Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendongkrak Literasi dan Publikasi Indonesia, Apa Peran Kompasiana?

6 Oktober 2024   22:21 Diperbarui: 7 Oktober 2024   00:45 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
literasi dan populasi|https://nakita.grid.id/

Apa alasan anda menulis di Kompasiana?

Setiap orang memiliki alasan kenapa harus menulis di sebuah blog. Tahun ini Kompasiana telah berusia 16 tahun. Usia remaja menuju dewasa. Kalau diibaratkan manusia, fase 16 tahun sejatinya masuk katagori pencarian jati diri.

Namun, Kompasiana bukanlah manusia. Ia hadir sebagai media kepenulisan bagi jutaan penulis yang sudah terdaftar di dalamnya. Selama 16 tahun berkiprah, 4.7 juta penulis berhasil terjaring. 

statistik Kompasiana|https://kilasbalik.kompasiana.com
statistik Kompasiana|https://kilasbalik.kompasiana.com

Jaring yang dipakai Kompasiana lumayan besar. Kita tidak tahu pasti katagori penulis bagaimana yang terjaring ke dalam. 4.7 juta kompasianer menelurkan 2.8 juta tulisan selama 2023. Apakah semua penulis itu produktif? hanya admin yang memiliki data pasti.

Nah, seberapa manfaatkah Kompasiana sebagai sebuah platform kepenulisan?

Saya pribadi belajar banyak dari Kompasioner senior. Tulisan-tulisan mereka seperti barang langka yang sudah dipoles kembali. Harganya mahal dan nilainya tak terhingga. 

Ilmu gratis yang dibagikan para senior seperti berlian yang berkilau. Tulisan mereka kadang pendek, namun isinya padat dan lengkap. Kalau mereka enggan menulis, tentu penulis junior seperti saya tidak pernah bisa belajar banyak.

Jadi, apakah bergabung di Kompasiana sebanding dengan manfaat yang didapat?

Jawabannya relatif! 

Statistik rewards Kompasiana|https://kilasbalik.kompasiana.com
Statistik rewards Kompasiana|https://kilasbalik.kompasiana.com

Kompasiana sudah berbaik hati memberi K-Rewards dengan total Rp. 170 juta. Siapa saja penulis yang sudah mencicipi uang tersebut? pastinya banyak. Walaupun memang secara persentase penulis aktif jauh lebih kecil.

Total hadiah kompetisi jauh lebih besar. Persentase penulis yang terdaftar dan berhasil meraih hadiah juga masih relatif kecil. Artinya, ada gap besar antara total penulis dan artikel yang ditulis. 

Jika Kompasiana kita misalkan sebuah provinsi, maka total penduduk Bali nyaris menyamai penduduk Kompasiana. Bali memiliki populasi 4.4 juta [data BPS tahun 2024].

Lalu, berapa Pendapatan Daerah Asli (PAD) Bali?

Per 31 Juli 2024, PAD Bali mencapai Rp. 8.9 triliun. Sementara itu, nilai manfaat wisata pada Taman Nasional Bali Barat sebesar Rp 384,37 miliar. [data Kemenkeu RI, Kanwil Djpb Pemprov Bali]

Lantas, apa hubungannya dengan Kompasiana? ya, itu kan hanya perbandingan untuk melihat sisi manfaat.

Dengan 4.7 juta penulis, apakah Pendapatan Asli Kompasiana (PAK) masuk katagori baik? 

Anggaplah Kompasiana hidup dari hasil iklan, lalu membagi hasil ke penulis dengan aturan yang berlaku. Adakah kerjasama Kompasiana dengan berbagai donatur memberi dampak merata bagi seluruh penulis? 

Ah, itu bukan kapasitas saya untuk menjawabnya!

Yang pasti, sejauh ini Kompasiana sudah lebih baik dibandingkan 10 tahun yang lalu. Fitur dan katagori tulisan cukup bervariasi dengan berbagai program unggulan. 

Satu hal yang saya tidak suka, iklan yang berlimpah ruah.

Saya yakin sumber pendapatan asli Kompasiana bukan pada iklan. Jika demikian, sudah seharusnya iklan-iklan sampah dibersihkan agar penulis lebih leluasa bekreasi. 

Bukankah Kompasiana bisa lebih kreatif untuk mendulang PAK? baca  Pendapatan Asli Kompasiana. Misalnya, dari 4.7 juta penulis, 5% nya dilatih serius untuk menjadi penulis handal. Kemudian pertahunnya, mereka menulis buku dengan sistem win win, yakni sama-sama diuntungkan. 

Dengan begitu, pendapatan Kompasiana meningkat, jumlah penulis bertambah dan tak kalah penting, literasi Indonesia bisa didongkrak perlahan namun pasti.

Anggaplah saja Kompasiana ini sebuah provinsi yang penduduknya belum semua sejahtera. Atau, mungkin 90% masuk katagori lower class family.

Memanjakan penduduk dengan hadiah dan rewards tentu boleh-boleh saja. Akan tetapi, menciptakan ekosistem ke arah berkelanjutan jauh lebih baik. Contohnya melalui kaderisasi dan pelatihan kepenulisan dengan tema terstruktur. 

Koleksi perpustakaan daerah, jika dibanding rasio penduduk Indonesia, maka angkanya adalah 1:90. Maknanya, 1 buku diantri oleh 90 orang [data perpustakaan Nasional 2022]. Sungguh menyedihkan!

Kita ambil contoh pembanding. Sumatera Utara (SUMUT) memiliki populasi 15.3 juta. Dengan populasi sebesar ini, buku yang diterbitkan hanya rata-rata 151 buku per tahun dengan entitas penerbit tercatat  sebanyak 908 [data Ikatan Penerbit Indonesia]. lihat tabel di bawah ini:

Data IKAPI2015-2020.Sumber:https://www.ikapi.org/riset
Data IKAPI2015-2020.Sumber:https://www.ikapi.org/riset

Sekarang, silahkan bandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta dengan populasi 11.3 juta. Entitas penerbit sejumlah 7588 dan rata-rata buku yang diterbitkan adalah 1265 per tahunnya. 

Disini kita bisa melihat gap besar antara penerbit dan jumlah buku yang dihasilkan. Jumlah penduduk yang besar berbanding dengan jumlah buku yang diproduksi. Kenyataan pahit yang patut direnungkan dan dicarikan solusi.

CEOWORLD Magazine mencatat Indonesia pada urutan ke 31 negara dengan katagori jumlah pembaca di dunia. Rata-rata penduduk Indonesia hanya membaca 5,9 buku per tahun. Saya yakin mereka menfitnah, sungguh keji!!!

Tapi, fitnah itu bisa jadi benar. Ah, semoga saja tidak!

Jika benar begitu, sungguh terlalu. Masak cuma baca 5/6 buku per tahun, yang benar aja? apakah Kompasianer membaca setidaknya 5 buku per tahun? silahkan dijawab dalam hati saja ya....

Amerika menempati urutan pertama dengan hitungan rata-rata 17 buku per tahun. India dan Inggris ada di urutan 2 dan 3 dengan masing-masing 16-15 buku per tahun dibaca oleh penduduk di dua negara ini.

Baik, sekarang mari kita melihat perbandingan selanjutnya. Inggris menghasilkan 20 judul buku per jam di tahun 2014. IYA, ANDA TIDAK SALAH BACA. 20 JUDUL BUKU.

Populasi Inggris cuma 66 juta. Namun, di tahun 2013 tercatat 184 ribu judul buku berhasil diterbitkan. Per satu juta penduduk, mereka menghasilkan 2,875 judul buku. [sumber: theguardiam.com/ baca disini].

Indonesia dengan 275 juta populasi penduduk hanya menghasilkan 159 ribu buku pada tahun 2022. Jumlah tersebut tergolong paling tinggi yang pernah tercatat dengan hitungan merujuk pada nomor ISBN. [data IKAPI, ikapi.org]

Bukankah angka ini sangat kecil dibanding populasi yang ada?

Jumlah penduduk Jawa Barat adalah 50 juta jiwa.  Lalu, lihatlah tabel sebelumnya yang mencatat 841 buku dalam periode 2015-2020. Padahal, selisih penduduk Inggris dan Jawa Barat hanya 16 juta. 

Inggris masuk katagori negara dengan jumlah penerbit ketiga terbesar di dunia. Namun, Inggris berada di urutan kedua setelah Cina dalam hal jumlah buku yang dihasilkan pertahun.

Cina mencetak 208 ribu buku per tahun, 12 ribu lebih banyak dari Inggris. Rata-rata penduduk dewasa di Cina menghabiskan 8 buku per tahun. Penjualan buku menyentuh angka 14.3 milyar dolar Amerika pada 2019. [sumber: https://www.sixthtone.com/news]-[baca disini]

Indonesia sendiri meraup untung sekitar 900 juta dolar Amerika pada 2019. Tentu saja jumlah penduduk Cina jauh lebih besar dibanding Indonesia. Jadi, it's not apple to apple. 

Coba bandingkan dengan Taiwan yang memiliki 4,694 penerbit. Berapa populasi Taiwan? hanya 23 juta. Meskipun demikian, Taiwan masuk urutan ke 11 negara dengan pembaca buku terbanyak meskipun dengan populasi kecil. 

Tahun 2021, Taiwan meraup untung penjualan buku sebanyak 690 juta dolar Amerika dengan total 57 ribu judul buku. Total penduduk Taiwan setara populasi Aceh dan Sumatera Utara. 

Negara kecil dengan tingkat literasi yang tinggi. Bukankah menakjubkan?

Kembali ke inti tulisan ini, bisakah Kompasiana menjadi media publikasi demi mendongkrak literasi penduduk Indonesia?

Semoga saja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun