Satu hal lain yang membuat saya prihatin adalah informasi dari beberapa siswa yang mengatakanSMA N 5 tidak pernah memberikan dukungan semasif itu kepada siswa-siswa lain yang berprestasi. Saudara saya yang sekolah di sana punya teman yang punya prestasi olahraga yang baik, berkali-kali ikut kejuaraan berbagai tingkat, tapi tidak pernah SMA N 5 Tangsel memberikan dukungan sebesar itu kepadanya. Tidak terlihat dukungan yang layak pula untuk siswa-siswi SMA N 5 Tangsel yang ikut OSN beberapa pekan yang lalu.
Apakah memang begini pola pikir masyarakat kita? Sepertinya semuanya sudah jungkir balik. Di masa media berkreasi tanpa dibatasi dan diawasi dengan baik seperti saat ini, seseorangakandianggap baik oleh masyarakatapabila berhasil masuk TV dan berpendapatan milyaran. Acara TV yang menarik bagi masyarakat kita adalah acara yang glamor, acara musik yang tak membicarakan musik, lucu-lucuan yang kampungan, dan sinetron yang jalan cerita serta akting pemerannya kurang bermutu.Tak heran masyarakat kita lebih mengenal seorang siswi kelas 10 yang ikut acara dangdut di TV nasional, daripada Joey Alexander yang masuk nominasi Grammy, atau Gilbert dan Gomos parulian yang diundang NASA atas karya fenomenal mereka.
Kalau masyarakat awam yang pendidikannya pas-pasan punya pola pikir seperti itu saya masih bisa tahan, tapi Kepala Sekolah, guru, para pemangku lembaga pendidikan?
Duh Gusti, bagimana bisa para guru yang tugas utamanya mendidik, justru menggiring anak didiknya untuk mendukung acara yang tidak mendidik? Seorang guru yang seharusnya tahu bahwa seseorang dinilai berdasarkan ilmu, akhlak dan ketakwaannya, malah ikut berjoged ria dalam acara yang entah di mana letak ilmu, akhlak dan ketakwaannya? Bagaimana kita bisa tahan melihat yang demikian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H