Alur dialog panjang aktor menggunakan bahasa yang beragam, tetap dapat kita nikmati informasinya dari permainan visual tersebut. Jadi tidak terganggu sama sekali. Visual menjadi jembatan penuturan kisah pertunjukan, penonton tetap mendapatkan pesan yang ingin disampaikan dari pertunjukan ini meski beda bahasa.Â
Permainan lampu warna biru mendominasi, seolah mewadahi proses pencarian diri, kegelisahan dan kebebasan bersikap dalam waktu bersamaan. Tentang pencarian diri, menyusun file ingatan-ingatan, asal muasal yang membuat keberadaannya hadir pada saatnya sekarang.Â
Proses latihan secara intens dilakukan oleh aktor berbasis di Bandung, Heliana Sinaga, Wawan Sofwan, Godi Suwarna, Rinrin Candraresmi. Musisi dan vokalis yang berbasis di Melbourne-Ria Soemardjo, musisi Bandung-Sisca Guzheng Harp, perancang kostum dan panggung dari Melbourne-Emily Barrie, seniman video maping dan bambu-Deden Bulqini dan penata lampu-Aji Sangiaji, berlatih bersama dari pagi hingga malam.
Seluruh proses pencarian bentuk, menghafal naskah, latihan di berbagai sudut difasilitasi penuh oleh Nu Art selama satu bulan penuh. Tidak hanya latihan, mereka semua mendapat rumah untuk beristirahat di Nu Art. Sebuah support yang luar biasa untuk hasil pertunjukan teater yang menarik.Â
Saya mendapatkan kolaborasi kedua negara ini mampu merangkul dua budaya menjadi satu sajian pertunjukan yang indah. Jalan cerita dan hasil eksekusi bentuk-bentuk simbolik pertunjukan seperti sudah diperhitungkan dapat diserap oleh masing-masing budaya: Indonesia dan Australia. Karena pertunjukan Hades Fading ini, selanjutnya akan dipentaskan di La Mama Theater, Melbourne, menjadi bagian dari acara Asia Topa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H