Seni, seperti menggambar, musik, memotret dan aktivitas kreatif lain, menjadi media menuangkan emosi dan memaparkan apa yang ada dalam pikirannya dalam bentuk karya. Ini bisa merelease dan menjadi jembatan kesulitan mereka dalam berkomunikasi.
Kini hampir tiap pagi di ruang depan ramai suara anak-anak, wangi kopi dan hangat roti. Riuh rendah semangat berkarya bersamaan hangatnya matahari dan decit tongeret di balik pepohonan halaman rumah. Suara besar Ayah yang riang memandu anak-anak disleksia yang tengah belajar seni menggambar menggunakan media zoom. Tiap rumah yang beraktivitas di rumah saja mempunyai kehangatan masing-masing. Suasana ini berlangsung dari bulan Januari 2020 hingga sekarang melewati masa school from home akibat pandemi.
Beberapa pekan lalu, Ayah mengajar menggambar doodle. Ketika dia mengajarkan pola dan bentuk, ingatan saya seperti terbangun lagi. Waktu saya anak-anak hingga remaja, saya sering sekali menggambar dengan pola seperti itu. Tapi saya tidak tahu jenis gambar itu namanya doodle.
Lalu kini ada nama lain dari pola gambar doodle tersebut yaitu mandala dan zentangle. Ketiganya ada kedekatan pola meski ada perbedaan bentuk dan prinsip.
Menariknya belajar menggambar doodle ini, anak-anak diajak untuk menggambar bentuk dengan pola yang berulang. Pola doodle ini, kita diajak untuk mengisi setiap ruang dengan menggunakan patern atau motif. Patern itu beragam, seperti spiral, bunga, garis-garis, lingkaran, segitiga, lingkaran, persegi panjang, garis melengkung, bunga-bunga, daun, semua ini digambar dengan berulang menghasilkan motif yang menarik.Â
Bagi anak disleksia, membuat patern ini menstimulasi mereka mengolah tangan dalam membuat garis, lingkaran, titik, memperkirakan jarak hingga akhirnya membuat bentuk.
Cara ini dapat melatih executive function karena mereka harus merencanakan gambar, mengeksekusi ide dengan mempersiapkan peralatan, proses menggambar sampai selesai dan merapikan semua peralatan termasuk menghasilkan karya yang rapi (tidak robek), anak-anak bisa memahami dan mengikuti instruksi.Â
Karena dibeberapa situasi, anak-anak sering berinisiatif menciptakan ide sendiri dengan mengabaikan instruksi. Pada hal-hal yang khusus, anak-anak harus mengikuti instruksi namun pada hal-hal umum anak-anak bisa mengembangkan ide.
Misalnya, instruksinya membuat burung (hal khusus), anak-anak bisa mengembangkan burung ditambah gambar topi atau diberi warna pelangi (hal umum). Karena anak disleksia seringkali mengabaikan instruksi. Bukan ngeyel, tapi otaknya sering memotong informasi dan seringkali beberapa instruksi yang panjang seperti blank atau hilang. Sehingga mereka menggambar sesuai daya serap info yang dia dapatkan.
Kegiatan berkarya seni bagus dilakukan oleh anak-anak disleksia yang sering kesulitan berkomunikasi secara verbal. Dalam hal ini sulit memilah kosakata yang tepat dalam mendeskripsikan suatu keadaan.
Dalam proses menggambar, kemampuan motorik halus meraka akan terolah bersamaan dengan olah sukmanya. Saat guru menginstruksikan harus menggambar ikan, rumah, pohon, daun atau berbagai bentuk lain, anak-anak akan terstimulasi untuk menggerakan tangan untuk membuat bentuk, garis, lingkaran, kotak, hingga memilih warna dan menuangkannya ke atas kertas.