Mohon tunggu...
Masyudi Martanipadang
Masyudi Martanipadang Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Medsos

Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andi Djemma Palopo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa Depan, Kepemimpinan Kolektif Sangat Dibutuhkan

17 Juni 2017   12:07 Diperbarui: 17 Juni 2017   13:37 1780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abad 21, Sistem globalisasi mensyaratkan adanya persamaan pandangan, hal ini langkah untuk menjadikan dunia dalam suatu ideologi yang sama, keterbukaan informasi dan ledakan arus teknologi menjadi peran dominan dalam menyamaratakan pandangan dunia. Kita bagaikan hidup dalam satu desa buana (a global village). Melalui teknologi dan informasi, seseorang bisa mengetahui suatu negera, budaya dan adat tertentu melalui media, walaupun ia belum pernah mengunjungi ataupun melihat langsung.

Dari adanya ledakan arus informasi dan teknologi yang dihasilkan oleh sistem globalisasi ini ternyata mendapatkan angin segar bagi tumbuhnya masyarakat pintar. Pasalnya, masyarakat diera digital ini, mampu memilah serta menganalisa sumber informasi yang tersajikan sehingga dampak dari gejala hoax akan melahirkan masyarakat pintar demikian.

Tidak hanya akan melahirkan masyarakat demikian namun juga akan melahirkan kepemimpinan nan kolektif. Di indonesia sendiri sebagai negara demokrasi akan mudah melahirkan sistem kepemimpinan kolektif tersebut, selain cultur dan budayanya yang mampu menopang jalannya sistem demokrasi, spirit gotong royong pun telah terjiwai sedari dulu dalam masyarakat indonesia sendiri.

Kepemimpinan kolektif artinya bahwa kepemimpinan yang terdiri dari keberadaan manusia-manusia cakap, cerdik serta yang memiliki kapabilitas melihat perubahan zaman. Pra-kemerdekaan kepemimpinan kolektif ini bisa dilihat dengan lahirnya beberapa tokoh sebelum pra-kemerdekaan sebut saja H.O.S Cokroaminoto sebagai pemimpin sarekat islam, KH. Ahmad Dahlan sebagai pemimpin Muhammadiyah serta hadratusyeikh KH. Hasyim asy'ari sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama yang mampu melahirkan pemimpin sesudahnya di awal kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.

Sistem kepemimpinan kolektif ini juga dapat kita jumpai di awal kemerdekaan yang rata-rata yang mengisi pemerintahan adalah mereka para pemikir, penggerak serta pejuang, sebut saja ir. Soekarno dan mohammad hatta sebagai presiden dan wakil presiden, di kabinetnya di isi oleh orang-orang seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Wahid hasyim, Sultan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan lain-lainnya. Tentu, kepemimpinan kolektif ini harus pula di topang dengan penguatan kaderisasi di tiap organisasi maupun partai politik.

19 tahun sudah Reformasi bergulir di republik ini yang telah melahirkan era demokrasi. Demokrasi di anggap sebagai angin segar akan terciptanya perubahan bangsa, salah satunya yakni kebebasan dalam berpendapat, yang sebaliknya di era orde baru kebebasan berpendapat menjadi suatu hal yang dilarang. Dalam, pandangan masyarakat, demokrasi dipandang akan menciptakan perubahan di bidang ekonomi, sosial, serta perubahan dalam dunia politik itu sendiri, bukan hanya pergantian tampuk kekuasaan melainkan ada harapan yang melebihi dari itu.

Maka, dalam masyarakat demokratis, akan mudah Melahirkan kepemimpinan kolektif tersebut, karena demokrasi tidak hanya sebatas soal kebebasan, melainkan demokrasi juga mengatur tata pemerintahan serta menjamin terpenuhinya aspirasi dan keinginan masyarakat. Dengan berjalannya sistem demokrasi yang baik maka dengan sendirinya akan melahirkan sumber daya manusia yang mempuni dan memiliki kapabilitas menjawab perubahan zaman, maka dengan adanya seperti itu, maka di masa depan tidak menutup kemungkinan akan lahir pula kepemimpinan kolektif tersebut.

Hal ini juga seharusnya menjadi perbincangan serius di tiap organisasi ataupun partai politik, karena keberadaan partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi, haruslah merubah sistem kaderisasi yang ia miliki untuk menciptakan kepemimpinan yang tidak hanya sekedar memiliki kapital ataupun modal kampanye melainkan memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin, andai partai politik hanya masih berjalan stagnasi dengan mendorong figur yang memiliki kapital minus kapabilitas, maka yang terjadi tidak hanya melanggengkan sistem pengkultusan seorang figur serta yang terjadi hanya dinasti politik, yang juga lambat laun masayarakat tidak akan lagi memilih figur dari partai politik tersebut, karena pada dasarnya dalam demokrasi yang melahirkan masyarakat pintar, suasana dan kondisi yang terjadi dimasyarakat juga dengan cepatnya berubah-berubah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun