Sekolah selalu bangga dengan predikat unggul. Daya tarik sebuah sekolah berada pada piala-piala yang berjejer dan murid-murid berprestasi.Â
Jika harus mencari sekolah yang cocok buat anak, orangtua pasti melihat latar belakang prestasi sekolah. Jarang sekali sebuah sekolah difavoritkan karena prestasi toiletnya.Â
Kualitas sekolah pada umumnya dicerminkan oleh tipe lulusan. Sekolah berkualitas begitu membanggakan murid berprestasi, sehingga wajah-wajah mereka kerapkali menghiasi brosur sekolah atau spanduk penerimaan murid baru.Â
Hampir tidak pernah kita melihat sebuah spanduk penerimaan murid baru yang menampilkan gambar toilet sekolah. Tidak ada sekolah yang bangga dengan toilet. Wajar saja jika toilet sekolah jarang dipublikasi.
Begitulah fakta yang sedang kita lihat!
Toilet sekolah sangat jarang diperhatikan. Padahal gambaran toilet mencerminkan tata kelola sebuah sekolah. Jikapun sekolah memiliki dana, alokasi untuk perbaikan toilet berada di daftar paling akhir.
Kenapa sekolah begitu mengejar kualitas akademik, tapi lemah dalam hal memperhatikan kebersihan?
Hal yang sama kita temui pada fasilitas toilet umum. Kebersihan toilet mengisyaratkan perilaku manusia secara umum. Lebih buruk lagi, rasio toilet dan murid di sekolah bagaikan rasio murid berprestasi dan mereka yang membutuhkan bimbingan khusus.
Di sekolah, tidak jarang murid harus berebut toilet saat ingin buang hajat. Kebutuhan akan toilet dipandang sebelah mata, sementara siswa 'dipaksa' menahan hajat. Hak membuang hajat terabaikan dengan piala-piala berjejer yang terus dipajang dalam ruangan.
Saat menghadiri rapat orangtua siswa baru, beberapa orangtua mengeluh dengan fasilitas toilet sekolah. Murid ratusan berebut menggunakan empat toilet di sekolah.
Diantara murid harus pulang ke rumah untuk buang hajat. Itu pilihan yang paling rasional di tengah desakan hajat yang tak mengenal waktu. Semboyan merdeka belajar tidak lantas memerdekan hak buang hajat.
Kalau harus jujur, siswa-siswa di sekolah berhak diperlakukan secara manusiawi. Mustahil sekolah kekurangan dana untuk membangun toilet. Di tengah melimpahnya dana BOS, sulitkah mengalokasikan dana untuk kepentingan bersama?
Adakah hubungan kausalitas antara toilet bersih dan prestasi siswa? dengan kata lain, apakah siswa berprestasi menerapkan nilai-nilai kebersihan sebagaimana mereka menjaga nilai-nilai pelajaran.
Jika memang benar, tentu kualitas toilet sekolah unggul jauh lebih baik daripada sekolah-sekolah tanpa predikat. Kebersihan toilet sebuah sekolah seharusnya merefleksikan kualitas sekolah.Â
Lantas, siapa yang harus bertanggungjawab menjaga kebersihan toilet sekolah?
Tujuan dari institusi pendidikan tidak semata-mata menelurkan siswa berprestasi. Siswa juga sepatutnya diajarkan nilai-nilai kebersihan melalui tanggung jawab kolektif.Â
Jadi, kebersihan toilet sekolah dicerminkan melalui tanggung jawab kolektif. Dalam hal ini, semua siswa saling menjaga dan mematuhi rambu-rambu kebersihan yang diterapkan sekolah.Â
Sekolah dengan fasilitas baik menghadirkan suasana belajar yang menentramkan. Siapa yang tidak merasa nyaman berada dalam lingkungan bersih. Khususnya toilet yang bersih dari kotoran dan terhindar dari bau pesing.Â
Membanggakan prestasi siswa dan menutup mata pada toilet sekolah ibarat menjaga kualitas tanpa identitas. Prestasi siswa wajib dipertahankan, namun tidak untuk diperjualbelikan.
Menjaga lingkungan sekolah dimulai dengan menerapkan nilai-nilai kebersihan melalui disiplin dan tanggung jawab kolektif. Guru berperan dalam hal memberi bimbingan pada semua siswa.
Toilet sekolah adalah milik bersama dan dijaga secara kolektif. kalau kebersihan toilet buruk, maka guru dan siswa perlu melihat kembali ke belakang. Apakah sekolah menjalankan prinsip kebersihan di urutan teratas.
Toilet bersih dan prestasi siswa sama-sama penting. Alangkah lebih bijak jika sekolah berprestasi juga menjaga kebersihan toilet.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H