[caption id="attachment_38552" align="alignleft" width="300" caption="image from : http://www.adobenerds.com"][/caption] Ketika memberikan pelatihan Go Blog di SMKN 1 Cibinong, aku meminta peserta menuliskan apapun yang dipikirkannya, meskipun yang ditulis adalah "aku tak tahu apa yang mau kutulis". Semua peserta menulis dalam waktu singkat: 3 menit saja. Sengaja aku berikan waktu singkat, karena biasanya dalam keadaan terdesak, alam bawah sadar menjadi kekuatan yang tak terduga. Akhirnya, dalam 3 menit, mereka sudah membuat posting-an pertama di blognya masing-masing. Usai pelatihan, seorang peserta mendekatiku. Ia adalah peserta yang sempat menyatakan diri tak pandai menulis. Namun akhirnya, iapun dapat ngeblog dengan tulisan pertamanya. Ia bertanya tentang cara agar tak kehabisan ide menulis. Sebenarnya aku tak punya teori untuk menjawab pertanyaannya. Tapi bagaimanapun, sebuah pertanyaan menuntut jawaban. Aku jelaskan saja bagaimana caraku sendiri dalam menulis blog. Hanya 4 poin yang kusampaikan. 1. Teguhkan! Ide tercetus jika seseorang meneguhkan diri untuk selalu menulis. Entah terkait atau tidak dengan kecerdasan seseorang, - yang kutahu - orang yang tidak biasa menulis, apalagi yang tidak suka menulis, tak akan menangkap ide dari segala peristiwa yang ada di sekitarnya maupun yang dialaminya. Berbeda bagi seorang penulis, atau siapapun yang memicu, memacu, dan melecutkan dirinya untuk selalu menulis. Orang seperti ini akan cepat menangkap ide. Bahkan tidak jarang mereka tak sempat memikirkan sebuah ide, namun ide itu tercetus begitu saja di kepalanya. Ketika terjadi konflik antar dua orang karyawan di kantor. Si A hanya mengabarkan kepada teman-temannya tentang kejadian tersebut. Namun si B, menangkap ide lain. Ia menulis tentang masalah pertemanan, hubungan antar pegawai, tenggang rasa, prasangka, prototipe pegawai, raut wajah dan kejujuran, persahabatan, perselingkuhan, dll. Dari sebuah kejadian, si B menghasilkan banyak ide tulisan. Wajar saja si B memiliki letupan ide yang lebih kaya ketimbang A, karena B terbiasa menulis dan meneguhkan dirinya untuk selalu menulis. Apalagi si B ngeblog, sedang si A cuma demen gonta-ganti status facebook saja. 2. Catat! Catat letupan ide, sesepele apapun. Ketika meletup sebuah ide di kepala kita, catat! Jangan biarkan letupan ide diingat-ingat saja. Letupan itu itu saya ibaratkan sebuah percikan kembang api. Banyak sekali percikan yang muncul. Kalau hanya diingat-ingat saja tanpa dicatat, dijamin akan terlupakan begitu saja. Terserah mau dicatat di kertas, handset, bahkan daun lontar. Jangan pernah berpikir bahwa ide yang muncul tak berharga. Jangan anggap sepele sebuah ide. Ketika muncul ide menulis tentang seorang teman yang membeli Brem di pasar Beringharjo Jogjakarta, aku langsung mencatat dalam satu kalimat: "Alux nawar nenek penjual brem". Catatan tersebut adalah pengait ingatan. Aku langsung mencatat nama temanku, yang dilakukannya, dan pihak kedua, yaitu sang nenek. Sekilas, catatan itu amat sepele. Ngapain juga aku nulis tentang teman yang beli brem. Tapi, karena aku tak menganggapnya sepele, maka jadilah sebuah tulisan yang berjudul Sang Nenek yang Tjerdik. 3. Lakukan! Jika ide sudah tercetus, bahkan sudah dicatat. Tinggal satu hal yang harus dilakukan, yaitu mulailah menulis! Jika boleh dipersenkan, sebenarnya kekuatan ide itu hanyalah 20% saja. 80% adalah action! Menulis! Dengan sering menulis, sadar atau tidak kita telah belajar meningkatkan kemampuan menulis. Memang ada teori tentang menulis, tapi tetap saja efek teori hanya 20%. Sisanya adalah kesungguhan kita untuk beraksi, melakukan apa yang mestinya dilakukan. Jika anda ingin tetap menulis, atau menjadi seorang penulis, maka menulislah. Menulis adalah mengurai ide yang telah kita catat. Dalam menulis, jangan terpenjara pada diksi. Dari pada membuang-buang waktu memikirkan kata-kata yang indah, puitis, keren, inkonvensional, mending mengucurkan kata apa adanya. Tulis saja apa adanya dengan bahasa yang paling kita mengerti. Menulis dengan bahasa sendiri biasanya lebih mengalir, lebih lancar, lebih asyik! 4. Membaca! Yang keempat ini hanya poin tambahan saja. Sebenarnya tiga langkah di atas sudah cukup untuk menempa diri menjadi makhluk Tuhan yang paling sexy gemar menulis. Tapi sekali lagi, jangan anggap sepele. Dengan membaca, pengetahuan kita akan bertambah. Wawasan menjadi lebih luas. Kepongahan kita akan tereliminasi. Membaca karya orang lain bukanlah sekedar mempelajari cara menulis, tata bahasa, dan gaya penulisan. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu belajar menyadari perbedaan. Ingat! Bukan hanya anda yang menulis. Bukan hanya anda yang punya opini. Semua orang punya kemampuan dan pemikiran yang berbeda. Dengan membaca, kita bisa "Ngeh" terhadap pluralitas pemikiran. Begitulah jawaban saya tentang 4 langkah yang mesti dilakukan jika seseorang mau menjadi penulis ataupun blogger. Terserah bagaimana anda mendefinisikan, yang jelas keduanya sama-sama menulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H