Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Biarkan Baduy Bicara : Makan Bersama

16 November 2009   01:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_22001" align="alignleft" width="300" caption="warga baduy luar bergotong royong membangun rumah pasangan yang baru menikah"][/caption]

Aku kembali ke rumah Ayah Aja dengan membawa sebotol Madu Odeng yang kubanggakan. Ternyata di depan rumah Ayah Aja sedang terjadi transaksi antara teman-temanku dengan warga Cibeo yang menawarkan berbagai cinderamata. Teman-teman senang sekali bisa mendapatkan barang-barang khas Baduy Dalam. Ada yang membeli cincin, gelang, tas koja, sarung handphone, golok sulangkar, madu odeng, dan beragam cinderamata lainnya.

Selesai berbelanja, kami mandi di sungai belakang rumah Ayah Aja. Satu hal yang harus kami ingat: jangan memakai sabun, shampo, ataupun pasta gigi. Semuanya dilarang karena zat kimianya dapat merusak ekosistem yang ada di sungai. Jadi, kami mandi tanpa sabun, untuk membersihkan badan, sudah tersedia ratusan, bahkan ribuan batu kali seukuran sabun. Justru dengan batu-batu itulah daki di badan bisa terbuang dan hanyut oleh derasnya air sungai.

Seorang temanku yang sudah mandi lebih dulu, datang memanggil. Ia mengajak kami makan, karena Ayah Aja sudah selesai menyajikan makanan di rumahnya. Kamipun segera mengeringkan badan, berpakaian, dan bergegas menuju rumah, tepatnya menuju makanan yang telah tersaji, karena memang sudah terasa lapar.

Makan bersama memang tak ada bandingannya. Apapun makanannya, terasa nikmat jika suasananya akrab dan damai. Ayah Aja juga turut makan bersama kami. Tapi ia hanya makan sedikit nasi dan ikan saja. Ia tidak menyentuh mie instan yang dimasak untuk kami. Aku sudah menawarkannya, tetapi mungkin memang ia tak suka dengan mie jadi menolak untuk memakannya. Ia hanya bilang, "ini saja sudah cukup".

Kami begitu lahap menikmati sajian makanan Ayah Aja. Mungkin karena sudah menahan lapar sejak baru sampai di Cibeo. Tapi yang pasti, kami begitu menikmati makanan yang disajikan dengan ketulusan Ayah Aja.

Catatan Selanjutnya : Pulang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun