Mohon tunggu...
Mattula Ada
Mattula Ada Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Just call me "ADA" http://aboutagama.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Indonesia Mengikuti Arab Saudi dalam Penentuan 1 Ramadhan & 1 Syawal?

9 Juli 2013   18:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:47 35206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari hadits-hadits tadi telah jelas menyiratkan bahwa dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, Islam tidak mengenal sistem demokrasi, dimana suara terbanyak yang harus jadi acuan seperti sidang isbat kemarin! Untuk menentukan bulan baru tidak dibutuhkan kesaksian banyak orang, namun cukup SATU ORANG atau BEBERAPA ORANG SAJA! Asal orang tersebut bersedia bersumpah, maka kesaksiannya  dianggap SAH!!

Maka tidak heran rasanya jika seorang mufti (ulama yang memiliki wewenang untuk menginterpretasikan teks dan memberikan fatwa kepada umat) Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Al-Asheikh dalam khotbah Jumatnya di Masjid Imam Turki bin Abdullah menggambarkan orang-orang yang meragukan melihat bulan sebagai 'orang yang termotivasi dan menyimpang dengan mulut kotor'.

"Ada lidah busuk yang meragukan agama kita yang harus dibungkam. Kami secara ketat mengikuti Sunnah Nabi tentang puasa dan menandai Idul Fitri," katanya.

Mufti mengatakan syariah sangat jelas dalam prosedur melihat bulan. Dia menambahkan umat Muslim tidak boleh menafikan Sunnah karena adanya pendapat palsu.

Lantas, mengapa Pemerintah RI dan sebagian ulama serta para pakar astronomi tidak mempercayai keterangan para saksi yang melihat hilal? Alasannya macam-macam serta terkesan dibuat-buat dan mengada-ada. Ada yang mengatakan bahwa dengan ketinggian hilal yang sangat rendah, hilal tidak mungkin dapat terlihat(kalau sudah berpendapat demikian, buat apa dikirimkan Tim Rukyat untuk melihat hilal???). Ada yang mengatakan bahwa kemungkinan besar mata orang yang melihat hilal terkecoh oleh gejala alam. Ada yang mengatakan bahwa mereka tidak disumpah oleh hakim. Ada yang mengatakan bahwa kesaksian mereka berbeda dengan kebanyakan yang lain. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang yang melihat hilal tsb adalah orang-orang tua yang pandangannya sudah mulai kabur. Mereka lupa bahwa ada Tuhan yang dapat memberi mukjizat yang dapat membantah semua teori mereka sekaligus menjadikan hal ini menjadi jelas tanpa perlu untuk diperdebatkan.

Firman Allah:

Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah!", lalu jadilah dia.” {QS. 3:47}

Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah!", maka jadilah ia.{QS. 40:68}

Dalam hal ini patut pula disimak pernyataan ustadz Ibnu Dawam dalam artikelnya[Dasar-dasar Penetapan awal dan akhir Ramadhan menurut Al Qur’an dan Hadits. (Jawaban terhadap Imkan ru’yah Prof. Dr. T. Djamaluddin)]bahwa memvonis hilal dua derajat dibawah ufuk tidak bisa dilihat, adalah suatu penghinaan besar terhadap Ilmu Pengetahuan, termasuk ilmu astronomi itu sendiri, yang sekaligus juga menghina pada Kemampuan Allah untuk memberikan ilmuNya secara khusus berupa hidayah kepada yang Allah menginginkannya dengan menghapus segala hambatan, baik hambatan keterbatasan pandangan mata, hambatan bias sinar matahari, maupun hambatan atmosfir lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun