Bersama anak jalanan di Jatibarang (Copyrights: Dwi Mukti W)
Biarkan langkah membawamu kemana arah tujuan sebenarnya. Suatu saat, akan kau temukan makna di balik perjalanan hidup itu. Ungkapan ini terus mengiringi setiap langkah dan kisah. Langkah yang akan menentukan batasmu, asamu. Dan dalam setiap perjalanan itu, selalu kautemui kisah anak manusia yang mencoba mengadu peruntungannya, atau ingin merubah nasibnya. Seperti segerombolan anak kecil yang bersua di perjalanan melewati daerah Jatibarang, Jawa Tengah.. Mereka menginginkan arti hidup yang sebenarnya, yaitu hidup layak dan tercukupi kebutuhannya. Tanpa harus mengadu nasib memeras keringat sepanjang emperan jalan untuk ngamen mengais peruntungan. Mereka belum menjadi anak jalanan. Mereka hanya ingin perut tidak kelaparan, hati tidak kesepian. Keinginan mereka yang masih tertancap di hati adalah perhatian yang mampu mengawal perkembangan usia mereka. Kebahagiaan mereka selama ini, didapatkan ketika berkeliaran di jalan. Jadi, jangan biarkan masa kanak-kanak terperangkap teriknya aspal jalanan. Masih ada waktu meraih kembali jalan hidup mereka agar tidak salah jalan. Biarlah jalanan menjadi hiburan, tapi jangan sampai menjadi pilihan masa depan.
[caption id="attachment_338517" align="aligncenter" width="300" caption="Menjadi pusat perhatian di jalanan Jatibarang (Copyrights: Dwi Mukti W)"]
Ada kebahagiaan tersendiri bagi mereka –seusai ngamen dan membawa hasil kerja keras menyusuri jalanan seharian. Lebih bahagia lagi jika yang mereka peroleh hari itu bisa disisihkan untuk orang tua dan adiknya. Ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri saat bertemu mereka, terlebih melihat kerja keras mereka. Kreativitas mereka sebenarnya belum sepadan dengan usianya. Namun, keadaan telah membuat hiburan utama sepulang sekolah menjadi pekerjaan nyata bagi mereka - yang tergolong belia untuk bekerja. Ngamen bukan lagi pekerjaan sampingan – yang tadinya sekedar mencari uang buat jajan.
Prihatin memang, saat anak anak seusianya tidur pulas dirumah, mereka justru menyusuri teriknya matahari agar kenclengnya penuh terisi. Saat anak anak lainnya mengikuti les piano atau pelajaran tambahan, mereka terpaksa berlenggak lenggok menari menarik simpati, sekedar mengais recehan. Mereka berkarya dengan menarik perhatian. Mereka berkarya tanpa bekal pengalaman dan keahlian. Mereka hanya berharap belas kasih yang tumpah di sepanjang jalan. Sayangnya, jalanan terlalu bising dan sibuk dengan kemacetannya, sehingga mereka luput dari perhatian. Mari kita bantu mereka mencarikan peluang – menyelamatkan masa depan bagi mereka yang belum layak membanting tulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H