristiwa 10 November - perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan sekutu dan Belanda]. Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 [walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas sebelumnya] dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945. 2 hal utama yang menyebabkan pertempuran ini terjadi karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi. dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Ia juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara.

Dalam kacamata ayah saya, Jepang sebenarnya sudah tahu bakal terjadi pertempuran hebat di Semarang. Mengapa? Karena sepanjang Ngesrep – Jatingaleh melewati turunan Gombel, sebelum bulan Oktober, sudah dipersiapkan bunker-bunker, terowongan, dan posisi-posisi di perbukitan untuk mengantisipasi serangan udara yang mungkin terjadi. Mereka –Jepang—“memaksa” pribumi ketika itu, untuk membangun pertahanan-pertahanan itu sepanjang Gombel. Bentuknya seperti goa-goa Jepang dengan terowongan panjang di dalamnya. Sayangnya, sisa-sisa goa-goa itu sekarang sudah sulit ditemukan karena dibangun hotel dan beberapa tempat nongkrong. Meski menurut ayah saya, sebenarnya bisa dilacak keberadaannya.

Kemudian ada rumah dengan bunker bawah tanah, yang juga sempat dipakai untuk perlindungan perang  di daerah Srondol Kulon [sekarang jadi parkiran ADA Swalayan]. Ketika penulis masih kecil, pernah mencoba melongok bangunan kuno yang ketika itu berada di samping lapangan volley [ini juga sudah tinggal cerita]. Ada kamar-kamar di bawah tanah yang terbangun rapi dan nyaman.

Kembali soal Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ayah saya ketika itu adalah salah satu petugas kesehatan. Ketika pertempuran terjadi, banyak pegawai rumah sakit yang dibantai oleh Jepang. Mereka yang selamat, kabur dari rumah sakit melewati parit besar di sepanjang rumah sakit [kini RS dr. Kariadi], yang mengarah ke Ngaglik. Lewat parit itu itulah banyak dokter dan perawat yang berhasil lolos dari pembantaian tentara Jepang.

Cerita-cerita sejarah dari sisi pelaku [kebetulan ayah saya], buat saya menarik, karena tidak ditulis sebagai cerita sejarah resmi. Seandainya banyak pelaku sejarah berkisah, tentu sejarah kita akan lebih kaya. Seperti pembangunan pertahanan perang di Gombel, meski akhirnya tidak digunakan karena Jepang keburu menyerah di Semarang bawah, tapi kejadian dan bukti sejarah yang nyata, pasti akan jadi cerita menarin buat generasi sekarang dan mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun