Mohon tunggu...
Didit dit
Didit dit Mohon Tunggu... Guru -

mensyukuri hidup dengan cara menjalaninya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Heboh Dangdut di SMAN 5 Tangerang Selatan

14 Maret 2016   10:51 Diperbarui: 14 Maret 2016   11:27 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SMAN 5 Tangerang Selatan heboh karena salah satu siswinya tampil di acara kompetisi dangdut Indosiar. Icha, atau Ica (entah bagaimana cara mengeja nama anak itu) membuat seisi sekolah ramai. Dari kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, anak-anak hingga satpam tersihir.Anak itu adalah bintang baru yang mencuri perhatian.Sekolah bahkan membuat banner besar-besar untuk mendukung Ica.

Masih muda, baru kelas 10 SMA, masa depannya masih sangat cerah. Dua, tiga, atau lima tahun lagi, barangkali dia akan jadi biduan seperti Elvi Sukaesih, atau Ayu Ting Ting.Bisa jadi kelak dia akangabung dalam grup duo, seperti duo serigala, atau bisa jadi juga bikin grup trio, layaknya trio macan yang goyangan dan dandanannya bisa buat mabuk kepayang laki-laki maupun perempuan yang kurang akal dan kurang iman.

Luar biasa, saking hebohnya, Kepala sekolah beserta para guru SMA N 5 Tangsel memobilisasi para siswa untuk mengirimkan SMS dukungan sebanyak-banyaknya.Ketua OSIS SMA N 5 (lewat media sosial) mengkampanyekan kepada seluruh siswa untuk turut andil mendukung Ica (atau Icha) agar kelak menjadi juara. Katanya nih bro, jajaran kepala sekolah, guru dan staff melakukan hal itu dengan alasan jika Ica menjadi juara, nama SMAN 5 Tangsel akan terangkat tinggi-tinggi, luar biasa.

Dari penuturan saudara saya yang sekolah di SMA N 5 Tangsel, pada hari Jumat, 19/02/2016,para guru mengumpulkan seluruh siswa di halaman sekolah. Beberapa orang berdiri di lantai dua dan merekam mobilisasi itu (entah untuk tujuan apa), tapi ada yang bilang, kalau rekaman itu akan ditayangkan di televisi. Beberapa guru yang lain  memberikan aba-aba kepada siswa untuk memegang HP dan mengirimkan SMS secara bersama-sama, kemudian memberi perintah kepada mereka untuk mengacungkanjari telunjuk sebagai simbol no 1, kabarnya itu nomor Ica di pentas dangdut itu. (kalau saya ada di sana pada saat itu, saya juga akan mengacungkan jari, tapi bukan telunjuk, melainkan jari tengah!) Beberapa aktivitas sekolah ditunda hari itu, sebab para guru sepakat berangkat bersama-sama ke studio indosiar untuk memberikan dukungan kepada Ica secara langsung. Teman satu kelas Ica, kelas 10 satu, pun berangkat ke studio dengan tujuan yang sama.

Konon katanya, ada guru yang berjoged ria dan dengan pedenya nyengir riang gembira ketika sensor kamera menerpa wajahnya. Tentu saya tak tahu menahu adegan itu sebab sudah berbulan-bulan saya ogah menonton TV Indonesia, tapi dengar dari cerita anak-anak sih begitu.

Parahnya lagi.Sepekan atau dua pekan kemarin, siswa kelas 10 dan 11 SMA N 5 Tangsel baru saja menyelesaikan UTS.Banyak siswa yang remedial ujian karena nilainya kurang memuaskan.Saudara saya salah satunya.Ia kena remedial TIK, Sejarah, SBK, dan entah saya lupa pelajaran apa lagi. Normalnya, remedial diberikan kepada siswa dengan mengulang mengerjakan soal, atau diberikan soal lain, juga seringkali tugas-tugas sekolah lainnya, apapun yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran.Namun kali ini tidak.Untuk mengangkat nilai-nilai yang jeblok, siswa tidak perlu mengerjakan soal latihan, tidak perlu mengerjakan tugas-tugas sekolah, tapi mereka diperintahkan untuk memberikan SMS dukungan.Kalau mau mendapat nilai tambahan, mau tak mau siswa harus mengirimkan SMS dukungan untuk Ica tersayang.

