Beberapa minggu yang lalu, saya memesan novel karya Andrea Hirata. Karya-karya Andrea Hirata sudah melalang buana ke banyak negara. Saya baru sempat membacanya sekarang.
Satu novel sudah selesai saya tuntaskan. Guru Aini berhasil menarik perhatian. kalau boleh jujur, gaya penulisan Andrea Hirata jauh berbeda dibanding Tere Liye. Keduanya memiliki gaya menulis yang unik.Â
Satu hal yang mungkin sama yakni gagasan cerita yang dikisahkan. Guru Aini menggambarkan nasib seorang siswi di pelosok desa Indonesia. Kisah pengabdian seorang guru cerdas dan murid terbelakang dengan tekad belajar yang membara.
Aini adalah murid tanpa prestasi. Hidupnya morat marit dalam keluarga serba terbatas. Kedatangan guru Desi bagaikan masuknya listrik ke pedalaman.
Desi adalah mahasiswa berprestasi yang hidup berkecukupan. Ia tergolong cerdas dan memiliki masa depan yang cemerlang. Tapi, pilihan untuk mengajar di pedalaman mengalahkan kemauan sang ibu.Â
Dari semua calon guru, hanya Desi yang berkeinginan mengajar di sekolah terpencil. Ayahnya selalu mendukungnya dan tidak ambil pusing dengan cita-cita Desi. Berbeda dengan ibunya yang mencemaskan masa depan Desi jika harus mengajar di pulau terpencil.
Kesempatan yang ditunggu datang! Ia sengaja menukar penempatan sekolah. Awalnya ia mendapatkan sekolah di tengah kota. Namun, demi seorang teman, ia menukarnya.Â
Perjalanan ke sekolah terpencil membawanya jauh dari fasilitas. Perjalanan darat dan laut tidak meruntuhkan semangat mengajar yang sudah dipupuknya.Â
Sesampainya di desa, Desi disambut baik oleh warga. Ia diberi rumah kecil dengan fasilitas minim. Desi mengajar matematika. Tekadnya mendidik anak desa tak pernah pudar.
Suatu ketika, ia menemukan seorang murid berpotensi. Di desa terpencil, menemukan siswa cerdas sama seperti mencari jarum dalam jerami. Semangat belajar begitu rendah, guru-guru pun mengajar untuk sekedar menghidupkan sekolah.Â