Masakan di Eropa zaman dahulu sangatlah sederhana. Jauh sebelum penduduk Eropa mengenal rempah, daging yang diasapkan hanya ditaburi garam. Ya, begitulah makanan terlezat kala itu.
Namun, perkenalan Eropa pada lada berhasil merubah tradisi dapur dalam rumah. Mencari rempah sejenis lada tidaklah mudah. Satu-satunya cara adalah melewati jalur laut menggunakan kapal mengarungi samudra nan jauh.
Rempah tidak hanya sebatas penambah rasa masakan. Jauh dari itu, rempah berguna untuk memperpanjang masa penyimpanan makanan. Bakteri dan jamur enggan bersarang pada makanan yang ditaburi rempah.
"Before the advent of refrigeration, spices were essential for preserving food. They helped inhibit the growth of bacteria and fungi, extending the shelf life of perishable items"
"Whoever wants to get pepper, then they have to travel far across the ocean to stop in mainland Asia."
Nilai lada saat itu sama harganya dengan emas. Dengan lada, ladang bisa dibeli, pajak boleh ditebus, ataupun menawar kuda termahal sekalipun. Begitulah bernilainya komoditas rempah.
Eropa rela membayar mahal untuk melawan arus laut demi membeli lada di Aceh dan Banten. Kedua tempat ini masyhur dengan lada, sehingga Belanda dan Portugis berani berlayar guna mendapatkannya.Â
Tahun 1555, Aceh menjadi suplayer utama lada ke Eropa. Setengah transaksi lada berasal dari Aceh di bawah kerajaan. Begitupula dengan Banten yang menduduki urutan kedua pengekspor lada terbesar setelah Aceh.
Jalur rempah terbentang luas di sepanjang laut Aceh. Khususnya jalur laut Banda Aceh, Aceh Besar sampai ke Aceh Barat Daya. Di Aceh Besar, kawasan Ujung Pancu notabene menjadi tempat transaksi rempah bagi penjelajah yang datang ke Aceh dahulu kala.
Letak Ujong Pancu memang berhadapan langsung dengan selat Malaka. Dengan begitu, perdagangan internasional mudah dilakukan karena juga berdekatan dengan pelabuhan utama.
Selain Ujong Pancu, kawasan Krung Raya juga menjadi basis perdagangan jalur laut. Konon katanya area Kaju yang merupakan nama desa saat ini adalah area pelabuhan di masa lalu.
Penemuan keramik dan batu nisan masa silam memberi bukti terjadinya transaksi dagang antar pedagang asing. Cina pernah singgah ke Aceh di bawah Dinasi Ming kala itu.
Cengkih, lada, dan Kemiri adalah hasil rempah terbaik di kawasan Aceh Besar. Bukan hanya bagi masyarakat lokal, cengkh juga menjadi incaran pedagang asing yang ingin membawa pulang ke negerinya.Â
Jika merujuk pada sejarah masa lalu, Aceh Besar telah lama berinteraksi dengan bangsa asing. Bukan mustahil jika cengkeh dan kemiri dulunya dibawa langsung oleh pedagang asing yang berkontak langsung dengan penduduk.Â
Pada masanya rempah sejenis cengkeh jauh lebih berharga dari emas. Harga satu kilogram cengkeh bisa melebihi harga 3.3 gram emas.Â
Kawasan Lamlhom dan Lhoknga menjadi sentral utama penanaman cengkih yang mencapai puncak kejayaan tahun 1980 an. Penduduk disana hidup makmur berkat komoditas yang paling laku di pasaran.Â
Kawasan pesisir Aceh Besar merupakan area kebun lada. Terkhusus di bukit lamreh yang berdekatan dengan pelabuhan. Saat pedagang asing datang berlabuh, cengkeh dan lada menjadi incaran utama. Karena keduanya hidup subur di pesisir Aceh Besar, warga setempat langsung bisa menjual ke pasaran dengan harga mahal.Â
Ada dua jenis lada yang ditanam, yaitu lada putih dan hitam. Namun demikian, lada putih memiliki keunggulan dibanding lada hitam. Proses produksinya pun lebih lama.
Beberapa penamaan desa juga berimplikasi pada perdagangan asing dahulu kala. Seiring waktu, pengucapan nama-nama desa tersebut berubah.Â
Penelitian yang melibatkan pengumpulan data di lapangan membuktikan bahwa penduduk Aceh Besar melakukan transaksi perdagangan langsung dengan warga asing di kawasan pelabuhan.
Bukti kuat lainnya berasal dari penemuan benda-benda peninggalan Cina dan India. Besar kemungkinan jika kedua negara ini telah lama singgah ke kawasan Aceh Besar sekitar abad 15-18.
Oleh karenanya, masakan berempah di Aceh tersebar hampir di semua wilayah. Khususnya Aceh Besar, hampir semua hidangan dapur kaya dengan rempah hasil alam.
Sejarah rempah Aceh telah lama terkubur, namun aromanya tetap hadir dalam setiap masakan. Tidak lengkap rasanya jika masakan Aceh hadir tanpa rempah.
Referensi:
[1]. JEJAK PERDAGANGAN REMPAH DI PESISIR ACEH BESAR [baca disini]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H