Masya Allah, APA HUBUNGANNYA SMS DUKUNGAN DENGAN NILAI KOGNITIF ANAK-ANAK? BAGAIMANA SEORANG GURU BISA MENJADIKAN JUMLAH SMS DUKUNGAN YANG DIKIRIMKAN SISWA SEBAGAI ACUAN UNTUK MEMBERIKAN NILAI? Saya sebagai guru merasa heran dan geleng-geleng kepala.

Saya tidak tahu bagaimana tanggapan bapak Menteri Pendidikan jika hal ini sampai di telinganya. Apakah beliau akan mendukung(karena menganggap keberhasilan Ica berbanding lurus dengan keberhasilan progam SMAN 5 Tangsel dalam mendidik para siswanya) ataukah seperti saya, ia merasa muak sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa televisi kita saat ini hanya menayangkan yang laku dijual, bukan menayangkan acara yang baik dan mendidik. Entahlah, pertanyaan itu tinggalah pertanyaan di benak saya sebab saya tak punya akses ke kementerian pendidikan untuk bertanya langsung dan melihat ekspresi pak Anies akan hal itu.

Beginikah wajah masyarakat kita? Beginikah wajah pendidikan kita? Saya tak habis pikir, bagaimana bisasebuah sekolah mati-matian berjuang mendukung siswa yang ikut lomba dangdut di televisi nasional. Apakah untuk menumpang ketenaran dan nama baik? Entahlah.

Saya menulis ini bukan karena iri atas keberhasilan seseorang. Tidak, sama sekali tidak. Saya menulis ini hanya karena rasa prihatin semata.Bagaimana tidak? Saya seorang guru yang merasa punya tanggung jawab moral untuk anak didik saya.

Tidak bisa saya pungkiri, hati dan jiwa saya sangat meyayangkan hal ini bisa terjadi di lingkungan pendidikan, mengingat, apakah ada hubungan linear antara pengajaran dan pendidikan dengan dunia hiburan yang menjajakan kegemerlapan dan kehedonisan?Bukankah justru saling berseberangan.

Satu hal lain yang membuat saya prihatin adalah informasi dari beberapa siswa yang mengatakanSMA N 5 tidak pernah memberikan dukungan semasif itu kepada siswa-siswa lain yang berprestasi. Saudara saya yang sekolah di sana punya teman yang punya prestasi olahraga yang baik, berkali-kali ikut kejuaraan berbagai tingkat, tapi tidak pernah SMA N 5 Tangsel memberikan dukungan sebesar itu kepadanya. Tidak terlihat dukungan yang layak pula untuk siswa-siswi SMA N 5 Tangsel yang ikut OSN beberapa pekan yang lalu.

Apakah memang begini pola pikir masyarakat kita? Sepertinya semuanya sudah jungkir balik. Di masa media berkreasi tanpa dibatasi dan diawasi dengan baik seperti saat ini, seseorangakandianggap baik oleh masyarakatapabila berhasil masuk TV dan berpendapatan milyaran. Acara TV yang menarik bagi masyarakat kita adalah acara yang glamor, acara musik yang tak membicarakan musik, lucu-lucuan yang kampungan, dan sinetron yang jalan cerita serta akting pemerannya kurang bermutu.Tak heran masyarakat kita lebih mengenal seorang siswi kelas 10 yang ikut acara dangdut di TV nasional, daripada Joey Alexander yang masuk nominasi Grammy, atau Gilbert dan Gomos parulian yang diundang NASA atas karya fenomenal mereka.

Kalau masyarakat awam yang pendidikannya pas-pasan punya pola pikir seperti itu saya masih bisa tahan, tapi Kepala Sekolah, guru, para pemangku lembaga pendidikan?

Duh Gusti, bagimana bisa para guru yang tugas utamanya mendidik, justru menggiring anak didiknya untuk mendukung acara yang tidak mendidik? Seorang guru yang seharusnya tahu bahwa seseorang dinilai berdasarkan ilmu, akhlak dan ketakwaannya, malah ikut berjoged ria dalam acara yang entah di mana letak ilmu, akhlak dan ketakwaannya? Bagaimana kita bisa tahan melihat yang demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun