Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Biarkan Baduy Bicara : Ayah Sehari

24 November 2009   02:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_22027" align="alignleft" width="300" caption="MT dan Ayah Aja from Cibeo"][/caption] Kami tiba di rumah Jaro Dainah. Memberitahukan bahwa kami telah kembali dengan selamat. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Luar Badui : Ciboleger. Di depan gerbang masuk, aku merasa betapa berat meninggalkan Ayah Aja. Ia sudah sangat baik menjaga dan melayani kami. Seperti ayah kami sendiri. Ia tak menunjukkan kelelahan sedikitpun, agar kami tetap semangat menapaki bumi. Ia bahkan membantu kami dengan memberikan jalur yang mudah untuk dilintasi dalam perjalanan pulang, dimana tenaga dan semangat kami jelas berkurang. Dengan "jalur khusus" itu, kami bahkan bisa mendahului sekelompok tamu yang sebelum kami pindah track, mereka sudah berada 3 bukit di depan kami. Aku teringat saat Oetjoep berteriak menyatakan kepada mereka, bahka kami akan lebih dulu sampai. Salah seorang dari kelompok itu ada yang bertanya kepada kami, "Koq bisa duluan, sih? padahal kalian sebelumnya jauh di belakang kami?" Aku tak akan memberikan jawaban tentang track khusus yang boleh dibilang sebagai hadiah dari Ayah Aja untuk kami. Aku hanya bilang, "Kami didampingi oleh saudara kita dari Baduy Dalam, itu dia orangnya, Ayah Aja, sedangkan kalian tidak didampingi... mungkin itu yang membuat kami bisa lebih cepat". Sebenarnya buatku bukanlah hal penting, siapa yang lebih dahulu sampai. Yang penting adalah, semua tamu Baduy Dalam, bisa kembali dengan selamat ke tempat asalnya masing-masing. Akhirnya kami tak bisa memungkiri sebuah perpisahan. Aku memeluk Ayah Aja. Gemetar dadaku ketika ia menepuk-nepuk punggungku. Rasanya mataku mulai berkaca-kaca. Namun perasaan ini tak hanya aku sendiri yang mengalami. Teman-temankupun merasakan berat yang sama untuk meninggalkan Ayah Aja. Satu persatu teman-temanku bersalaman dan memeluk Ayah kami seharian ini. Kami memaksa Ayah Aja untuk foto bersama. Bahkan beberapa orang bergantian foto berdua Ayah. Hali sangat berterimakasih telah dibuatkan tongkat yang membantunya sepanjang datang dan pulang. Pachekopun demikian. Ipul meneteskan air mata walau tetap tersenyum. Tatox lebih lama memeluk Ayah seharinya. Begitupun dengan Oetjoep, Iwan, Aman, Firdaus, dan aku sendiri. Selamat tinggal ayah sehari! Semoga Tuhan memberkahi hidupmu! Demikianlah perjalanan kami. Sebuah perjalanan mencari kebijaksanaan budaya, perjalanan memahami moralitas langka, perjalanan menghormati sebuah suku yang tetap bertahan di tengah tekanan budaya global. Tidak banyak yang kami ceritakan, karena kami merasa tak cukup ilmu untuk menceritakan segalanya tentang Baduy Dalam. Mereka sendirilah yang pantas berbicara untuk kita dengar dan kita pahami. Kami hanya sekedar menyampaikan pesan, cukuplah kita merasa lebih tahu tentang mereka daripada mereka sendiri. Kita tunggu saatnya mereka bicara tentang kehidupan dan sejarah mereka sendiri. Sejak sekarang, dibantu oleh Pak Asep Kurnia, Ayah Mursyid sedang merancang Pusat Informasi Baduy yang resmi. Sebuah official website. Jangan kaget! Walaupun mereka jauh di pedalaman, jangan dikira buta! Aku lihat sendiri ketika Ayah Mursyid sedang online di depan desktop PC di rumah Pak Asep Kurnia. Baduy punya "catatan leluhur" yang terjaga hingga kini. Mereka punya catatan sejarahnya sendiri. Mereka bukanlah suku yang tak bisa baca tulis. Mereka punya cara sendiri dalam mengabadikan setiap detik perjalanan hidupnya. Aku yakin, pada saat yang tepat, mereka akan bicara pada dunia. Biarkan Baduy Bicara! [Mataharitimoer, 16-11-08]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun