Siang minggu kemarin saya menghadiri sebuah workshop mini tentang kepenulisan. Acara ini diadakan oleh Sophie Sunset Library, sebuah pustaka mini tepi pantai.
Kebetulan pembicara pada acara ini adalah seorang teman lama masa kuliah. Beliau dikenal dengan panggilan Rio dan telah menulis tiga buku. Semua buku yang Rio tuliskan termasuk unik.Â
Kali ini saya ingin menulis tentang buku yang dituliskan Rio berjudul Hikayat Musang. Sekilas buku ini tidak memperlihatkan bayangan hikayat tentang masyarakat Aceh.
Ketika membuka beberapa halaman, saya dengan mudah menemukan kata-kata mutiara oleh para pendahulu Aceh. Kata-kata hikmah berbentuk kalimat yang lumrah disebut Hadih Maja.
Hadih Maja merupakan nasihat orang-orang Aceh masa lalu yang sering diucapkan sebagai untaian kalimah penuh hikmah. Seringnya, hadih maja mengandung cerita atau tradisi dari nenek moyang bangsa Aceh.
Nah, buku yang ditulis Rio menghadirkan sisi hikayat yang disisipkan pesan atau nasehat orang tua dahulu kala. Adapun hadih maja tidak lagi sering diucapkan oleh generasi Aceh masa kini.Â
Padahal kalimat hadih maja mengandung untaian hikmah yang dapat dijadikan pelajaran atau setidaknya sandaran hidup. Beberapa kalimat hadih maja yang ditampilkan Rio dalam buku ini menyesuaikan dengan hikayat yang ia sampaikan.
Orang Aceh dulunya sering bercerita tentang sisi-sisi kehidupan orang-orang terdahulu. Isi cerita boleh jadi dibumbui kisah lucu yang mengisahkan hal-hal unik berbentuk candaan atau sindiran.
Banyak pelajaran berharga yang setidaknya hadir dalam isi cerita. Rio mengangkat sisi cerita lucu yang sering ia dengarkan dan dituturkan oleh beberapa orang tua.Â
Padanan kata musang dipilihnya karena musang adalah binatang yang tergolong cerdik. Jadi, ia menyandarkan kata musang dengan konteks cerita lucu yang mengandung pesan tertentu.
Saya ingin menuliskan satu hadih maja yang di bawah ini :
- Bak ie raya bek ta theun ampeh, Bak ie tarek bek ta theun bubee. Bek tameurakan ngon si paleh, Hareuta abeh, geutanyoe malee.
Kalimat di atas mengandung makna "Jangan bersahabat dengan orang jahat, Harta habis kita akan mendapatkan malu". Hadih maja ini adalah tamsilan dari cara menjaring ikan, dimana jenis air dan alat yang digunakan menentukan akan hasil tangkapan.
Begitupun dengan permisalan berteman yang mesti dipilah. Paleh dalam bahasa Aceh bermakna seseorang dengan perilaku buruk, dimana kiasan berteman dengan orang tipe ini berpotensi menghilangkan harta dan mempermalukan teman.
Contoh hadih maja lainnya berbunyi sebagai berikut:
- Bak buet salah beu tamalee, Perintah guree bak get tajaga. Meunyoe ka salah meu-'ah ta lakee, Akhirat teuntee gata bahgia
Maknanya adalah, ketika melakukan kesalahan hendaknya kita malu dan permintaan guru mesti kita turuti. Saat berbuat salah segera meminta maaf, maka kebahagiaan akhirat mudah tercapai.
Kumpulan hadih maja sudah terkubur dan jarang sekali didengar, khususnya di area publik. Padahal nasehat dalam hadih maja kaya akan perumpamaan dan kebijaksanaan.
Abad ke 16 masa kesulthanan Iskandar Muda, Aceh terkenal kaya dengan literasi. Banyak hikayat-hikayat hadir dalam konteks hukum masa kerajaan. Sayangnya sebagian besar dari literasi masa lalu telah tenggelam karena sedikit yang menuliskan kembali.
Koleksi kitab-kitab karya ulama masa silam juga sedikit yang berhasil dialihbahasakan. Bahkan, sangat sedikit penulis dari Aceh yang tertarik untuk menuliskan kembali dalam wujud buku berbeda.Â
Menariknya, Rio berani menulis cerita-cerita orangtua yang sering diceritakan dahulu kala. Sebagian dari apa yang dituliskan dipadukan dengan konteks hari ini dengan alur yang mudah di pahami.Â
Misalnya, kejadian masa konflik yang dihiasi dengan kejadian lucu. Saat pasukan TNI dikirim ribuan ke Aceh, banyak rakyat desa dipukuli aparat karena cara berbahasa yang dianggap 'berani'.
Para prajurit menampar rakyat Aceh bersebab kosakata. Alhasil, rakyat menderita hanya karena salah memilih kosakata untuk menjawab pertanyaan tentara kala itu.
Sudut pandang penulis dalam menuliskan cerita masa lalu memberi kesan berbeda bagi pembaca. Selain itu, cerita-cerita yang dikemas Rio mudah dicerna dan mengandung hikmah tersendiri.
Ya, kadangkala banyak ide menarik untuk dituliskan kembali. Hanya saja sedikit yang berniat menjadikan buku. Cerita masa lalu bahkan layak untuk dituliskan dengan tujuan mengenalkan kembali budaya orangtua dahulu kala.Â
Semoga saja semakin banyak penulis baru yang berani mengangkat kisah-kisah menarik untuk dibukukan. Sebagaimana pesan bermakna yang saya dapatkan pada seminar mini kemarin.
Ijinkan saya menutup tulisan ini dengan nasihat dari imam Syafi'i:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HIlmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja