Pemerintah ingin membatasi penjualan rokok dengan menekan konsumsi rokok di tingkat konsumen. Peraturan ini bakal membatasi rotasi rokok batangan di tingkat terkecil.
Tiga skenario ini meliputi (1)penjualan rokok tanpa merek, (2)larangan penjualan dalam radius 200 meter, dan (3)pembatasan iklan rokok. Â
Hasil studi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan, jika tiga skenario ini dijalankan bersamaan, maka negara bakal kehilangan keuntungan secara ekonomi 460 triliun lebih.Â
Dengan aturan baru ini, para perokok harus bersiap menelan ludah. Apakah kemungkinan akan berjalan lancar? sepertinya tidak semudah yang dituliskan.Â
Pemasukan negara dari rokok memang sangat besar. Jangan lupa juga membandingkan dengan pengeluaran negara berupa jaminan kesehatan karena efek rokok yang jumlahnya tidak kalah besar.Â
Banyak penyakit bermuara pada kebiasaan merokok, terutama efek nikotin bagi tubuh. Asap rokok menimbulkan ragam penyakit. Alhasil, negara menanggung beban besar lewat jaminan kesehatan setiap tahunnya.Â
Jadi, prediksi kehilangan 460 triliun terlalu dibesar-besarkan. Pada kenyataannya, banyak sumber penghasilan negara selain penjualan rokok dan pajak yang tidak seberapa.
Hanya saja, negara terlalu manja dan malas berpikir kreatif. Keuntungan negara selalu dikedepankan pada pajak. Akhirnya rakyat diperas dari segala aspek sumber penghasilan, tapi unsur kesejahteraan dibelakangkan.Â
Indonesia adalah negara kepulauan dengan tanah yang subur. Dari aspek ketahanan pangan, Indonesia masuk katagori negara potensial dalam hal tata kelola tanah pertanian.Â
Menteri Pertanian, Dr. Ir. Suswono, menjelaskan jika total luas tanah pertaniaan saat ini di seluruh Indonesia adalah 70 juta Ha. Namun dari itu, lahan produktif hanya 45 juta Ha. [baca disini]