Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Air Galon atau Pejabat Koruptor Penyebab Kemiskinan Indonesia?

9 September 2024   18:13 Diperbarui: 9 September 2024   18:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kim Jong Un |https://news.detik.com

Kebiasaan minum air galon berefek pada tingkat kemiskinan di Indonesia. Masyarakat kelas menengah di negara maju lebih memilih minum air yang disediakan pemerintah di area publik. Begitulah pendapat ekonom senior yang juga mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. [sumber:cnbc Indonesia]

Berdasarkan data Badan Statistik Nasional (BPS), jumlah warga kelas menengah tahun 2019 adalah 57,33 juta  (21,45%)  dari total penduduk Indonesia, sementara di tahun 2024 jatuh ke angka 47,85 juta (17,13%) dari keseluruhan penduduk Indonesia.

Data ini menunjukkan penurunan kelas menengah sekitar 9 juta ke level bawah. Dari analisa data yang ada, asumsi pola konsumsi air galon masyarakat kelas menengas menjadi satu dari sekian alasan kemiskinan di Indonesia.

Benarkah demikian?

Coba bandingkan jumlah kerugian negara selama beberapa tahun terakhir, terkhusus pada kasus tambang. Lalu, bandingkan bagaimana kerugian negara akibat ulah pejabat yang tidak berakal tersebut.

Eksploitasi tambang timah tidak hanya menyebabkan kerugian besar bagi negara. Kerusakan hutan, pencemaran udara, dan ketidakstabilan struktur tanah menjadi dampak rusaknya lingkungan dalam jangka waktu panjang.

271 triliun hilang tanpa bekas

Angka kerugian negara berbentuk materi sungguh mencengangkan. 271 triliun bukanlah jumlah kecil. Bahkan, dampak besar bagi ekosistem pesisir dan laut diprediksi jauh lebih besar.

Kita patut heran dengan cara mengelola negara pemimpin saat ini. Rakyat menderita dengan kebijakan dan tata kelola negara di tangan orang-orang dengan perilaku buruk.

Di Korea Utara, media memberitakan eksekusi mati 30 pejabat akibat gagal mencegah banjir.  Terdengar kejam dan bengis, tapi efektif untuk membumihanguskan pejabat koruptor.

Ada yang menulis "sepertinya Kim Jong Un cocok memimpin Indonesia satu tahun". Ah, saya setuju untuk ide brilian ini. Satu tahun cukup untuk mengeksekusi pejabat tidak bermoral bermental koruptor.

Di Jepang, pejabat mengundurkan diri jika gagal menemukan solusi bagi rakyat. Di Indonesia, sudah salah dan ketahuan korupsi, malah masih mencalonkan diri.

Dimana rasa malu mereka?

Covid 2019 memang menjadi pukulan telak bagi pelaku usaha. Dari sebagian banyak yang berhasil bertahan, mereka kebanyakan bermental baja dan pantang menyerah. 

Kasus korupsi di Indonesia seperti gelembung busa sabun. Yang besar gampang pecah dan mudah hilang dari pantauan. Disisi lain, ratusan sampai ribuan perilaku korupsi menjadi 'tradisi' berkepanjangan di berbagai institusi negara.

Jadi, hipotesa air galon penyebab kemiskinan terdengar terlalu berlebihan dan mengada-ngada. Anehnya lagi, perilaku buruk pejabat negara dipertahankan dengan mengorbankan rakyat kecil.

Masyarakat kelas menengah Indonesia semakin terdesak. Minum air galon disalahkan, pajak dinaikkan, biaya hidup dipaksakan. Pendapatan negara sebagian kecil kembali ke rakyat, sebagian besar kembali ke perut pejabat dan keluarga mereka.

Ya, begitulah realita negara Indonesia. Hasil panen dihargai tidak sepadan dengan biaya operasional. Petani bertarung membeli pupuk, lalu kembali berjuang menjual dengan harga mencekik leher. 

Negara seperti tidak berperan. Pejabatnya ada, tapi kebijakan yang ditelurkan tidak memihak rakyat kecil. Wajar saja kelas menengah terjun ke bawah terjungkal bebas. 

Buruknya lagi, perilaku korupsi merajalela tanpa hukuman jera. Kalau Kim Jong Un diberi mandat satu tahun disini, saya rasa tidak ada pejabat yang mau mencalonkan diri lagi.

Eksekusi mati pejabat lebih cocok dan layak diterapkan. Gagal menaikkan harga gabah, pejabat dieksekusi. Gagal menangani masalah kemiskinan, pejabat dieksekusi mati. Kira-kira begitulah headline koran selama 12 bulan!

Masalah kemiskinan sulit diselesaikan selama koruptor bebas mengerus hasil alam. Pejabat yang bermain bahkan diam dalam kemegahan dan bebas tersenyum.

Rakyat miskin menangis memenuhi kebutuhan hidup. Hasil bumi berlimpah, tapi rakyat sengsara. Hukum dipermainkan dengan kebijakan pro-koruptor. 

Lantas, apa yang hendak diharap dari perilaku buruk pejabat seperti ini? kasus timah hanya sepersekian persen dari total kasus eksploitasi alam lainnya. Ada emas, nikel, tembaga, dan batu bara yang boleh jadi lebih besar.

Negara maju bisa minum air bersih di area publik secara gratis. Itu benar! Kenapa? karena pejabatnya orang-orang berakal yang bekerja untuk  melayani rakyat. Di Indonesia, berapa banyak pejabat yang bernafsu menjabat untuk memperkaya dirinya dan keluarga? 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun