Ekspedisi Cornelis untuk menjamah rempah disponsori oleh sepupunya dan beberapa pedagang kaya Belanda kala itu. Mereka didanai langsung oleh perusahaan  bernama Compagnie van Verre.
Sebelum datang ke Aceh, Cornelis sudah lebih dahulu dikenalkan pada sultan Banten saat pertama kali melakukan perjalanan laut ke Indonesia, atau dulunya dinamai kawasan  East Indies.Â
Sayangnya, ia bukanlah orang yang pandai berdiplomasi. Kedatangannya ke Banten pada tahun 1596 tidak menghasilkan apa-apa. Orang portugis yang berada disana mencurigainya karena tidak melakukan transaksi lada hitam (black pepper). Karena itu, ia diusir oleh sultan Banten tanpa transaksi jual beli apapun.
Sejarah mencatat jika Cornelis dikalahkan oleh seorang pejuang ternama Aceh, yaitu Keumalahayati. Ia adalah laksamana laut pertama dunia. Keumalahati mengalahkan Cornelis di bawah pasukan perempuan terbaik sepanjang masa.Â
Keumalahayati adalah anak dari Machmud Syah dari kerajaan Aceh. Keumalahayati merupakan lulusan sekolah militer kerajaan Aceh yang dikenal dengan nama Ma'had Baitul Maqdis.Â
"Following the fall of Malacca to Portuguese invaders, Aceh became a stronger faction and ensured that merchant shipping routes in the Malacca Strait remained exclusively for Asian traders. "
Tidak berlebihan jika saat itu Aceh menguasai sebagian besar perairan selat Malaka sejauh 800 kilometer. Pedagang Asia mendapat keistimewaan berkat kekuatan maritim Aceh di bawah kendali sultan. Sebuah kesuksesan yang mungkin tidak mampu dilakukan Indonesia pada abad ke 21.
11 September 1566 menjadi hari naas bagi Cornelis. Ia terbunuh di tangan pejuang perempuan terbaik pada masanya. Setahun kemudian, pasukan Belanda di bawah komando Paulus Van Caerden merampok kapal Aceh yang dipenuhi rempah. Â Â
Pada Juni 1601, Keumalahayati mengelurkan maklumat penangkapan Jacob Van neck setelah beberapa insiden laut. Sebuah surat diplomasi berisi permintaan maaf datang dari Maurits van Oranje yang merupakan pemimpin Belanda saat itu.
Maurits setuju membayar 50 ribu gulden sebagai konpensasi pembebesan Paulus. Bayangkan bagaimana seorang perempuan mampu menaklukan seorang pemimpin terkuat kala itu dan tunduk pada permintaannya untuk membayar kerugian akibat perampokan. Hal ini hampir tidak mungkin terjadi di zaman ini.
Ya, begitulah kekuatan maritim Aceh di masa kerajaan. Bahkan, sekelas Belanda dibuat tunduk dengan peraturan kelautan. Tanpa pandang bulu, pemimpin Aceh menghukum siapa saja yang melanggar aturan kemaritiman.Â
Tidak berhenti disana, reputasi Malahayati terdengar sampai ke Inggris. Kerajaan Inggris memilih untuk membangun hubungan diplomasi yang baik ketika melewati selat malaka. James Lancester membawa surat dari ratu Elizabeth kepada sultan Aceh pada 1602.Â