Mohon tunggu...
M AsyrafAlwi
M AsyrafAlwi Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa perbandingan madzhab, fakultas syari'ah dan hukum uinsu

Semoga bermanfaat Ambil fositifnya buang negatifnya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Bermain Catur atau Game dan Sejenisnya dalam Islam dan 4 Madzhab

17 Agustus 2020   12:37 Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:43 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dasarnya segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah halal untuk digunakan, sehingga semua yang kita lakukan jika tidak salah arah tidak akan ada hukum yang melarang atau bahkan mengharamkannya.  Karena dalam islam sendiri waktu adalah segalanya . Begitu pula dengan hukum bermain catur atau game, segala yang kita perbuat akan menimbulkan hukum. Baik itu halal, mubah, makruh bahkan haram. Segala perbuatan dapat merubah hukum tergantung yang kita lakukan dan tergantung benda yang kita gunakan.

Mengapa catur dikaitkan dengan game karna catur sendiri merupakan permainan yang menguras waktu yang sia-sia sama halnya dengan bermain game. Menguras waktu yang bermanfaat bahkan melalaikan waktu yang sangat berharga.

Karena pendapat resmi madzhab syafi’i sendiri ialah bahwa bermain catur hukumnya makruh. Tetapi jika disertai dengan perlakuan yang mendasari hukum sampai kepada haram seperti bermain catur atau game dengan disertai judi, kata-kata kotor, meng-adu domba orang atau sampai menimbulkan permusuhan. terutama juga bermain catur akan jatuh kepada haram jika berulang lupa akan waktu shalat, lalai dalam beribadah lainnya seperti berdzikir, silaturahmi kepada tetangga dll.

Sebagaimana imam Asy-Syafi’i  radiallahu’anhu mengatakan :

وَلَا نُحِبُّ للَّعِبَ بِالشَّطْرَنْجِ

“ kami tidak menyukai bermain catur “

Dan diriwayatkan juga oleh Al-imam An-Nawawi yang menegaskan maksud ucapan sang imam di atas :

وَيُكْرَهُ شِطْرضنْجِ

“ dimakruhkan bermain catur “

Inilah pendapat resmi madzhab Syafi’i sekalipun di internal madzhab ada ulama yang menghukuminya mubah serta ada pula yang mengharamkannya.

Sedangkan adapun dalil yang mendasari kemakruhannya ialah bahwa permainan ini terbukti membuang banyak waktu pada hal yang tidak begitu bermanfaat sehingga membuat orang lain lalai akan beribadah seperti shalat, berdzikir, Dll. Karena dalam islam sendiri waktu itu sangat berharga dalam segala hal. Waktu yang hilang tidak akan kembali lagi , dan segala yang bermanfaat tidak akan terulang kembali. dan sejumlah sahabat  juga mencela permainan catur atau pun game dan sejenisnya , bukan alat yang menjadi pertimbangan hukum namun permainan yang menjadi hukum itu berubah. Karna alat permainan itu tidak haram disentuh atau pun di beli, namun keharamannya terletak pada pelaksanaannya yang membuat kita akan lupa pada waktu dan kegiatan yang berubah kita  mengingat kepada Allah.

Ketika Amirul mu’minin Ali bin Abi Thalib radiallahu’anhu ketika melewati sekelompok orang bermain catur maka beliau menegur sembari membacakan dalil qur’an surat an-anbiya’ ayat 52 sebagaimana bunyinya :

مَا هذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِي أَنْتُم لَهَا عَاقِفُوْنَ

“ patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembah.? “

 Teguran ali radiyallahu’anhu ini dipahami sebagai teguran keras, karena kesia-siaan bukan karena keharaman, atau karena mereka saat itu terbukti melalaikan waktu shalat. Adapun mengingat bermain catur pun membantu seseorang berlatih memikirkan strategi perang.      

Dan orang non arab khususnya warga lokal sendiri indonesia memainkan catur sebagai judi sehingga hukum pelaksaan catur tersebut haram. Sama hal nya dengan madzhab- madzhab lainnya. Namun diantara penguat bahwa permainan ini pada dasarnya tidak sampai level haram ialah bahwa sebagian sahabat diriwayakan membolehkan atau turut bermain catur pula. Demikian juga sejumlah tabi’in sekelas Al-Hasan Al-Basri, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Sirrin, Hisyam bin Urwah dan Asy-Sya’bi rahimahumullah.

Dari penjelasan singkat ini kesimpulan dari bermain catur bukan semua yang dilakukan mejadi hukumnya haram namun jika lalai dalam beribadah maka akan timbul hukumnya haram.

                     WAllahua’lam bishawaf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun